default

Qurban adalah Syiar Allah SWT dan Syariat Islam yang Wajib Ditegakkan dan Diagungkan

Ayat-ayat dan hadis yang terkait dengan ibadah qurban;

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ [الحج، 22: 28].

“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir” [QS. Al-Hajj /22: 28]

(ذَ ٰ⁠لِكَۖ وَمَن یُعَظِّمۡ شَعَـٰۤىِٕرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ)

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati. [Surat Al-Hajj /22: 32]

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [الحج، 22: 36].

“Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta sebagian dari syi’ar (agama) Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur” [QS. Al-Hajj /22: 36].

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا [رواه مسلم وأبو داود وابن ماجة وأحمد].

“Dari Ali (diriwayatkan) ia berkata; Aku disuruh oleh Rasulullah SAW untuk membantu mengurus penyembelihan hewan kurbannya, menyedekahkan daging dan kulitnya, serta mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan kesempurnaan qurban. Tetapi aku dilarang oleh beliau mengambil upah untuk tukang potong dari hewan qurban itu. Maka untuk upahnya kami ambilkan dari uang kami sendiri” [H.R. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad]

عَنْ قَتَادَةَ بْنَ النُّعْمَانِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَإِنْ أُطْعِمْتُمْ مِنْ لُحُومِهَا شَيْئًا فَكُلُوهُ إِنْ شِئْتُمْ. [رواه أحمد].

“Dari Qatadah bin an-Nu’man (diriwayatkan), bahwasanya Nabi saw bersabda: Janganlah kalian menjual daging Hadyu (daging yang disembelih Jamaah Haji waktu pelaksanaan ibadah) dan daging kurban, tapi makanlah, bersedekahlah dan nikmatilah dengan kulitnya. Jika kalian diberi makan dengan daging tersebut maka makanlah sekehendak hati kalian” [H.R. Ahmad].

Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis di atas menjelaskan tentang ibadah qurban sebagai amalan yang disyariatkan dalam Islam dan tentang pihak-pihak yang mendapatkan hak dari daging qurban. Bahkan dalam Buku Tanya Jawab Agama jilid 5, ketika menjelaskan hadis tersebut di atas menegaskan bahwa; “Inti dari ibadah kurban adalah MEMBERI SHADAQAH kepada fakir miskin berupa daging qurban. Di dalamnya mengandung unsur ibadah dan sekaligus unsur menambah protein hewani bagi fakir miskin.” Sedangkan dalam Buku Tanya Jawab Agama jilid 1 juga ditegaskan tentang pentingnya pembagian daging hewan kurban kepada fakir miskin. Terlebih lagi dalam riwayat lain dijelaskan tentang salah satu esensi dari dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) adalah sebagai hari bergembira dan makan minumnya umat Islam, terutama kaum fakir miskin, sehingga jangan sampai pada hari bahagia dan gembira tersebut kaum fakir miskin  tidak merasakannya.

Menurut HPT Muhammadiyah, Ibadah itu dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

  1. Ibadah Umum adalah segala amalan yang diizinkan oleh Allah dan rasul-Nya
  2. Ibadah khusus adalah apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, mulai dari perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.

Berdasarkan rumusan di atas, maka Qurban menurut Muhammmadiyah termasuk ibadah khusus yang dalam pelaksanaannya wajib mengikuti segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, termasuk di dalamnya binatang ternak yang boleh dijadikan qurban (usianya dan keadaannya) bagaimana cara menyembelihnya, waktu penyembelihan, siapa yang wajib berqurban dan siapa yang boleh dan berhak menikmati daging qurban.

Apabila ibadah qurban dilakukan di luar ketentuan dan waktu yang telah ditetapkan, maka ibadah qurban tersebut ditolak (mardud), sebagaimana hadis Rasulullah SAW:

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” [H.R. Bukhari dan Muslim]

Hukum asal dari ibadah khusus adalah attauqif (diam/menunggu perintah) dan ittiba’ (setelah ada perintah mengikuti syariat yang telah ditentukan). Hal tersebut berdasarkan qaidah sebagai berikut:

الأصل في العبادة التوقيف و الإتباع

Hukum asal dalam ibadah adalah attauqif (diam) dan ittiba’ (mengikuti sesuai ketentuan).

Di dalam Islam, banyak sekali ajaran yang memberikan perintah atau dorongan untuk berinfaq baik yang hukumnya wajib maupun yang sunat, misalnya zakat, zakat fithrah, fidyah, kafffarah, qurban, waqaf, hadiyah, dan infaq atau shadaqah, secara umum. Kepedulian terhadap anak-anak yatim dan para dhuafa merupakan parameter atau ukuran keberagamaan seorang muslim. Seorang muslim yang tidak peduli terhadap anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan menahan harta yang bermanfaat (zakat) sangat dikecam Allah SWT sebagai pendusta atau pengkhianat Islam, sekalipun mereka mengerjakan shalat, tetapi mereka diancam dengan azab yang berat (neraka wail) karena mereka dianggap lalai dari hakikat shalat. Sahnya shalat secara Fiqih, jika dimulai dengan takbir diakhiri dengan salam. Seorang muslim yang paripurna, ketika mereka senantiasa loyal atau setia kepada Allah SWT dan peduli terhadap sesama manusia.

Ketika menghadapi wabah Covid-19 yang menyebabkan banyak masyarakat yang terdampak secara ekonomi ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah yang tidak sepenuhnya bertanggungjawab mengatasi berbagai persoalan dampak dari kebijakan distancing sosial berupa hilangnya kesempatan kerja, PHK dan sangat terbatasnya ruang gerak masyarakat dalam mencari nafkah karena harus stay at home, pabrik, toko dan pasar tutup, dan segala kebijakan PSBB dan New Normal dan lain sebagainya, yang berakibat kian bertambahnya orang-orang miskin dan masyarakat yang terdampak secara serius dalam hal ekonomi, bila dikaitkan dengan ibadah qurban tentu sangat tepat jika binatang qurban dan daging qurban itu diprioritaskan kepada masyarakat miskin terdampak yang mereka sangat memerlukannya.

Selain itu perlu difahami bahwa ibadah qurban  sekali setahun juga sebagai bentuk latihan untuk berqurban (berkorban) setiap hari dan setiap kali dibutuhkan. Jangan sampai karena keinginan berqurban sekali setahun dan setiap tahun mengorbankan kepentingan memberikan infaq dalam berbagai bentuk dan sasarannya pada setiap dibutuhkan, termasuk dalam mengatasi dampak wabah Covid-19.

Tetapi sebaliknya juga jangan pula mengorbankan ibadah qurban sekali setahun bagi yang mampu karena kepentingan berkorban (infaq dan shadaqah) untuk yang lain, masing-masing ada waktu, kepentingan dan ketentuannya. Apalagi ibadah qurban adalah syariat dan syiar Allah yang harus ditegakkan dan diagungkan sebagai bukti dari ketaqwaan seorang hamba kepada Allah SWT.

Bagi yang memiliki kemampuan untuk berqurban, hendaklah dia berqurban sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW, dengan tetap mengalokasikan kelebihan rezeki yang diberikan Allah kepadanya untuk membantu saudara-saudaranya yang terdampak wabah Covid-19, mungkin dalam jumlah yang lebih besar sesuai dengan kemampuan masing-masing. Wallahu a’lam

Nashrun Minallahi Wa Fathun Qarieb

Sumber : Majalah Tabligh

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker