BeritadefaultIbadah

Kata Kunci Tazkiyatun Nafs Ala K.H. Ahmad Dahlan

KATA KUNCI TAZKIYATUN NAFS ALA K.H. AHMAD DAHLAN

Jika kita ingin lebih memahami tazkiyatun nafs ala K.H. Ahmad Dahlan maka kita dapat melihatnya melalui kata kunci yang melatarbelakanginya. Kata kunci tersebut adalah kegelisahan. Mengenai kegelisahan, kita dapat melihatnya dalam surat Al-Ma’arij ayat 19 – 23 yang artinya :

sungguh, manusia diciptakan suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah. Dan apabila dia dapat kebaikan (harta) dia jadi kikir. Kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat”

 Dalam Al-Qur’an ada empat jenis penyebutan untuk manusia. Pertama, Ibnu Adam. Sebutan pertama ini mengacu pada fakta bahwa kita semua sebagai manusia merupakan keturunan dari Nabi Adam AS. Kedua, basyar. Sebutan ini mengacu pada fisik manusia. Ketiga, an-naas. Sebutan tersebut berasal dari kata uns atau jinak yang berarti bahwa manusia merupakan makhluk yang jinak atau tidak buas dan karena jinak maka manusia suka bergaul. Keempat, al-insaan. Sebutan tersebut berasal dari kata nisyaan atau nasiya yang berarti lupa. Hal tersebut menunjukkan bahwa lupa merupakan bawaan sifat manusia.

Halu’a dalam ayat di atas memiliki arti berkeluh kesah atau gelisah. Halu’a sendiri memiliki dua makna yaitu gelisah karena ingin segera atau terburu-buru dan gelisah karena ingin tau berdasarkan hukum kausalitas dan bagaimana solusinya. Dalam kasus Kyai Dahlan, beliau gelisah karena keadaan sekitarnya, ingin mengetahui apa penyebabnya serta bagaimana solusi untuk memecahkan permasalahan di sekitarnya.

Kata kunci untuk memahami tazkiyatun nafs ala Kyai Dahlan ialah kegelisahan. Ada dua alasan mengapa kegelisahan ini terjadi. Pertama, beliau menyadari bahwa dirinya adalah keturunan ulama. Dalam sejarah diketahui bahwa beliau merupakan anak dari Khatib Amin Haji Abu Bakar bin K.H. Sulaiman yang menjadi pengurus makam. Sedangkan dari jalur ibu, beliau merupakan cucu dari K.H. Ibrahim yang merupakan penghulu besar keraton Yogyakarta. Beliau menyadari bagaimanapun juga beliau sudah terbingkai oleh keulamaan. Kedua, beliau terpanggil untuk mengambil peran sebagai ulama. Dengan kesadarannya sendiri beliau ingin menjadi seorang ulama. Saat beliau berumur 22 tahun setelah pulang haji pertama, beliau dilatih untuk mengisi kajian sorogan pada waktu dzuhur dan ba’da Isya.

Setelah mengetahui mengapa kegelisahan beliau terjadi, berikutnya adalah bagaimana wujud kegelisahannya. Kyai Hajid mengatakan bahwa ada papan tulis di dekat meja beliau yang bertuliskan arab yang memiliki arti :

“Wahai Dahlan, sesungguhnya bahaya yang menyusahkan dan lebih besar ada di depanmu. Dan berbagai perkara yang mengejutkan yang perlu dipecahkan ada di depanmu. Dan pasti kau akan menyaksikan hal yang demikian itu. Entah ada kalanya engkau selamat atau mungkin engkau akan binasa saat menghadapinya. Wahai Dahlan, bayangkanlah kira-kira dirimu itu waktu menghadap sendirian di hadapan Allah, sedangkan di tanganmu terjadi kematian, pertimbangan hari akhir, perhitungan amal dan surga neraka. Dan renungkanlah apa-apa yang mendekatimu dan apa yang akan terpampang di dekatmu”

Tulisan di atas merupakan benih keulamaan beliau menuju tazkiyatun nafs. Tulisan tersebut sangat menyuratkan pesan dan kritik untuk diri Kyai Dahlan. Pertama, masalah yang harus dihadapi dan dijawab di hari akhir lebih dahsyat daripada masalah di dunia bagaimanapun rumitnya. Kyai Dahlan tidak perlu khawatir akan rumitnya masalah dunia karena kerumitannya tidak ada apa-apanya dibandingkan di akhirat. Kedua, kematian adalah pemutus dalam mencari bekal di akhirat. Jangan terlena dan jangan merasa ahli surga karena sesungguhnya pencarian bekal akan terhenti saat kematian tiba. Ketiga, yang jauh mendekat dan yang dekat akan menjauh. Saat kematian tiba, kenikmatan-kenikmatan dunia akan menjauhi kita dan ujian-ujian di akhirat akan segera mendekat.

Efek dari kritik atas diri sendiri membawa kyai Dahlan menjadi ulama besar yang menerapkan tazkiyatun nafs. Ada beberapa manfaat yang beliau terima dari kritik atas diri di atas. Pertama, Kyai Dahlan sangat berhemat waktu, beramal saleh sebanyak-banyaknya dan memanfaatkan waktu yang sempit karena beliau menyadari bahwa karcis ke surga tidaklah murah. Kedua, sangat peka mencari tau apa yang terjadi pada umat islam berdasarkan perspektif hukum kausalitas. Ketiga, menjadi sosok yang dermawan dan rela berkorban untuk kepentingan umat. Dalam sebuah catatan beliau pernah menjual kursi tamu untuk membiayai gaji guru. [Tfk]

Tonton Selengkapnya :

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker