default

Fatwa Tarjih Muhammadiyah : Bolehkah Infaq dipinjamkan

Harsono, NBM. 696569, SLTP Muhammadiyah 2 Nglipar Gunungkidul

Pertanyaan :

Pimpinan Cabang Muhammadiyah di tenpat kami telah mendirikan koperasi Muhammadiyah yang pada awalnya bergerak di bidang simpan pinjam, dengan menggunakan modal anggota. Sebagai ciri khas pertemuan bulanan dalam acara setelah pembukaan dilanjutkan dengan pengajian. Pada acara pengajian tersebut diadakan / digilirkan kotak infaq. Oleh pengurus hasil infaq tersebut ikut digulirkan (disimpan pinjamkan) kepada anggota.

Yang kami tanyakan:

  1. Bolehkah infaq tersebut ikut dipinjamkan kepada anggota koperasi, karena ada anggota koperasi yang menyatakan bahwa infaq itu tidak boleh kembali kepada yang berinfaq lagi. Mohon penjelasan.
  2. Bila ada Al-Qur’an atau Hadits yang melarang atau membolehkan, mohon dijelaskan.

Jawaban :

  1. Uang atau harta setelah diinfaqkan adalah menjadi milik yang menerima infaq. Dalam hal ini uang dari anggota koperasi setelah diinfaqkan menjadi milik koperasi yang menerima uang infaq tersebut. Dari pertanyaan yang saudara tulis, kami belum memperoleh kejelasan tentang tujuan dan kegunaan diadakan kotak infaq. Jika dalam pengadaan/penyelenggaraan pengumpulan dana melalui kotak infaq sudah ditentukan semenjak awal, misalnya untuk membantu pembangunan musholla sekolah, untuk membantu siswa yang tidak mampu, dan sebagainya, maka penggunaan uang infaq itu haruslah sesuai dengan tujuan semula. Dengan kata lain penyaluran dana infaq tersebut disesuaikan dengan niat para anggota dalam berinfaq, karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan sebuah amanah yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Allah berfirman:

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا (النساء:58)

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa`:58)

Perubahan penggunaan dana infaq untuk keperluan yang lain dari yang ditentukan semula, dapat dimungkinkan apabila ada persetujuan semua anggota koperasi atau karena ada kebutuhan yang sangat mendesak (darurat), misalkan dipinjamkan kepada anggota yang terkena musibah sakit dan harus dioperasi untuk menolong keselamatan jiwanya. Dalam kaidah fiqh disebutkan:

الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ اْلمَحْظُوْرَاتِ

Artinya: “Keadaan darurat membolehkan yang dilarang.”

Namun apabila dalam pengumpulan dana infaq tersebut tidak disebutkan secara tegas tujuannya atau hanya disebutkan untuk menambah kekayaan koperasi, maka penggunaan dana infaq tersebut lebih luwes (lentur/fleksibel). Boleh digunakan untuk apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan agama, termasuk tidak boleh penggunaan yang mubazir. Di antaranya dana infaq tersebut boleh dipinjamkan kepada anggota koperasi yang membutuhkan.

Tentang, apakah dengan cara peminjaman itu tidak berarti uang infaq kembali kepada yang berinfaq, dapat kami jelaskan bahwa uang infaq tersebut pemiliknya adalah koperasi – selaku badan hukum (asy-syakhshiyyah al-hukumiyyah), bukan lagi milik pribadi yang berinfaq. Pribadi yang meminjam tetap menanggung kewajiban untuk mengembalikan dan melunasi hutang (uang yang dipinjam) kepada koperasi selaku pemilik. Bahkan jika ada anggota yang sangat perlu untuk dibantu dan semua anggota sepakat untuk dibantu, tidak menutup kemungkinan dana infaq itu dapat dibantukan atau dishadaqahkan kepada anggota yang sangat memerlukan bantuan tersebut, tanpa pengembalian. Justru Islam sangat menganjurkan untuk tolong-menolong.

  1. Dalil yang secara khusus menunjukkan kepada kebolehan penggunaan dana infaq untuk dipinjamkan seperti yang kami kemukakan di atas, sejauh ini belum kami temukan. Dalil-dalil yang menurut hemat kami dapat dijadikan sandaran adalah dalil-dalil yang bersifat umum, tentang anjuran tolong-menolong dan anjuran memberi bantuan atau pinjaman kepada orang yang memerlukan, antara lain:
  2. Firman Allah :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ (المائدة:2)

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah:2).

  1. Hadits dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَ اللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم و أبو داود و الترمذي)

Artinya: “Barangsiapa yang melapangkan nafas orang Islam dari satu macam kesusahan di antara berbagai kesusahan di dunia, niscayalah Allah akan melapangkannya dari berbagai kesusahan pada hari kiamat. Barangsiapa yang memudahkan orang yang sedang mengalami kesukaran, niscaya Allah akan memudahkan kehidupannya di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutup cela (aib) orang islam, niscaya Allah akan menutup cela(kesalahan)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa akan menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya suka menolong saudaranya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi). *dw)

Sumber : Fatwa Tarjih Muhammadiyah 2004

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker