default

Fatwa Tarjih Muhammadiyah : Potongan Harga dan Arisan Lelang Motor

POTONGAN HARGA DAN ARISAN LELANG MOTOR

Penanya:

Pengurus Arisan Lelang Motor, Yogyakarta

 

Pertanyaan:

Kami selaku pengurus arisan lelang sepeda motor yang setiap bulan selalu membelanjakan sepeda motor segala merk minimal 4 unit kendaraan. Dan setiap belanja pihak dealer motor selalu memberikan potongan harga 2 (dua) macam, yaitu: satu macam potongan harga untuk anggota kami dan potongan harga lain untuk pengurus. Di antara pengurus terdapat beda pendapat tentang halal atau tidaknya uang tersebut. Yang menjadi pertanyaan kami:

  1. Bagaimana status hukumnya dalam Islam tentang potongan harga bagi pengurus tersebut?
  2. Dalam arisan kami, pemenang arisan sepeda motor diwajibkan membayar/mengeluarkan uang lelang yang besarnya tergantung dari penawaran lelang pada saat pembukaan arisan; dan uang itu dipergunakan untuk penambahan pembelian sepeda motor. Dalam hal ini apakah cara arisan lelang tersebut dapat dibenarkan dalam agama Islam?

Jawaban:

  1. Untuk menjawab pertanyaan nomor satu, perlu adanya kejelasan terlebih dahulu tentang kedudukan pengurus dalam perkumpulan arisan tersebut, yakni: apakah pengurus lelang motor diangkat atau ditunjuk atas dasar sukarela (tabarru‘) sebagai sebuah amal kebajikan mencari pahala di sisi Allah SWT, ataukah mereka diangkat atau ditunjuk dengan adanya upah tertentu sebagai uang jasa (ijaratul ‘amal)?

Jika pengurus arisan lelang motor diangkat atau ditunjuk untuk melakukan pekerjaan sebagai pengurus arisan sebagai sebuah amal sukarela (tabarru‘), mereka tidak boleh atau tidak berhak menerima upah atau pendapatan materiil apapun berkaitan dengan kegiatan mereka sebagai pengurus arisan lelang motor dari manapun sumbernya. Penerimaan upah atau pendapatan akan dapat mengurangi bahkan tidak menutup kemungkinan hilangnya nilai tabarru‘nya.

Jika pengurus arisan lelang motor itu diangkat atau ditunjuk untuk melakukan kegiatan lelang tersebut, memang semenjak awal disepakati dengan upah, maka harus jelas besarnya upah dan sumber dana yang digunakan untuk memberikan upah tersebut. Dan jika sumber dana tersebut secara jelas disebutkan bukan dari potongan dari dealer motor, maka pengurus tidak berhak menerima potongan yang diberikan oleh dealer tersebut. Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً مِنْ اْلأَسْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ اللُّتْبِيَّةِ قَالَ عَمْرٌو وَابْنُ أَبِي عُمَرَ عَلَى الصَّدَقَةِ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا لِي أُهْدِيَ لِي قَالَ فَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ مَا بَالُ عَامِلٍ أَبْعَثُهُ فَيَقُولُ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي أَفَلاَ قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ فِي بَيْتِ أُمِّهِ حَتَّى يَنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْهِ أَمْ لاَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَنَالُ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْهَا شَيْئًا إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةٌ لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةٌ تَيْعِرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَيْ إِبْطَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ مَرَّتَيْنِ. [رواه مسلم

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Sa‘idy, ia berkata: Rasulullah saw pernah mempekerjakan seseorang dari Bani al-Asad, yang dipanggil dengan Ibnu al-Lutbiyyah (‘Amr dan Ibnu Umar menyebutkan: yakni untuk menarik shadaqah/zakat). Setelah orang itu sampai kepada Rasulullah saw ia melaporkan: Bagian ini untukmu dan bagian yang ini adalah untukku yang dihadiahkan kepadaku. Ia mengatakan kemudian Rasulullah saw berdiri di atas mimbar, lalu bertahmid dan memuji Allah SWT, kemudian bersabda: Bagaimana ada pekerja yang saya utus kemudian mengatakan: Bagian ini untukmu dan bagian ini adalah dihadiahkan untukku. Apakah kalau ia duduk di rumah ayahnya atau di rumah ibunya, kemudian ada orang yang melihatnya, apakah ia akan memberikan hadiah kepadanya, ataukah tidak? Demi Dzat yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang di antara kamu akan memperoleh sesuatu pada hari kiamat kecuali pada tengkuknya memikul unta dengan bersuara, atau sapi dengan bersuara, atau kambing dengan suara khasnya. Kemudian beliau mengangkat dua tangannya sampai kami melihat ketiaknya. Lalu beliau bersabda: Ya Allah, bukankah hal itu telah kusampaikan kepadamu? Disebutkan dua kali.” [HR. Muslim].

Jika pengurus lelang motor diangkat atau ditunjuk untuk melaksanakan tugas arisan tersebut, memang semenjak awal tidak diberikan upah oleh anggota kecuali disepakati diberikan upah yang berupa potongan harga yang diberikan oleh dealer, menurut hemat kami kedudukan pengurus arisan lelang motor tersebut sebagai semacam broker atau simsar atau perantara. Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Sirin dan beberapa ulama yang lain membolehkan perantara dalam jual beli (Fiqhus-Sunnah, Juz III, halaman 141). Dasar dari kebolehannya ini adalah hadits Nabi saw yang menyatakan:

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ. [رواه أحمد وأبو داود والحاكم عن أبي هريرة

Artinya: “Orang-orang Islam terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim dari Abu Hurairah].

  1. Terhadap pertanyaan nomor 2, kami belum dapat memahami mekanisme pelelangan tersebut. Oleh karena itu kami belum dapat memberikan kepastian hukumnya. Namun secara umum akan kami sampaikan prinsip-prinsip dalam mu’amalah atau etika berbisnis dalam Islam, sebagai berikut:
    1. Asas-asas, yaitu:
      • At-Tauhid (keesaan Allah)
      • Al-Amanah (kepercayaan)
      • Ash-Shidq (kejujuran)
      • Al-‘Adalah (keadilan)
      • Al-Ibahah (kebolehan).
      • At-Ta‘awun (tolong-menolong)
      • Al-Maslahah (kemaslahatan).
      • At-Taradli (saling kerelaan).
      • Al-Akhlaq al-Karimah (kesopanan).
    2. Nilai-nilai dan Tolok Ukur
      • Tidak boleh ada gharar (spekulasi).
      • Tidak boleh ada jahalah (kesamaran) dan harus transparan.
      • Tidak boleh ada maisir (judi)
      • Tidak boleh ada kezhaliman (penindasan)
      • Tidak mengandung unsur riba.
      • Tidak boleh ada adl-dlarar (unsur yang membahayakan atau merugikan).
      • Tidak boleh ada kecurangan dan penipuan.
      • Tidak boleh berakibat ta’assuf (penyalahgunaan hak).
      • Tidak boleh ada monopoli dan konglomerasi
      • Obyek bisnis bukan sesuatu yang haram
      • Tidak boleh menelantarkan dan memubadzirkan harta.

Dengan prinsip-prinsip di atas, semoga dapat dijadikan pedoman dalam menentukan kepastian hukum dari persoalan yang saudara tanyakan. *dw)

Sumber : Fatwa Tarjih Muhammadiyah 2005

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker