BeritaIbadahTanya Jawab Agama

MASALAH WUDLU DAN MANDI WAJIB: Meng-khitan Wanita

Tanya Jawab Agama Jilid II

Tanya: Saya pernah mendengar seorang muballigah Muhammadiyah yang menerangkan bahwa khitan itu untuk pria dan wanita. Kalau benar, apakah dasarnya, dan bagaimana pelaksanaannya? Bagaimana halnya wanita yang sampai dewasa belum dikhitan? Maaf pertanyaan ini terdorong oleh ingin tahu kebenaran Islam, jangan dianggap jorok! (Masykur BM, NBM. 630.773, d.a Perguruan Muhammadiyah Tulangan Sidoarjo, Jawa Timur).

Jawab: Soal ini pernah ditanyakan, untuk itu akan dijawab dengan beberapa tambahan, mudah-mudahan akan lebih jelas.

a. Daerah: Berdasarkan Majalah WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) , demikian menurut tulisan Dr. Randanan Bandaso, khitan wanita dilakasanakan di Afrika Timur, yakni Ethiopia dan Sinegal. Demikian pula di Mesir bahkan di Asia Selatan seperti Malaysia dan Indonesia. Kebanyakan dilakukan oleh dukun-dukun wanita yang dilaksanakan dengan tidak steril.

b. Teknik: Teknik yang digunakan berbeda-beda di satu tempat dengan tempat lain. Pada prinsipnya, dilakukan pada Cltoris (alat kelamin wanita bagian luar yang tersembul di bagian atas, di bawah bibir kecil), dengan memotongnya. Adapun caranya ada beberapa yang dianut:

  1. Seperti dilakukan pada laki-laki, dengan memotong clitoris itu secara melingkar.
  2. Dengan memotong ujungnya atau seluruhnya.
  3. Pada cara ketiga ini dengan memotong seluruh clitoris, bibir dalam bahkan bibir luar kemudian dijahit.
  4. Yang jarang dilakukan, yakni dengan memotong jaringan antara dubur dan kemaluan.

c. Konsekuensi atau akibat-akibatnya: Banyak konsekuensi yang dapat ditimbulkan pelaksanaan yang demikian bagi wanita, baik yang terjadi segera maupun kemudian harinya. Antara lain konsekuensi atau akibat yang timbul adalah:

  1. Pendarahan.
  2. Rasa nyeri yang hebat dan juga infeksi, yang dapat mendatangkan bahaya bagi kesehatan.
  3. Konsekuensi yang datang kemudian seperti kesulitan buang air akibat penyembuhan luka yang tidak sempurna.

Mengenai dasar hukum pelaksanaan khitan bagi wanita didasarkan pada dasar penetapan khitan bagi pria. Secara khusus dasar khitan bagi wanita tidak kita dapati, selain bahwa Nabi dalam penyebutan alat kelamin wanita dan pria yang dikhitankan, yakni dua organ yang dikhitankan, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Aisyah dan Ibnu ‘Amr yang berbunyi: “IDZAL TAQAL KHITAANAANI FAQAD WAJABAL GHUSLU.” Artinya: “Apabila bertemu dua kelamin yang dikhitankan  maka wajiblah mandi.”

Penyebutan alat kelamin yang dikhitan pada wanita di samping alat kelamin pria, buka menunjukkan ketentuan hukum. Penyebutan itu dapat berarti hakiki dapat pula majazi. Dapat pula memasukkan dasar hukum khitan wanita pada khitan pria. Ada yang menyebutkan bahwa dasar hukum khitan dalam Al-Qur’an ialah ayat 125 surah An Nisa:

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبْرَٰهِيمَ خَلِيلًا

   Artinya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari orang yang menyerahkan dirinya dengan ikhlas kepada Allah, sedang iapun mengerjakan kebaikan dan ia pun mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. 

Nabi Ibrahim, seperti disebutkan dala Hadis antara lain riwayat Muslim dari Abu Hurairah, beliau melakukan khitan. Mengikuti agama Nabi Ibrahim yang khitan, maka harus khitan. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad agama yang mengikuti agama Ibrahim mensyari’atkan khitan. Nabi Muhammad khitan pada usia tujuh hari. Demikian diungkapkan dalam kitab Tarikh. Berdasarkan riwayat Abu Dawud dan Ahmad, Nabi memerintahkan untuk memotong rambut jahiliyah dan berkhitan. Menurut riwayat dari Abu Hurairah, diperintahkan berkhitan kalau masuk Islam. Riwayat ini dipertentangkan oleh banyak ulama akan kesahihannya. Itu semua antara lain  dasar-dasar hukum khitan, khususnya bagi pria, yang dapat pula secara umum juga untuk wanita.

Karena tidak tegasnya perintah itu, maka ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan. Menurut Syafi’i, hukum khitan wajib baik bagi pria maupun wanita. Menurut Malik, hukumnya sunat untuk laki-laki, sedang untuk wanita merupakan MAKRAMAH(kehormatan).

Menurut Mahmud Syatut, khitan (bagi wanita) tidak ada petunjuk dalil yang kuat, maka dikembalikan kepada positif dan negatifnya. Ditimbang dari kepositifannya dan kenegatifannya tidak dapat untuk menganjurkan apalagi mewajibkannya. Barangkali ini yang menjadi pertimbangan kita, mengingat dalil pelaksanaan khitan bagi wanita ini tidak begitu jelas. Selanjutnya karena khitan bagi wanita bukanlah suatu kewajiban, tentu wanita yang sampai dewasa ataupun wanita yang menyatakan Islam setelah dewasa tidak wajib khitan.

Sumber: Buku Tanya Jawab Agama Jilid II, Halaman 48-50

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker