BeritadefaultKhazanah

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH BID`AH KHURAFAT || H. DJARNAWI HADIKUSUMA

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH BID`AH KHURAFAT || H. DJARNAWI HADIKUSUMA

 

Sering disorak-sorakkan orang, bahwa Ahlu Sunnah wal Jama’ah ialah orang yang menganut madzhab empat yakni madzhab Syafi’i atau Hambali, atau Hanafi, atau Maliki. Disorokkan pula dengan suara gencar bahwa Indonesia ini adalah daerah madzhab Syafi’i. Lagi didengungkan bahwa siapa yang tidak mengikut salah satu madzhab berarti telah keluar dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah dan menjadi sesat, tidak akan masuk surga tetapi menjadi umpan neraka. Orang pernah berkata bahwa orang Islam yang tidak bermadzhab adalah seperti orang yang masuk rumah tidak dari pintunya.

Kasian sekali orang yang didakwa tidak bermadzhab! Sedih sekali orang yang digolongkan keluar dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah! Padahal syahadatnya sama, ibadahnya sama, tauhidnya sama, nasibnya sama, Qur’annya sama tidak lebih dan tidak kurang dari 30 juz, tanah airnya sama, bahasanya sama, negaranya sama, merdekanya sama, kewarganegaraan sama, sebangsa dan seagama! Padahal tidak semua bahkan sedikit sekali dari yang mengaku bermadzhab pernah membaca karangan imamnya, dan dari yang mengaku Ahlu Sunnah wal Jama’ah sedikit sekali yang mengerti maksud dan asal usul istilah “Ahlu Sunnah wal Jama’ah”.

1. Tidak Baik Menuduh Orang Keluar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Sering dimasyhurkan orang bahwa perkumpulan ini atau itu sebagai golongan yang telah keluar dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah, telah keluar dari madzhab dan sebagainya. Tetapi orang tidak pernah menunjukan kejelekan dan mudhorotnya sebagai akibat keluar dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah dan dari madzhab seperti yang dituduhkan itu.

Banyak orang sangka bahwa orang yang memasuki perkumpulan itu tidak punya dan tidak dapat membaca kitab bahasa Arab, dan ini adalah akibatnya orang keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Persangkaan ini tidak benar. Sekarang ini memang banyak buku-buku agama dalam bahsa Indonesia, tetang hadits dan ilmu hadits, tafsir alqur’an, fiqih dan ushulnya, falaq dan hisab, dan sebagainya. Penerbitan kitab-kitab ilmu agama dalam bahsa Indonesia itu, benar-benar suatu jasa yang besar dan patut dihargai. Dengan demikian orang yang tidak tahu atau belum mengerti bahasa Arab dapat memmpelajari ilmu agama sedalam-dalamnya, tidak hanya dimonopoli oleh mereka yang mahir bahsa Arab. Tetapi ini tidak boleh mengurangi kemauan mempelajari bahasa Arab, dan memang tidak. Pendirian madrasah dan perguruan tinggi agama tetap digiatkan, dimana para remaja dididik dan diajar bahasa Arab dan ilmu bahsa Arab itu, diajar berpikir luas agar mampu menggali hikmah dan hukum dari kitab Allah dan Sunnah Rasul.

Sangat tidak baik mengatakan si Fulan atau orang ini dan itu telah keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah sangat tidak baik karena merenggangkan Ukhuwah Islamiyahn dan dapat memecah persatuan. Kita semua wajib bersatu padu mengabdi kepada Allah, agama dan bangsa serta menegakkan kebenaran.

Seyogyanyalah kita ingat selalu kepada firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 103:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوا

“Berpegang teguhlah kamu sekalian semuanya dengan tali Allah, dan janganlah kamu sekalian berpecah belah!” (Ada yang berpegang teguh kepada kitab Allah yaitu Qur’an dan Sunnah Rasul ada pula yang tidak).

Bukankah kita semua ini telah memperoleh anugerah tali Allah yaitu agama Islam yang sama kita peluk? Marilah kita pegangi dengan teguh agama itu serta kita pakai seluruhnya untuk pedoman hidup kita bersama. Janganlah kita mencoba memecah atau membagi diri kita, umat kita, ada yang kita katakan Ahlua Sunnah wal Jama’ah dan ada yang tidak, ada yang Mu’tazilah dan sebagainya. Janganlah! Pembagian itu terjadi berabad-abad yang telah lalu dan tidak ditanah air kita yang tercinta ini. Kalau istilah itu hendak kita pakai, sebaiknya kita katakan: semua umat Islam di Indonesia ini Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tak ada kecualinya. Karena I’tiqodnya adalah I’tiqod diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan ibadah dan akhlaknya pun sesuai ajaran Allah dan Rasul, kalau ada sedikit yang belum sesuai, tengah diusahakan sesuainya.

2. Siapakah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Itu?

Bukan suatu perkara yang sukar untuk mengetahui siapa yang digolongkankepada Ahlu Sunnah wal Jama’ah itu. Dari kata-katanya pun sudah jelas, yaitu: mereka yang mengikut Sunnah Rasul dan Jam’ah para sahabat. Yaitu mengikuti dalam I’tiqadnya, amal ibadahnya dan perjuangannya untuk menjunjung tinggi agama Islam dan umatnya. Kebenarannya dapat kita buktikan dalam firman Allah Surat Taubat ayat 100:

“Dan mereka yang menjadi pelopor pertama daripada orang-orang yang telah berhijrah (dari Mekkah ke Madinah), serta orang-orang (Madinah) yang menerimanya dan mereka yang mengikuti para sahabat itu dengan kebajikan, itulah mereka yang diridlai Allah dan merekapun ridla kepadaNya. Dan Allah telah menyediakan bagi mereka itu surge-surga yang sialiri oleh anak-anak sungaui, mereka kekal disitu selama-lamanya. Itulah kebahagiaan yang besar”.

Rasulullah telah bersabda bahwa kemudian hari umatnya akan berpecah menjadi 73 golongan, semua masuk neraka kecuali satu golongan. Para sahabat bertanyasiapa satu golongan itu dengan katanya:

“Mereka bertanya: Siapakah golongan itu wahai Rasululla? Maka dijawabnya: ialalah golongan iyang mengikuti sunnahku dan sunnah sahabatku”.

Sangat baik sekali kalau dalam kalangan umat Islam ada organisasi gerakan agama Islam yang mendasarkan segala amal ibadahnya serta jalan pikiran dan falsat hidupnya atas Kitab Allah dan Sunnah Rasul, termasuk juga sunnah para sahabat yang diriwayatkan dalam hadits-hadits yang shahih, demikianpula berittiba’ kepada perjuangan Rasulullah dalam da’wah Islam dan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Kesemuanya ini harus dilaksanakan agar terlihat dengan jelas segala amalnya; Da’wah dan tablighnya yang terus, madrasah dan sekolahnya, rumah sakit dan panti asuhan, masjid san mushollanya, dan sebagainya. Maka dengan mengembalikan segala perkara kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul itu, tidak dapat lagi diragukan bahwa organisasi semacam itu tergolong kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

3. Memang Perlu Ada Gerakan Tajdid

Dengan segala itu, sangat utama sekali orang Islam memasuki dan menyokong salah satu gerakn tajdid di tanah air kita ini.

Bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:

“Sebaik-baik umat ialah zamanku (zaman Nabi dan para sahabat), lalu zaman mereka yang sesudahnya (zaman tabi’in), lalu zaman mereka yang sesudah itu (zaman tabi’it tabi’in). Maka sesudah itu datanglah zaman orang-orang yang suka memperkembangkan kebohongan, maka janganlah kamu percayai perkataan dan pekerjaan mereka.”

Menurut sabda Rasulullah tersebut, umat yang baik ialah sejak zaman Rasulullah sampai dengan zaman Tabi’it-tabi’n yang paling akhir kira-kira permulaan abad keempat Hijrah. Adapun Imam Empat, seorang termasuk golongan Tabi;in yaitu Imam Hanafi yang wafat tahun 150 H, Imam Malik yang tahun 179 H ada yang mengatakan termasuk Tabi’in ada pula yang berpendapat bahwa beliau termasuk Tabi’in-tabi’in. Imam Syafi’i dan Imam Hanbali yang wafat tahun 204 H dan tahun 241 H termasuk golongan Tabi’in-tabi’in. Dengan demikian tidak ragu lagi bahwa Imam Empat itu hidaup dalam zaman yang baik serta ternyata beliau-beliau itu imam yang wara’, adil serta ikhlas bersih daripada keinginan kepada kemasyhuran pribadinya serta sama sekali tak mempunyai rasa ta’ashshub dan anggapan bahwa dirinya sendiri yang benar. Mereka semua melarang taqlid dan memerintahkan berpikir serta berijtihad seperti ternyata dalam qaul-qaulnya yang telah tersebut di atas.

Mereka itu adalah Imam dan ulama Ahlus Sunnah wa Jama’ah, dan kalau kita ingin tergolong Ahlus Sunnah wal Jama’ah, haruslah kita ta’ati nasehat beliau yang amat keras dan tegas itu, ialah kita tidak boleh bertaqlid melainkan wajib berpikir serta mengembalikan segala sesuatu kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul. Kita wajib berittiba’, dan wajib berijtihad kalau sudah mampu: jika belum kita wajib belajar. Dengan demikian Muslimin bertambah cerdas dan maju! Tidak jumud membeku!

Benar sekali ramalan Rasulullah, setelah habis zaman tabi’it-tabi’in dan datanglah zaman dimana orang menyebarkan kebohongan, antara lain dengan mengajarkan bahwa pintu ijtihad telah tertutup, taqlid itu wajib, Quran tidak boleh diterjemahkan dan ditafsiri, orang bisa masuk surga hanya dengan para syafa’at para ulama, pengeramatan kepada ulama dan manusia yang dianggap suci dan ma’shum, dan lain-lain bid’ah khurafat. Kesemuanya itu memperlemah potensi umat Islam serta mengakibatkan kejahilan dan kejumudan yang memudahkan untuk menjadi mangsa kaum imperialis asing yang menguasai Timur Tengah pada masa itu, sedang Nabi dan Rasul telah berakhir pada diri Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Tetapi rahmat Allah masih berlangsung terus dengan sabda Rasulullah:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membanggkitkan bagi umat ini pada tiap awal seratus tahun orang yang membaharui untuk mereka hal-ihwal agama mereka”.

Nah, dari Timur Tengah muncul Sayid Jamaluddin Al-Afghani, diikuti oleh Syech Muhammad “abduh yang ajarannya ditampung oleh umat Islam yang maju serta diwujudkan dalam organisasi yang mereka dirikan. Istilah “mujaddid” sebenarnyatidak ada dalam Quran dmaupun Hadits, yang ada ialah “orang yang membaharui agama” dan pelaksaannya dinamakan tajdid.tajdid iala Pekerjaan Jamaluddin Afghani, “Abduh dan banyak pemimpin dan ulama di tanah air kita ini, yaitu:

Mengemalikan agama Islam kepada sumber yang asli murni ya’ni Kitab Allah dan Sunnah Rasul atau dengan lain perkataannya: membawa kembali umat Islam kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

 

Baca juga : Hukumnya Ijtihad dan Taqlid

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker