default

Bolehkah Aurat Muslimah Dilihat Wanita Non-Muslim ?

 

Bolehkah wanita Islam memperlihatkan/ menampakkan perhiasannya kepada wanita non muslim?

Mohon pencerahannya, kalau anak saya masuk suatu sekolah umum yang terdiri dari beberapa agama serta menyediakan/ harus menginap dalam asrama sekolah, apabila anak perempuan saya membuka kain kudungnya atau menampakkan perhiasannya, padahal dalam kamar asramanya ada perempuan non muslim. Apakah anak perempuan saya berdosa?

Wassalaamu ‘alaikum Wr. Wb.

Jawaban:

Sebelum menjawab pertanyaan saudara, kami kutipkan lebih dahulu ayat-ayat al-Qur’an yang ada kaitannya dengan masalah aurat, antara lain ialah:

(قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ( ٣٠

Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. [QS. an-Nur (24): 30].

….وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ

Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan (menjaga) kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya, …  [QS. an-Nur (24): 31].

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٥٩

Artinya: Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. al-Ahzab (33): 59].

Penjelasan

Dua ayat dari surat an-Nur, yaitu ayat 30 dan 31, tergolong ayat Madaniyah, sebab seluruh ayat dari surat an-Nur adalah Madaniyah (al-Qasimi, 1978, XII: 107). Adapun asbabun-nuzul kedua ayat tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Ayat 30 surat an-Nur

Menurut riwayat yang ditakhrijkan oleh Ibnu Mardawaih dari Ali bin Abi Thalib r.a.; Pada masa Rasulullah saw ada seseorang berjalan di suatu jalan di Madinah, kemudian dia melihat seorang wanita dan wanita itu pun melihatnya, lalu syaitan pun mengganggu keduanya sehingga masing-masing melihatnya karena terpikat. Ketika laki-laki itu mendekati suatu tempat untuk mengintai wanita tersebut, hidungnya terbentur tembok hingga luka dan berdarah-darah. Lalu ia bersumpah demi Allah tidak akan membasuh darah itu sebelum bertemu Rasulullah saw dan menceritakan peristiwa tersebut. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Itu adalah balasan dosamu”. Kemudian turunlah ayat 30 surat an-Nur ini.

  1. Ayat 31 surat an-Nur

Menurut riwayat yang ditakhrijkan oleh Ibnu Katsir dari Muqatil Ibnu Hibban, dari Jabir Ibnu Abdillah al-Anshari, ia berkata: Saya menerima berita bahwa Jabir Ibnu Abdillah al-Anshari meriwayatkan bahwa Asma’ binti Martsad ketika berada di kebun kurma miliknya, datanglah beberapa orang wanita dengan tidak memakai pakaian yang rapi, sehingga tampak gelang kaki dan dada mereka. Maka berkatalah Asma’: “Ini tidak pantas”. Lalu turunlah ayat 31 surat an-Nur ini.

Ayat 30 ditujukan kepada kaum muslimin, sedangkan ayat 31 ditujukan kepada para mukminat. Sekalipun kedua ayat itu diiturunkan karena sebab tertentu, tetapi berlaku secara umum. Oleh karena itu larangan melihat atau menampakkan aurat ditujukan kepada semua orang, baik laki-laki maupun perempuan.

Kedua ayat tersebut dikuatkan juga oleh hadits Nabi Muhammad saw:

أنَّ أسْمَاءَ بِنْتَ أبي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلّم وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ، فأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلّم وقال: يا أسْمَاءُ إنَّ الْمَرْأةَ إذَا بَلَغَتِ المَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ لَها أنْ يُرَى مِنْهَا إلاَّ هذَا وَهذَا، وَأشَارَ إلى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

[رواه أبو داود عن عائشة]

Artinya: “Bahwa Asma’ binti Abu Bakar masuk ke rumah Rasulullah saw memakai baju yang tipis, kemudian beliau memalingkan pandangannya dari Asma’ dan berkata kepadanya: Hai Asma’, apabila perempuan sudah baligh, maka tidaklah pantas dilihat tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk kepada wajah dan kedua telapak tangannya” [HR. Abu Dawud dari Aisyah].

Hadits tersebut bukan hanya melarang menampakkan aurat, bahkan memakai pakaian tipis pun dilarang. Hadits tersebut juga memberikan pengertian bahwa yang dimaksudkan dengan aurat, ialah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.

Para ulama sepakat bahwa larangan itu menunjukkan kepada haram. Maka menampakkan sebagian aurat kepada laki-laki yang bukan mahram bagi seorang wanita adalah haram dan berdosa. Dan sebaliknya, orang laki-laki pun haram menampakkan sebagian auratnya kepada wanita yang bukan mahram baginya. Sebab aurat hanya diperbolehkan dilihat oleh suami/ istri saja.

Mengenai pertanyaan saudara, yakni hukum wanita muslim memperlihatkan aurat pada wanita non muslim, Imam al-Qurtubi (Jâmi Ahkam al-Qur’an; 12:233) mengatakan aurat wanita muslim tidak boleh dilihat oleh perempuan non muslim kecuali oleh ibunya sendiri meski ibunya tersebut seorang kafir/ musyrikah. Ibnu Juraij, Ubadah bin Nasa dan Hisyam al-Qari’ membenci seorang muslimah yang terbuka auratnya ketika menerima tamu seorang wanita nasrani. Sedangkan Ibnu Abbas berkata: “Haram bagi seorang muslimah terlihat auratnya oleh wanita-wanita Yahudi atau Nasrani, agar mereka tidak menceritakan (sifat) wanita muslimah tadi pada suami-suami wanita Yahudi atau Nasrani itu.”  Demikian halnya dengan Umar bin Khatab ra., ia pernah menulis surat pada Abu Ubaidah yang berisikan larangan wanita muslim bercampur dengan wanita kafir/ musyrikah dalam sebuah pemandian (hamam) atau mandi bersama.

Menurut hemat kami, pada prinsipnya aurat wanita muslim memang tidak boleh dilihat baik oleh wanita muslim maupun non muslim. Hal ini dimaksudkan agar tidak timbul fitnah. Namun demikian, terkait kasus yang saudara sampaikan, yakni wanita muslim yang tinggal bersama wanita non muslim di sebuah asrama, dapat dikategorikan sebagai keadaan dlarurat yang memungkinkan untuk meninggalkan prinsip di atas. Sekalipun begitu, bukan berarti bahwa wanita muslim bersangkutan dapat secara bebas membuka auratnya. Dia tetap harus berupaya semaksimal mungkin menutupi auratnya, untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. 

Wallahu a’lam bish-shawab. *sd-mr(tarjih.or.id)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker