BeritadefaultKhazanah

IMPLEMENTASI ISLAM SEBAGAI “THE WAY OF LIFE”

BUKU TUNTUNAN TABLIGH BAGIAN III PART III

  1. Islam dan Kebudayaan

Kebudayaan adalah manifestasi dan perwujudan segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia merupakan perwujudan dari ide, pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk tindakan dan karya. Karena itu, kebudayaan adalah sesuatu yang spesifik manusiawi.

Islam adalah agama Allah, ia bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sebagai agama Islam merupakan sumber nilai, yang sebagaimana dikemukakan di depan, akan memberi warna dan corak kebudayaan Islam. Karena itu kebudayaan Islam atau lebih tepat kebudayaan Islami bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam atau masyarakat Islam, tetapi kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islami, meskipun ia muncul dan timbul dari orang atau masyarakat yang non muslim. Artinya, suatu kebudayaan yang muncul di luar masyarakat Islam atau dicipta oleh orang di luar Islam, tetapi apabila dilihat dari kacamata Islam (al-Qur’an dan Sunnah) ia sesuai dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia dapat dikatakan sebagai kebudayaan Islam. Sebaliknya, meskipun kebudayaan itu muncul dari masyarakat Islam atau orang Islam, namun isinya berbeda bahkan bertentangan dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia bukanlah kebudayaan Islam. Dengan demikian, suatu kebudayaan dikatakan Islam atau tidak, tidak diukur apakah kebudayaan itu diciptakan/dimunculkan oleh orang atau masyarakat Islam atau non Islam, tetapi apakah kebudayaan itu sesuai dengan pesan-pesan atau nilai-nilai Islam atau tidak.

Atas dasar pengertian di atas, maka hakekat kebudayaan Islam adalah perwujudan pemikiran dan tindakan manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan sekaligus sebagai khalifah Allah. Atau aktualisasi dari hablun minallah dan hablun minannas, atau aktualisasi peribadatan manusia kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya.

Untuk mewujudkan kebudayaan yang demikian maka perlu dikembangkan pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, yang meliputi:

Pertama, bahwa hidup itu adalah untuk beribadah (QS. adz-Dzariyat: 56) dan melaksanakan fungsi kekhalifahan (QS. al-Baqarah: 30; al-Ahzab: 72; al-An’am: 165; Hud: 61).

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat 56)

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (al-Baqarah 30)

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (al-Ahzab 72)

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan meninggikan sebahagian atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-An’am 165)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Atas dasar pandangan ini, maka ide, pemikiran, gagasan dan tindakan manusia harus diarahkan untuk beribadah dan melaksanakan fungsi kekhalifahan. Dan untuk ini manusia muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk mewarnai kehidupan dunia ini dengan ajaran dan nilai-nilai Islami, guna mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.

Kedua, bahwa manusia secara keseluruhan itu merupakan satu kesatuan (ummatan wahidah) (QS. al-Baqarah: 213; al-Hujarat: 13).

Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (al-Baqarah 213)

Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujarat 13)

Bertolak dari dasar-dasar kemanusiaan yang diletakkan oleh al-Qur’an ini, maka harus ditumbuhkan dan dikembangkan nilai-nilai insani yang Islami yaitu persaudaraan (ukhuwah insaniyah), kerja sama (ta’awun), saling kenal-mengenal (ta’aruf), damai (ishlah), kasih sayang (rahmah), baik (ihsan), toleransi (tasamuh), dan pemaaf (afwun). Atas dasar nilai-nilai insani yang Islami di atas, maka dakwah Islam juga harus mengembangkan budaya persaudaraan, kerja sama, kenal-mengenal, perdamaian, kasih sayang, kebaikan, toleransi, keadilan, dan memaafkan kesalahan, sehingga dengan budaya yang demikian itu akan terwujud suatu masyarakat yang marhamah.

Ketiga, bahwa alam dengan segala isinya diciptakan untuk kepentingan manusia (QS. ar-Rahman: 5-13). Oleh sebab itu manusia harus memelihara alam (bumi dan lingkungannya) yang maha luas itu dengan baik (QS. Hud: 61; al-Baqarah: 11) karena sering terjadi, rusaknya lingkungan alam semesta itu akibat ulah manusia itu sendiri (QS. ar-Rum: 41).

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya. Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (ar-Rahman 5-13)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Dan bila dikatakan pada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (al-Baqarah 11)

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (ar-Rum 41)

Manusia harus memelihara alam, bahkan harus mengolah (memakmurkannya), sehingga alam ini dapat menjadi arena beramal dan arena melaksanakan fungsi kekhalifahan serta sebagai suatu nikmat yang harus selalu disyukuri. Pengolahan alam (termasuk bumi dengan segala isinya) harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga keselarasan alam sebagai tempat tinggal manusia tetap terpelihara dengan baik. Karena itu di dalam menikmati alam, tidak boleh berlebihan (misraf).

Atas dasar pandangan-pandangan (tentang hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan alam) di atas itulah manusia muslim harus membangun kebudayaannya.

Untuk membangun kebudayaan yang demikian itu, di samping pengembangan nilai-nilai insaniyah yang Islami, juga perlu dikembangkan nilai-nilai lain yang juga bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa hal yang pada masa sekarang ini perlu mendapat perhatian serius dari umat Islam ialah:

  1. Nilai waktu. Al-Qur’an memberikan penegasan akan pentingnya waktu. Manusia, sebagai makhluk budaya, akan selalu rugi apabila tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya (QS. al-‘Ashr: 1-3). Oleh sebab itu al-Qur’an memperingatkan agar manusia mukmin banyak melakukan amal kebajikan serta saling memberikan peringatan dengan sabar (bijaksana).

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (al-‘Ashr 1-3)

  1. Ilmu dan teknologi. Al-Qur’an menginformasikan kepada manusia bahwa orang-orang yang berilmu dan melandasi ilmunya dengan iman, maka derajat orang itu akan diangkat dalam derajat yang lebih tinggi daripada yang lain. Lebih dari itu al-Qur’an menyuruh memperhatikan (tubhsirun) kepada diri manusia sendiri (QS. adz-Dzariyat: 21), memikirkan fenomena alam (QS. Ali Imran: 190-191) dan tentunya kemudian harus mengadakan penelitian, sehingga dapat menemukan rahasia-rahasia dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (adz-Zariyat 21)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Ali Imran 190-191)

Pada hakekatnya seluruh sistem ilmu itu objek materialnya hanya dua, yaitu manusia dengan segala unsur dan aspeknya dan alam dengan kesatuan universumnya. Penelitian tentang manusia akan menghasilkan ilmu-ilmu sosial, kedokteran, psikologi, dan sebagainya, sementara penelitian tentang alam akan menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan alam dengan segala rangkaiannya. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap muslim untuk memenuhi seruan al-Qur’an.

  1. Etos kerja. Manusia adalah makhluk biologis yang penciptaannya terdiri dari unsur-unsur jasmaniah, unsur rohaniah (roh) serta akal pikiran, yang keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang utuh (QS. as-Sajadah: 7-9).

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (as-Sajadah 7-9)

Oleh karena itu untuk kelangsungan dan kesempurnaan hidupnya, manusia membutuhkan ‘konsumsi’ material, rohaniah dan akal. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, khususnya kebutuhan material, manusia perlu kerja, dan karenanya al-Qur’an memerintahkan agar manusia muslim selalu memperhatikan tentang kerja (QS. al-Jum’ah: 10; al-Qashash: 77).

Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (al-Jum’ah 10)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-Qashash 77)

Bahkan sesungguhnya dengan perintah-perintah zakat, haji, infak, jihad bil amwal, membantu anak yatim, membantu fakir miskin di sana tersirat perintah untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, untuk selanjutnya melaksanakan wa ahsin kama ahsanallahu ilaika (QS. al-Qashash: 77).

Oleh karena itu dakwah harus mampu menumbuhkan semangat kewiraswastaan (entrepreneurship) dikalangan umat Islam khususnya. Disamping itu perlu dijelaskan bahwa menurut Islam kerja apapun baik asal halal.

Masih banyak nilai-nilai qur’ani yang perlu digali umat Islam dalam rangka mewujudkan kebudayaan yang Islami. Hal-hal yang dikemukakan di atas setidaknya dapat merupakan langkah awal yang dirasa perlu segera diaktualkan.

Berdasarkan pandangan-pandangan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam (al-Qur’an dan Sunnah) itu, maka dakwah harus mampu mengembangkan nilai-nilai itu melalui pusat-pusat pengembangan budaya seperti kampus, masjid, perpustakaan, pusat-pusat penelitian, museum, bengkel seni, pusat musik, balai penerbitan, dan lain-lain.

Kampus dan masjid sudah banyak mendapat perhatian umat Islam. Akan tetapi yang lain-lain, seperti bengkel seni dan pusat musik masih kurang mendapat perhatian, bahkan ada yang seakan-akan tabu bagi umat Islam termasuk Muhammadiyah. Sebagai ilustrasi misalnya, banyak di kalangan kita yang ‘mengutuk’ film-film yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan juga nyanyian-nyanyian cengeng dengan alasan bermacam-macam dan meminta kepada pemerintah untuk melarangnya. Namun bisaanya ‘himbauan’ itu tidak akan banyak diperhatikan, dan film-film serta nyanyian-nyanyian yang dikutuk itu tetap jalan terus. Mengapa hal yang demikian dapat terjadi?

Pertama, masyarakat membutuhkan hiburan, dan mereka orang-orang sekular itu yang punya perusahaan yang mampu memproduksi film-film dan nyanyian-nyanyian yang diperlukan oleh masyarakat. Kedua, Pemerintah memerlukan dana, dan usaha-usaha semacam itulah yang dapat mendatangkan dana yang berupa pajak. Ketiga, kita membutuhkan lapangan kerja untuk memberikan pekerjaan kepada para pencari kerja. Dan usaha-usaha semacam itulah yang antara lain mampu menyediakan lapangan kerja.

Oleh karena itu wajar kalau ‘kutukan’ dan ‘himbauan’ di atas kurang mendapat tanggapan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, tanpa mengurangi nahi munkar kita tersebut, sudah menjadi kebutuhan yang mendesak agar umat Islam, khususnya lembaga-lembaga dakwah untuk memperhatikan atau memiliki bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian bahkan kalau mungkin mendirikan akademi atau institut seni. Dengan adanya bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian, dan institut seni itu, masalah kebudayaan dan kesenian akan tertangani. Diharapkan dari semuanya itu kelak akan lahir seniman dan musisi muslim yang mampu mencipta seni, film, dan lagu-lagu yang bernafaskan Islam yang mampu menumbuhkan rasa iman, dan bukan seni, film dan lagu-lagu yang membangkitkan selera rendah.

Sejarah telah membuktikan, betapa efektifnya dakwah melalui seni, sehingga masyarakat Indonesia (khususnya Jawa) yang dulu sebagian besar memeluk agama Hindu, Budha atau kepercayaan lokal, dengan dakwah lewat media seni pewayangan berbalik menjadi Islam meskipun tingkat keislamannya masih rendah. Tetapi dengan mereka mau mengaku Islam itu saja sudah merupakan hal yang istimewa.

Kesimpulannya, untuk keberhasilan dakwah di masa mendatang, umat Islam termasuk Muhammadiyah, harus meningkatkan dakwah dengan melakukan amal usaha yang lebih komprehensif, lebih menyeluruh dan lebih menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kampus, masjid, perpustakaan, pusat penelitian, penerbitan, bengkel seni, pusat pagelaran seni, pusat musik harus mendapat perhatian secara wajar dan seimbang, kaena satu sama lain merupakan jalinan dari suatu sistem pengembangan kebudayaan Islam secara utuh dan kaffah.

  1. Islam dan Kebudayaan

Kebudayaan adalah manifestasi dan perwujudan segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia merupakan perwujudan dari ide, pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk tindakan dan karya. Karena itu, kebudayaan adalah sesuatu yang spesifik manusiawi.

Islam adalah agama Allah, ia bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sebagai agama Islam merupakan sumber nilai, yang sebagaimana dikemukakan di depan, akan memberi warna dan corak kebudayaan Islam. Karena itu kebudayaan Islam atau lebih tepat kebudayaan Islami bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam atau masyarakat Islam, tetapi kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islami, meskipun ia muncul dan timbul dari orang atau masyarakat yang non muslim. Artinya, suatu kebudayaan yang muncul di luar masyarakat Islam atau dicipta oleh orang di luar Islam, tetapi apabila dilihat dari kacamata Islam (al-Qur’an dan Sunnah) ia sesuai dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia dapat dikatakan sebagai kebudayaan Islam. Sebaliknya, meskipun kebudayaan itu muncul dari masyarakat Islam atau orang Islam, namun isinya berbeda bahkan bertentangan dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia bukanlah kebudayaan Islam. Dengan demikian, suatu kebudayaan dikatakan Islam atau tidak, tidak diukur apakah kebudayaan itu diciptakan/dimunculkan oleh orang atau masyarakat Islam atau non Islam, tetapi apakah kebudayaan itu sesuai dengan pesan-pesan atau nilai-nilai Islam atau tidak.

Atas dasar pengertian di atas, maka hakekat kebudayaan Islam adalah perwujudan pemikiran dan tindakan manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan sekaligus sebagai khalifah Allah. Atau aktualisasi dari hablun minallah dan hablun minannas, atau aktualisasi peribadatan manusia kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya.

Untuk mewujudkan kebudayaan yang demikian maka perlu dikembangkan pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, yang meliputi:

Pertama, bahwa hidup itu adalah untuk beribadah (QS. adz-Dzariyat: 56) dan melaksanakan fungsi kekhalifahan (QS. al-Baqarah: 30; al-Ahzab: 72; al-An’am: 165; Hud: 61).

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat 56)

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (al-Baqarah 30)

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (al-Ahzab 72)

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan meninggikan sebahagian atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-An’am 165)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Atas dasar pandangan ini, maka ide, pemikiran, gagasan dan tindakan manusia harus diarahkan untuk beribadah dan melaksanakan fungsi kekhalifahan. Dan untuk ini manusia muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk mewarnai kehidupan dunia ini dengan ajaran dan nilai-nilai Islami, guna mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.

Kedua, bahwa manusia secara keseluruhan itu merupakan satu kesatuan (ummatan wahidah) (QS. al-Baqarah: 213; al-Hujarat: 13).

Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (al-Baqarah 213)

Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujarat 13)

Bertolak dari dasar-dasar kemanusiaan yang diletakkan oleh al-Qur’an ini, maka harus ditumbuhkan dan dikembangkan nilai-nilai insani yang Islami yaitu persaudaraan (ukhuwah insaniyah), kerja sama (ta’awun), saling kenal-mengenal (ta’aruf), damai (ishlah), kasih sayang (rahmah), baik (ihsan), toleransi (tasamuh), dan pemaaf (afwun). Atas dasar nilai-nilai insani yang Islami di atas, maka dakwah Islam juga harus mengembangkan budaya persaudaraan, kerja sama, kenal-mengenal, perdamaian, kasih sayang, kebaikan, toleransi, keadilan, dan memaafkan kesalahan, sehingga dengan budaya yang demikian itu akan terwujud suatu masyarakat yang marhamah.

Ketiga, bahwa alam dengan segala isinya diciptakan untuk kepentingan manusia (QS. ar-Rahman: 5-13). Oleh sebab itu manusia harus memelihara alam (bumi dan lingkungannya) yang maha luas itu dengan baik (QS. Hud: 61; al-Baqarah: 11) karena sering terjadi, rusaknya lingkungan alam semesta itu akibat ulah manusia itu sendiri (QS. ar-Rum: 41).

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya. Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (ar-Rahman 5-13)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Dan bila dikatakan pada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (al-Baqarah 11)

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (ar-Rum 41)

Manusia harus memelihara alam, bahkan harus mengolah (memakmurkannya), sehingga alam ini dapat menjadi arena beramal dan arena melaksanakan fungsi kekhalifahan serta sebagai suatu nikmat yang harus selalu disyukuri. Pengolahan alam (termasuk bumi dengan segala isinya) harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga keselarasan alam sebagai tempat tinggal manusia tetap terpelihara dengan baik. Karena itu di dalam menikmati alam, tidak boleh berlebihan (misraf).

Atas dasar pandangan-pandangan (tentang hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan alam) di atas itulah manusia muslim harus membangun kebudayaannya.

Untuk membangun kebudayaan yang demikian itu, di samping pengembangan nilai-nilai insaniyah yang Islami, juga perlu dikembangkan nilai-nilai lain yang juga bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa hal yang pada masa sekarang ini perlu mendapat perhatian serius dari umat Islam ialah:

  1. Nilai waktu. Al-Qur’an memberikan penegasan akan pentingnya waktu. Manusia, sebagai makhluk budaya, akan selalu rugi apabila tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya (QS. al-‘Ashr: 1-3). Oleh sebab itu al-Qur’an memperingatkan agar manusia mukmin banyak melakukan amal kebajikan serta saling memberikan peringatan dengan sabar (bijaksana).

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (al-‘Ashr 1-3)

  1. Ilmu dan teknologi. Al-Qur’an menginformasikan kepada manusia bahwa orang-orang yang berilmu dan melandasi ilmunya dengan iman, maka derajat orang itu akan diangkat dalam derajat yang lebih tinggi daripada yang lain. Lebih dari itu al-Qur’an menyuruh memperhatikan (tubhsirun) kepada diri manusia sendiri (QS. adz-Dzariyat: 21), memikirkan fenomena alam (QS. Ali Imran: 190-191) dan tentunya kemudian harus mengadakan penelitian, sehingga dapat menemukan rahasia-rahasia dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (adz-Zariyat 21)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Ali Imran 190-191)

Pada hakekatnya seluruh sistem ilmu itu objek materialnya hanya dua, yaitu manusia dengan segala unsur dan aspeknya dan alam dengan kesatuan universumnya. Penelitian tentang manusia akan menghasilkan ilmu-ilmu sosial, kedokteran, psikologi, dan sebagainya, sementara penelitian tentang alam akan menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan alam dengan segala rangkaiannya. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap muslim untuk memenuhi seruan al-Qur’an.

  1. Etos kerja. Manusia adalah makhluk biologis yang penciptaannya terdiri dari unsur-unsur jasmaniah, unsur rohaniah (roh) serta akal pikiran, yang keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang utuh (QS. as-Sajadah: 7-9).

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (as-Sajadah 7-9)

Oleh karena itu untuk kelangsungan dan kesempurnaan hidupnya, manusia membutuhkan ‘konsumsi’ material, rohaniah dan akal. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, khususnya kebutuhan material, manusia perlu kerja, dan karenanya al-Qur’an memerintahkan agar manusia muslim selalu memperhatikan tentang kerja (QS. al-Jum’ah: 10; al-Qashash: 77).

Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (al-Jum’ah 10)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-Qashash 77)

Bahkan sesungguhnya dengan perintah-perintah zakat, haji, infak, jihad bil amwal, membantu anak yatim, membantu fakir miskin di sana tersirat perintah untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, untuk selanjutnya melaksanakan wa ahsin kama ahsanallahu ilaika (QS. al-Qashash: 77).

Oleh karena itu dakwah harus mampu menumbuhkan semangat kewiraswastaan (entrepreneurship) dikalangan umat Islam khususnya. Disamping itu perlu dijelaskan bahwa menurut Islam kerja apapun baik asal halal.

Masih banyak nilai-nilai qur’ani yang perlu digali umat Islam dalam rangka mewujudkan kebudayaan yang Islami. Hal-hal yang dikemukakan di atas setidaknya dapat merupakan langkah awal yang dirasa perlu segera diaktualkan.

Berdasarkan pandangan-pandangan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam (al-Qur’an dan Sunnah) itu, maka dakwah harus mampu mengembangkan nilai-nilai itu melalui pusat-pusat pengembangan budaya seperti kampus, masjid, perpustakaan, pusat-pusat penelitian, museum, bengkel seni, pusat musik, balai penerbitan, dan lain-lain.

Kampus dan masjid sudah banyak mendapat perhatian umat Islam. Akan tetapi yang lain-lain, seperti bengkel seni dan pusat musik masih kurang mendapat perhatian, bahkan ada yang seakan-akan tabu bagi umat Islam termasuk Muhammadiyah. Sebagai ilustrasi misalnya, banyak di kalangan kita yang ‘mengutuk’ film-film yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan juga nyanyian-nyanyian cengeng dengan alasan bermacam-macam dan meminta kepada pemerintah untuk melarangnya. Namun bisaanya ‘himbauan’ itu tidak akan banyak diperhatikan, dan film-film serta nyanyian-nyanyian yang dikutuk itu tetap jalan terus. Mengapa hal yang demikian dapat terjadi?

Pertama, masyarakat membutuhkan hiburan, dan mereka orang-orang sekular itu yang punya perusahaan yang mampu memproduksi film-film dan nyanyian-nyanyian yang diperlukan oleh masyarakat. Kedua, Pemerintah memerlukan dana, dan usaha-usaha semacam itulah yang dapat mendatangkan dana yang berupa pajak. Ketiga, kita membutuhkan lapangan kerja untuk memberikan pekerjaan kepada para pencari kerja. Dan usaha-usaha semacam itulah yang antara lain mampu menyediakan lapangan kerja.

Oleh karena itu wajar kalau ‘kutukan’ dan ‘himbauan’ di atas kurang mendapat tanggapan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, tanpa mengurangi nahi munkar kita tersebut, sudah menjadi kebutuhan yang mendesak agar umat Islam, khususnya lembaga-lembaga dakwah untuk memperhatikan atau memiliki bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian bahkan kalau mungkin mendirikan akademi atau institut seni. Dengan adanya bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian, dan institut seni itu, masalah kebudayaan dan kesenian akan tertangani. Diharapkan dari semuanya itu kelak akan lahir seniman dan musisi muslim yang mampu mencipta seni, film, dan lagu-lagu yang bernafaskan Islam yang mampu menumbuhkan rasa iman, dan bukan seni, film dan lagu-lagu yang membangkitkan selera rendah.

Sejarah telah membuktikan, betapa efektifnya dakwah melalui seni, sehingga masyarakat Indonesia (khususnya Jawa) yang dulu sebagian besar memeluk agama Hindu, Budha atau kepercayaan lokal, dengan dakwah lewat media seni pewayangan berbalik menjadi Islam meskipun tingkat keislamannya masih rendah. Tetapi dengan mereka mau mengaku Islam itu saja sudah merupakan hal yang istimewa.

Kesimpulannya, untuk keberhasilan dakwah di masa mendatang, umat Islam termasuk Muhammadiyah, harus meningkatkan dakwah dengan melakukan amal usaha yang lebih komprehensif, lebih menyeluruh dan lebih menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kampus, masjid, perpustakaan, pusat penelitian, penerbitan, bengkel seni, pusat pagelaran seni, pusat musik harus mendapat perhatian secara wajar dan seimbang, kaena satu sama lain merupakan jalinan dari suatu sistem pengembangan kebudayaan Islam secara utuh dan kaffah.

  1. Islam dan Kebudayaan

Kebudayaan adalah manifestasi dan perwujudan segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia merupakan perwujudan dari ide, pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk tindakan dan karya. Karena itu, kebudayaan adalah sesuatu yang spesifik manusiawi.

Islam adalah agama Allah, ia bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sebagai agama Islam merupakan sumber nilai, yang sebagaimana dikemukakan di depan, akan memberi warna dan corak kebudayaan Islam. Karena itu kebudayaan Islam atau lebih tepat kebudayaan Islami bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam atau masyarakat Islam, tetapi kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islami, meskipun ia muncul dan timbul dari orang atau masyarakat yang non muslim. Artinya, suatu kebudayaan yang muncul di luar masyarakat Islam atau dicipta oleh orang di luar Islam, tetapi apabila dilihat dari kacamata Islam (al-Qur’an dan Sunnah) ia sesuai dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia dapat dikatakan sebagai kebudayaan Islam. Sebaliknya, meskipun kebudayaan itu muncul dari masyarakat Islam atau orang Islam, namun isinya berbeda bahkan bertentangan dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia bukanlah kebudayaan Islam. Dengan demikian, suatu kebudayaan dikatakan Islam atau tidak, tidak diukur apakah kebudayaan itu diciptakan/dimunculkan oleh orang atau masyarakat Islam atau non Islam, tetapi apakah kebudayaan itu sesuai dengan pesan-pesan atau nilai-nilai Islam atau tidak.

Atas dasar pengertian di atas, maka hakekat kebudayaan Islam adalah perwujudan pemikiran dan tindakan manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan sekaligus sebagai khalifah Allah. Atau aktualisasi dari hablun minallah dan hablun minannas, atau aktualisasi peribadatan manusia kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya.

Untuk mewujudkan kebudayaan yang demikian maka perlu dikembangkan pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, yang meliputi:

Pertama, bahwa hidup itu adalah untuk beribadah (QS. adz-Dzariyat: 56) dan melaksanakan fungsi kekhalifahan (QS. al-Baqarah: 30; al-Ahzab: 72; al-An’am: 165; Hud: 61).

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat 56)

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (al-Baqarah 30)

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (al-Ahzab 72)

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan meninggikan sebahagian atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-An’am 165)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Atas dasar pandangan ini, maka ide, pemikiran, gagasan dan tindakan manusia harus diarahkan untuk beribadah dan melaksanakan fungsi kekhalifahan. Dan untuk ini manusia muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk mewarnai kehidupan dunia ini dengan ajaran dan nilai-nilai Islami, guna mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.

Kedua, bahwa manusia secara keseluruhan itu merupakan satu kesatuan (ummatan wahidah) (QS. al-Baqarah: 213; al-Hujarat: 13).

Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (al-Baqarah 213)

Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujarat 13)

Bertolak dari dasar-dasar kemanusiaan yang diletakkan oleh al-Qur’an ini, maka harus ditumbuhkan dan dikembangkan nilai-nilai insani yang Islami yaitu persaudaraan (ukhuwah insaniyah), kerja sama (ta’awun), saling kenal-mengenal (ta’aruf), damai (ishlah), kasih sayang (rahmah), baik (ihsan), toleransi (tasamuh), dan pemaaf (afwun). Atas dasar nilai-nilai insani yang Islami di atas, maka dakwah Islam juga harus mengembangkan budaya persaudaraan, kerja sama, kenal-mengenal, perdamaian, kasih sayang, kebaikan, toleransi, keadilan, dan memaafkan kesalahan, sehingga dengan budaya yang demikian itu akan terwujud suatu masyarakat yang marhamah.

Ketiga, bahwa alam dengan segala isinya diciptakan untuk kepentingan manusia (QS. ar-Rahman: 5-13). Oleh sebab itu manusia harus memelihara alam (bumi dan lingkungannya) yang maha luas itu dengan baik (QS. Hud: 61; al-Baqarah: 11) karena sering terjadi, rusaknya lingkungan alam semesta itu akibat ulah manusia itu sendiri (QS. ar-Rum: 41).

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya. Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (ar-Rahman 5-13)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Dan bila dikatakan pada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (al-Baqarah 11)

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (ar-Rum 41)

Manusia harus memelihara alam, bahkan harus mengolah (memakmurkannya), sehingga alam ini dapat menjadi arena beramal dan arena melaksanakan fungsi kekhalifahan serta sebagai suatu nikmat yang harus selalu disyukuri. Pengolahan alam (termasuk bumi dengan segala isinya) harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga keselarasan alam sebagai tempat tinggal manusia tetap terpelihara dengan baik. Karena itu di dalam menikmati alam, tidak boleh berlebihan (misraf).

Atas dasar pandangan-pandangan (tentang hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan alam) di atas itulah manusia muslim harus membangun kebudayaannya.

Untuk membangun kebudayaan yang demikian itu, di samping pengembangan nilai-nilai insaniyah yang Islami, juga perlu dikembangkan nilai-nilai lain yang juga bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa hal yang pada masa sekarang ini perlu mendapat perhatian serius dari umat Islam ialah:

  1. Nilai waktu. Al-Qur’an memberikan penegasan akan pentingnya waktu. Manusia, sebagai makhluk budaya, akan selalu rugi apabila tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya (QS. al-‘Ashr: 1-3). Oleh sebab itu al-Qur’an memperingatkan agar manusia mukmin banyak melakukan amal kebajikan serta saling memberikan peringatan dengan sabar (bijaksana).

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (al-‘Ashr 1-3)

  1. Ilmu dan teknologi. Al-Qur’an menginformasikan kepada manusia bahwa orang-orang yang berilmu dan melandasi ilmunya dengan iman, maka derajat orang itu akan diangkat dalam derajat yang lebih tinggi daripada yang lain. Lebih dari itu al-Qur’an menyuruh memperhatikan (tubhsirun) kepada diri manusia sendiri (QS. adz-Dzariyat: 21), memikirkan fenomena alam (QS. Ali Imran: 190-191) dan tentunya kemudian harus mengadakan penelitian, sehingga dapat menemukan rahasia-rahasia dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (adz-Zariyat 21)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Ali Imran 190-191)

Pada hakekatnya seluruh sistem ilmu itu objek materialnya hanya dua, yaitu manusia dengan segala unsur dan aspeknya dan alam dengan kesatuan universumnya. Penelitian tentang manusia akan menghasilkan ilmu-ilmu sosial, kedokteran, psikologi, dan sebagainya, sementara penelitian tentang alam akan menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan alam dengan segala rangkaiannya. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap muslim untuk memenuhi seruan al-Qur’an.

  1. Etos kerja. Manusia adalah makhluk biologis yang penciptaannya terdiri dari unsur-unsur jasmaniah, unsur rohaniah (roh) serta akal pikiran, yang keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang utuh (QS. as-Sajadah: 7-9).

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (as-Sajadah 7-9)

Oleh karena itu untuk kelangsungan dan kesempurnaan hidupnya, manusia membutuhkan ‘konsumsi’ material, rohaniah dan akal. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, khususnya kebutuhan material, manusia perlu kerja, dan karenanya al-Qur’an memerintahkan agar manusia muslim selalu memperhatikan tentang kerja (QS. al-Jum’ah: 10; al-Qashash: 77).

Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (al-Jum’ah 10)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-Qashash 77)

Bahkan sesungguhnya dengan perintah-perintah zakat, haji, infak, jihad bil amwal, membantu anak yatim, membantu fakir miskin di sana tersirat perintah untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, untuk selanjutnya melaksanakan wa ahsin kama ahsanallahu ilaika (QS. al-Qashash: 77).

Oleh karena itu dakwah harus mampu menumbuhkan semangat kewiraswastaan (entrepreneurship) dikalangan umat Islam khususnya. Disamping itu perlu dijelaskan bahwa menurut Islam kerja apapun baik asal halal.

Masih banyak nilai-nilai qur’ani yang perlu digali umat Islam dalam rangka mewujudkan kebudayaan yang Islami. Hal-hal yang dikemukakan di atas setidaknya dapat merupakan langkah awal yang dirasa perlu segera diaktualkan.

Berdasarkan pandangan-pandangan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam (al-Qur’an dan Sunnah) itu, maka dakwah harus mampu mengembangkan nilai-nilai itu melalui pusat-pusat pengembangan budaya seperti kampus, masjid, perpustakaan, pusat-pusat penelitian, museum, bengkel seni, pusat musik, balai penerbitan, dan lain-lain.

Kampus dan masjid sudah banyak mendapat perhatian umat Islam. Akan tetapi yang lain-lain, seperti bengkel seni dan pusat musik masih kurang mendapat perhatian, bahkan ada yang seakan-akan tabu bagi umat Islam termasuk Muhammadiyah. Sebagai ilustrasi misalnya, banyak di kalangan kita yang ‘mengutuk’ film-film yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan juga nyanyian-nyanyian cengeng dengan alasan bermacam-macam dan meminta kepada pemerintah untuk melarangnya. Namun bisaanya ‘himbauan’ itu tidak akan banyak diperhatikan, dan film-film serta nyanyian-nyanyian yang dikutuk itu tetap jalan terus. Mengapa hal yang demikian dapat terjadi?

Pertama, masyarakat membutuhkan hiburan, dan mereka orang-orang sekular itu yang punya perusahaan yang mampu memproduksi film-film dan nyanyian-nyanyian yang diperlukan oleh masyarakat. Kedua, Pemerintah memerlukan dana, dan usaha-usaha semacam itulah yang dapat mendatangkan dana yang berupa pajak. Ketiga, kita membutuhkan lapangan kerja untuk memberikan pekerjaan kepada para pencari kerja. Dan usaha-usaha semacam itulah yang antara lain mampu menyediakan lapangan kerja.

Oleh karena itu wajar kalau ‘kutukan’ dan ‘himbauan’ di atas kurang mendapat tanggapan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, tanpa mengurangi nahi munkar kita tersebut, sudah menjadi kebutuhan yang mendesak agar umat Islam, khususnya lembaga-lembaga dakwah untuk memperhatikan atau memiliki bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian bahkan kalau mungkin mendirikan akademi atau institut seni. Dengan adanya bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian, dan institut seni itu, masalah kebudayaan dan kesenian akan tertangani. Diharapkan dari semuanya itu kelak akan lahir seniman dan musisi muslim yang mampu mencipta seni, film, dan lagu-lagu yang bernafaskan Islam yang mampu menumbuhkan rasa iman, dan bukan seni, film dan lagu-lagu yang membangkitkan selera rendah.

Sejarah telah membuktikan, betapa efektifnya dakwah melalui seni, sehingga masyarakat Indonesia (khususnya Jawa) yang dulu sebagian besar memeluk agama Hindu, Budha atau kepercayaan lokal, dengan dakwah lewat media seni pewayangan berbalik menjadi Islam meskipun tingkat keislamannya masih rendah. Tetapi dengan mereka mau mengaku Islam itu saja sudah merupakan hal yang istimewa.

Kesimpulannya, untuk keberhasilan dakwah di masa mendatang, umat Islam termasuk Muhammadiyah, harus meningkatkan dakwah dengan melakukan amal usaha yang lebih komprehensif, lebih menyeluruh dan lebih menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kampus, masjid, perpustakaan, pusat penelitian, penerbitan, bengkel seni, pusat pagelaran seni, pusat musik harus mendapat perhatian secara wajar dan seimbang, kaena satu sama lain merupakan jalinan dari suatu sistem pengembangan kebudayaan Islam secara utuh dan kaffah.

  1. Islam dan Kebudayaan

Kebudayaan adalah manifestasi dan perwujudan segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia merupakan perwujudan dari ide, pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk tindakan dan karya. Karena itu, kebudayaan adalah sesuatu yang spesifik manusiawi.

Islam adalah agama Allah, ia bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sebagai agama Islam merupakan sumber nilai, yang sebagaimana dikemukakan di depan, akan memberi warna dan corak kebudayaan Islam. Karena itu kebudayaan Islam atau lebih tepat kebudayaan Islami bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam atau masyarakat Islam, tetapi kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islami, meskipun ia muncul dan timbul dari orang atau masyarakat yang non muslim. Artinya, suatu kebudayaan yang muncul di luar masyarakat Islam atau dicipta oleh orang di luar Islam, tetapi apabila dilihat dari kacamata Islam (al-Qur’an dan Sunnah) ia sesuai dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia dapat dikatakan sebagai kebudayaan Islam. Sebaliknya, meskipun kebudayaan itu muncul dari masyarakat Islam atau orang Islam, namun isinya berbeda bahkan bertentangan dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia bukanlah kebudayaan Islam. Dengan demikian, suatu kebudayaan dikatakan Islam atau tidak, tidak diukur apakah kebudayaan itu diciptakan/dimunculkan oleh orang atau masyarakat Islam atau non Islam, tetapi apakah kebudayaan itu sesuai dengan pesan-pesan atau nilai-nilai Islam atau tidak.

Atas dasar pengertian di atas, maka hakekat kebudayaan Islam adalah perwujudan pemikiran dan tindakan manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan sekaligus sebagai khalifah Allah. Atau aktualisasi dari hablun minallah dan hablun minannas, atau aktualisasi peribadatan manusia kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya.

Untuk mewujudkan kebudayaan yang demikian maka perlu dikembangkan pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, yang meliputi:

Pertama, bahwa hidup itu adalah untuk beribadah (QS. adz-Dzariyat: 56) dan melaksanakan fungsi kekhalifahan (QS. al-Baqarah: 30; al-Ahzab: 72; al-An’am: 165; Hud: 61).

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat 56)

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (al-Baqarah 30)

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (al-Ahzab 72)

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan meninggikan sebahagian atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-An’am 165)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Atas dasar pandangan ini, maka ide, pemikiran, gagasan dan tindakan manusia harus diarahkan untuk beribadah dan melaksanakan fungsi kekhalifahan. Dan untuk ini manusia muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk mewarnai kehidupan dunia ini dengan ajaran dan nilai-nilai Islami, guna mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.

Kedua, bahwa manusia secara keseluruhan itu merupakan satu kesatuan (ummatan wahidah) (QS. al-Baqarah: 213; al-Hujarat: 13).

Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (al-Baqarah 213)

Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujarat 13)

Bertolak dari dasar-dasar kemanusiaan yang diletakkan oleh al-Qur’an ini, maka harus ditumbuhkan dan dikembangkan nilai-nilai insani yang Islami yaitu persaudaraan (ukhuwah insaniyah), kerja sama (ta’awun), saling kenal-mengenal (ta’aruf), damai (ishlah), kasih sayang (rahmah), baik (ihsan), toleransi (tasamuh), dan pemaaf (afwun). Atas dasar nilai-nilai insani yang Islami di atas, maka dakwah Islam juga harus mengembangkan budaya persaudaraan, kerja sama, kenal-mengenal, perdamaian, kasih sayang, kebaikan, toleransi, keadilan, dan memaafkan kesalahan, sehingga dengan budaya yang demikian itu akan terwujud suatu masyarakat yang marhamah.

Ketiga, bahwa alam dengan segala isinya diciptakan untuk kepentingan manusia (QS. ar-Rahman: 5-13). Oleh sebab itu manusia harus memelihara alam (bumi dan lingkungannya) yang maha luas itu dengan baik (QS. Hud: 61; al-Baqarah: 11) karena sering terjadi, rusaknya lingkungan alam semesta itu akibat ulah manusia itu sendiri (QS. ar-Rum: 41).

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya. Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (ar-Rahman 5-13)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Dan bila dikatakan pada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (al-Baqarah 11)

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (ar-Rum 41)

Manusia harus memelihara alam, bahkan harus mengolah (memakmurkannya), sehingga alam ini dapat menjadi arena beramal dan arena melaksanakan fungsi kekhalifahan serta sebagai suatu nikmat yang harus selalu disyukuri. Pengolahan alam (termasuk bumi dengan segala isinya) harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga keselarasan alam sebagai tempat tinggal manusia tetap terpelihara dengan baik. Karena itu di dalam menikmati alam, tidak boleh berlebihan (misraf).

Atas dasar pandangan-pandangan (tentang hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan alam) di atas itulah manusia muslim harus membangun kebudayaannya.

Untuk membangun kebudayaan yang demikian itu, di samping pengembangan nilai-nilai insaniyah yang Islami, juga perlu dikembangkan nilai-nilai lain yang juga bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa hal yang pada masa sekarang ini perlu mendapat perhatian serius dari umat Islam ialah:

  1. Nilai waktu. Al-Qur’an memberikan penegasan akan pentingnya waktu. Manusia, sebagai makhluk budaya, akan selalu rugi apabila tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya (QS. al-‘Ashr: 1-3). Oleh sebab itu al-Qur’an memperingatkan agar manusia mukmin banyak melakukan amal kebajikan serta saling memberikan peringatan dengan sabar (bijaksana).

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (al-‘Ashr 1-3)

  1. Ilmu dan teknologi. Al-Qur’an menginformasikan kepada manusia bahwa orang-orang yang berilmu dan melandasi ilmunya dengan iman, maka derajat orang itu akan diangkat dalam derajat yang lebih tinggi daripada yang lain. Lebih dari itu al-Qur’an menyuruh memperhatikan (tubhsirun) kepada diri manusia sendiri (QS. adz-Dzariyat: 21), memikirkan fenomena alam (QS. Ali Imran: 190-191) dan tentunya kemudian harus mengadakan penelitian, sehingga dapat menemukan rahasia-rahasia dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (adz-Zariyat 21)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Ali Imran 190-191)

Pada hakekatnya seluruh sistem ilmu itu objek materialnya hanya dua, yaitu manusia dengan segala unsur dan aspeknya dan alam dengan kesatuan universumnya. Penelitian tentang manusia akan menghasilkan ilmu-ilmu sosial, kedokteran, psikologi, dan sebagainya, sementara penelitian tentang alam akan menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan alam dengan segala rangkaiannya. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap muslim untuk memenuhi seruan al-Qur’an.

  1. Etos kerja. Manusia adalah makhluk biologis yang penciptaannya terdiri dari unsur-unsur jasmaniah, unsur rohaniah (roh) serta akal pikiran, yang keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang utuh (QS. as-Sajadah: 7-9).

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (as-Sajadah 7-9)

Oleh karena itu untuk kelangsungan dan kesempurnaan hidupnya, manusia membutuhkan ‘konsumsi’ material, rohaniah dan akal. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, khususnya kebutuhan material, manusia perlu kerja, dan karenanya al-Qur’an memerintahkan agar manusia muslim selalu memperhatikan tentang kerja (QS. al-Jum’ah: 10; al-Qashash: 77).

Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (al-Jum’ah 10)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-Qashash 77)

Bahkan sesungguhnya dengan perintah-perintah zakat, haji, infak, jihad bil amwal, membantu anak yatim, membantu fakir miskin di sana tersirat perintah untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, untuk selanjutnya melaksanakan wa ahsin kama ahsanallahu ilaika (QS. al-Qashash: 77).

Oleh karena itu dakwah harus mampu menumbuhkan semangat kewiraswastaan (entrepreneurship) dikalangan umat Islam khususnya. Disamping itu perlu dijelaskan bahwa menurut Islam kerja apapun baik asal halal.

Masih banyak nilai-nilai qur’ani yang perlu digali umat Islam dalam rangka mewujudkan kebudayaan yang Islami. Hal-hal yang dikemukakan di atas setidaknya dapat merupakan langkah awal yang dirasa perlu segera diaktualkan.

Berdasarkan pandangan-pandangan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam (al-Qur’an dan Sunnah) itu, maka dakwah harus mampu mengembangkan nilai-nilai itu melalui pusat-pusat pengembangan budaya seperti kampus, masjid, perpustakaan, pusat-pusat penelitian, museum, bengkel seni, pusat musik, balai penerbitan, dan lain-lain.

Kampus dan masjid sudah banyak mendapat perhatian umat Islam. Akan tetapi yang lain-lain, seperti bengkel seni dan pusat musik masih kurang mendapat perhatian, bahkan ada yang seakan-akan tabu bagi umat Islam termasuk Muhammadiyah. Sebagai ilustrasi misalnya, banyak di kalangan kita yang ‘mengutuk’ film-film yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan juga nyanyian-nyanyian cengeng dengan alasan bermacam-macam dan meminta kepada pemerintah untuk melarangnya. Namun bisaanya ‘himbauan’ itu tidak akan banyak diperhatikan, dan film-film serta nyanyian-nyanyian yang dikutuk itu tetap jalan terus. Mengapa hal yang demikian dapat terjadi?

Pertama, masyarakat membutuhkan hiburan, dan mereka orang-orang sekular itu yang punya perusahaan yang mampu memproduksi film-film dan nyanyian-nyanyian yang diperlukan oleh masyarakat. Kedua, Pemerintah memerlukan dana, dan usaha-usaha semacam itulah yang dapat mendatangkan dana yang berupa pajak. Ketiga, kita membutuhkan lapangan kerja untuk memberikan pekerjaan kepada para pencari kerja. Dan usaha-usaha semacam itulah yang antara lain mampu menyediakan lapangan kerja.

Oleh karena itu wajar kalau ‘kutukan’ dan ‘himbauan’ di atas kurang mendapat tanggapan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, tanpa mengurangi nahi munkar kita tersebut, sudah menjadi kebutuhan yang mendesak agar umat Islam, khususnya lembaga-lembaga dakwah untuk memperhatikan atau memiliki bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian bahkan kalau mungkin mendirikan akademi atau institut seni. Dengan adanya bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian, dan institut seni itu, masalah kebudayaan dan kesenian akan tertangani. Diharapkan dari semuanya itu kelak akan lahir seniman dan musisi muslim yang mampu mencipta seni, film, dan lagu-lagu yang bernafaskan Islam yang mampu menumbuhkan rasa iman, dan bukan seni, film dan lagu-lagu yang membangkitkan selera rendah.

Sejarah telah membuktikan, betapa efektifnya dakwah melalui seni, sehingga masyarakat Indonesia (khususnya Jawa) yang dulu sebagian besar memeluk agama Hindu, Budha atau kepercayaan lokal, dengan dakwah lewat media seni pewayangan berbalik menjadi Islam meskipun tingkat keislamannya masih rendah. Tetapi dengan mereka mau mengaku Islam itu saja sudah merupakan hal yang istimewa.

Kesimpulannya, untuk keberhasilan dakwah di masa mendatang, umat Islam termasuk Muhammadiyah, harus meningkatkan dakwah dengan melakukan amal usaha yang lebih komprehensif, lebih menyeluruh dan lebih menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kampus, masjid, perpustakaan, pusat penelitian, penerbitan, bengkel seni, pusat pagelaran seni, pusat musik harus mendapat perhatian secara wajar dan seimbang, kaena satu sama lain merupakan jalinan dari suatu sistem pengembangan kebudayaan Islam secara utuh dan kaffah.

  1. Islam dan Kebudayaan

Kebudayaan adalah manifestasi dan perwujudan segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia merupakan perwujudan dari ide, pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk tindakan dan karya. Karena itu, kebudayaan adalah sesuatu yang spesifik manusiawi.

Islam adalah agama Allah, ia bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sebagai agama Islam merupakan sumber nilai, yang sebagaimana dikemukakan di depan, akan memberi warna dan corak kebudayaan Islam. Karena itu kebudayaan Islam atau lebih tepat kebudayaan Islami bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam atau masyarakat Islam, tetapi kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islami, meskipun ia muncul dan timbul dari orang atau masyarakat yang non muslim. Artinya, suatu kebudayaan yang muncul di luar masyarakat Islam atau dicipta oleh orang di luar Islam, tetapi apabila dilihat dari kacamata Islam (al-Qur’an dan Sunnah) ia sesuai dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia dapat dikatakan sebagai kebudayaan Islam. Sebaliknya, meskipun kebudayaan itu muncul dari masyarakat Islam atau orang Islam, namun isinya berbeda bahkan bertentangan dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia bukanlah kebudayaan Islam. Dengan demikian, suatu kebudayaan dikatakan Islam atau tidak, tidak diukur apakah kebudayaan itu diciptakan/dimunculkan oleh orang atau masyarakat Islam atau non Islam, tetapi apakah kebudayaan itu sesuai dengan pesan-pesan atau nilai-nilai Islam atau tidak.

Atas dasar pengertian di atas, maka hakekat kebudayaan Islam adalah perwujudan pemikiran dan tindakan manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan sekaligus sebagai khalifah Allah. Atau aktualisasi dari hablun minallah dan hablun minannas, atau aktualisasi peribadatan manusia kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya.

Untuk mewujudkan kebudayaan yang demikian maka perlu dikembangkan pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, yang meliputi:

Pertama, bahwa hidup itu adalah untuk beribadah (QS. adz-Dzariyat: 56) dan melaksanakan fungsi kekhalifahan (QS. al-Baqarah: 30; al-Ahzab: 72; al-An’am: 165; Hud: 61).

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat 56)

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (al-Baqarah 30)

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (al-Ahzab 72)

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan meninggikan sebahagian atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-An’am 165)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Atas dasar pandangan ini, maka ide, pemikiran, gagasan dan tindakan manusia harus diarahkan untuk beribadah dan melaksanakan fungsi kekhalifahan. Dan untuk ini manusia muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk mewarnai kehidupan dunia ini dengan ajaran dan nilai-nilai Islami, guna mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.

Kedua, bahwa manusia secara keseluruhan itu merupakan satu kesatuan (ummatan wahidah) (QS. al-Baqarah: 213; al-Hujarat: 13).

Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (al-Baqarah 213)

Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujarat 13)

Bertolak dari dasar-dasar kemanusiaan yang diletakkan oleh al-Qur’an ini, maka harus ditumbuhkan dan dikembangkan nilai-nilai insani yang Islami yaitu persaudaraan (ukhuwah insaniyah), kerja sama (ta’awun), saling kenal-mengenal (ta’aruf), damai (ishlah), kasih sayang (rahmah), baik (ihsan), toleransi (tasamuh), dan pemaaf (afwun). Atas dasar nilai-nilai insani yang Islami di atas, maka dakwah Islam juga harus mengembangkan budaya persaudaraan, kerja sama, kenal-mengenal, perdamaian, kasih sayang, kebaikan, toleransi, keadilan, dan memaafkan kesalahan, sehingga dengan budaya yang demikian itu akan terwujud suatu masyarakat yang marhamah.

Ketiga, bahwa alam dengan segala isinya diciptakan untuk kepentingan manusia (QS. ar-Rahman: 5-13). Oleh sebab itu manusia harus memelihara alam (bumi dan lingkungannya) yang maha luas itu dengan baik (QS. Hud: 61; al-Baqarah: 11) karena sering terjadi, rusaknya lingkungan alam semesta itu akibat ulah manusia itu sendiri (QS. ar-Rum: 41).

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya. Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (ar-Rahman 5-13)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Dan bila dikatakan pada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (al-Baqarah 11)

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (ar-Rum 41)

Manusia harus memelihara alam, bahkan harus mengolah (memakmurkannya), sehingga alam ini dapat menjadi arena beramal dan arena melaksanakan fungsi kekhalifahan serta sebagai suatu nikmat yang harus selalu disyukuri. Pengolahan alam (termasuk bumi dengan segala isinya) harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga keselarasan alam sebagai tempat tinggal manusia tetap terpelihara dengan baik. Karena itu di dalam menikmati alam, tidak boleh berlebihan (misraf).

Atas dasar pandangan-pandangan (tentang hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan alam) di atas itulah manusia muslim harus membangun kebudayaannya.

Untuk membangun kebudayaan yang demikian itu, di samping pengembangan nilai-nilai insaniyah yang Islami, juga perlu dikembangkan nilai-nilai lain yang juga bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa hal yang pada masa sekarang ini perlu mendapat perhatian serius dari umat Islam ialah:

  1. Nilai waktu. Al-Qur’an memberikan penegasan akan pentingnya waktu. Manusia, sebagai makhluk budaya, akan selalu rugi apabila tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya (QS. al-‘Ashr: 1-3). Oleh sebab itu al-Qur’an memperingatkan agar manusia mukmin banyak melakukan amal kebajikan serta saling memberikan peringatan dengan sabar (bijaksana).

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (al-‘Ashr 1-3)

  1. Ilmu dan teknologi. Al-Qur’an menginformasikan kepada manusia bahwa orang-orang yang berilmu dan melandasi ilmunya dengan iman, maka derajat orang itu akan diangkat dalam derajat yang lebih tinggi daripada yang lain. Lebih dari itu al-Qur’an menyuruh memperhatikan (tubhsirun) kepada diri manusia sendiri (QS. adz-Dzariyat: 21), memikirkan fenomena alam (QS. Ali Imran: 190-191) dan tentunya kemudian harus mengadakan penelitian, sehingga dapat menemukan rahasia-rahasia dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (adz-Zariyat 21)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Ali Imran 190-191)

Pada hakekatnya seluruh sistem ilmu itu objek materialnya hanya dua, yaitu manusia dengan segala unsur dan aspeknya dan alam dengan kesatuan universumnya. Penelitian tentang manusia akan menghasilkan ilmu-ilmu sosial, kedokteran, psikologi, dan sebagainya, sementara penelitian tentang alam akan menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan alam dengan segala rangkaiannya. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap muslim untuk memenuhi seruan al-Qur’an.

  1. Etos kerja. Manusia adalah makhluk biologis yang penciptaannya terdiri dari unsur-unsur jasmaniah, unsur rohaniah (roh) serta akal pikiran, yang keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang utuh (QS. as-Sajadah: 7-9).

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (as-Sajadah 7-9)

Oleh karena itu untuk kelangsungan dan kesempurnaan hidupnya, manusia membutuhkan ‘konsumsi’ material, rohaniah dan akal. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, khususnya kebutuhan material, manusia perlu kerja, dan karenanya al-Qur’an memerintahkan agar manusia muslim selalu memperhatikan tentang kerja (QS. al-Jum’ah: 10; al-Qashash: 77).

Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (al-Jum’ah 10)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-Qashash 77)

Bahkan sesungguhnya dengan perintah-perintah zakat, haji, infak, jihad bil amwal, membantu anak yatim, membantu fakir miskin di sana tersirat perintah untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, untuk selanjutnya melaksanakan wa ahsin kama ahsanallahu ilaika (QS. al-Qashash: 77).

Oleh karena itu dakwah harus mampu menumbuhkan semangat kewiraswastaan (entrepreneurship) dikalangan umat Islam khususnya. Disamping itu perlu dijelaskan bahwa menurut Islam kerja apapun baik asal halal.

Masih banyak nilai-nilai qur’ani yang perlu digali umat Islam dalam rangka mewujudkan kebudayaan yang Islami. Hal-hal yang dikemukakan di atas setidaknya dapat merupakan langkah awal yang dirasa perlu segera diaktualkan.

Berdasarkan pandangan-pandangan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam (al-Qur’an dan Sunnah) itu, maka dakwah harus mampu mengembangkan nilai-nilai itu melalui pusat-pusat pengembangan budaya seperti kampus, masjid, perpustakaan, pusat-pusat penelitian, museum, bengkel seni, pusat musik, balai penerbitan, dan lain-lain.

Kampus dan masjid sudah banyak mendapat perhatian umat Islam. Akan tetapi yang lain-lain, seperti bengkel seni dan pusat musik masih kurang mendapat perhatian, bahkan ada yang seakan-akan tabu bagi umat Islam termasuk Muhammadiyah. Sebagai ilustrasi misalnya, banyak di kalangan kita yang ‘mengutuk’ film-film yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan juga nyanyian-nyanyian cengeng dengan alasan bermacam-macam dan meminta kepada pemerintah untuk melarangnya. Namun bisaanya ‘himbauan’ itu tidak akan banyak diperhatikan, dan film-film serta nyanyian-nyanyian yang dikutuk itu tetap jalan terus. Mengapa hal yang demikian dapat terjadi?

Pertama, masyarakat membutuhkan hiburan, dan mereka orang-orang sekular itu yang punya perusahaan yang mampu memproduksi film-film dan nyanyian-nyanyian yang diperlukan oleh masyarakat. Kedua, Pemerintah memerlukan dana, dan usaha-usaha semacam itulah yang dapat mendatangkan dana yang berupa pajak. Ketiga, kita membutuhkan lapangan kerja untuk memberikan pekerjaan kepada para pencari kerja. Dan usaha-usaha semacam itulah yang antara lain mampu menyediakan lapangan kerja.

Oleh karena itu wajar kalau ‘kutukan’ dan ‘himbauan’ di atas kurang mendapat tanggapan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, tanpa mengurangi nahi munkar kita tersebut, sudah menjadi kebutuhan yang mendesak agar umat Islam, khususnya lembaga-lembaga dakwah untuk memperhatikan atau memiliki bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian bahkan kalau mungkin mendirikan akademi atau institut seni. Dengan adanya bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian, dan institut seni itu, masalah kebudayaan dan kesenian akan tertangani. Diharapkan dari semuanya itu kelak akan lahir seniman dan musisi muslim yang mampu mencipta seni, film, dan lagu-lagu yang bernafaskan Islam yang mampu menumbuhkan rasa iman, dan bukan seni, film dan lagu-lagu yang membangkitkan selera rendah.

Sejarah telah membuktikan, betapa efektifnya dakwah melalui seni, sehingga masyarakat Indonesia (khususnya Jawa) yang dulu sebagian besar memeluk agama Hindu, Budha atau kepercayaan lokal, dengan dakwah lewat media seni pewayangan berbalik menjadi Islam meskipun tingkat keislamannya masih rendah. Tetapi dengan mereka mau mengaku Islam itu saja sudah merupakan hal yang istimewa.

Kesimpulannya, untuk keberhasilan dakwah di masa mendatang, umat Islam termasuk Muhammadiyah, harus meningkatkan dakwah dengan melakukan amal usaha yang lebih komprehensif, lebih menyeluruh dan lebih menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kampus, masjid, perpustakaan, pusat penelitian, penerbitan, bengkel seni, pusat pagelaran seni, pusat musik harus mendapat perhatian secara wajar dan seimbang, kaena satu sama lain merupakan jalinan dari suatu sistem pengembangan kebudayaan Islam secara utuh dan kaffah.

  1. Islam dan Kebudayaan

Kebudayaan adalah manifestasi dan perwujudan segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia merupakan perwujudan dari ide, pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk tindakan dan karya. Karena itu, kebudayaan adalah sesuatu yang spesifik manusiawi.

Islam adalah agama Allah, ia bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sebagai agama Islam merupakan sumber nilai, yang sebagaimana dikemukakan di depan, akan memberi warna dan corak kebudayaan Islam. Karena itu kebudayaan Islam atau lebih tepat kebudayaan Islami bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam atau masyarakat Islam, tetapi kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau kebudayaan yang bersifat Islami, meskipun ia muncul dan timbul dari orang atau masyarakat yang non muslim. Artinya, suatu kebudayaan yang muncul di luar masyarakat Islam atau dicipta oleh orang di luar Islam, tetapi apabila dilihat dari kacamata Islam (al-Qur’an dan Sunnah) ia sesuai dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia dapat dikatakan sebagai kebudayaan Islam. Sebaliknya, meskipun kebudayaan itu muncul dari masyarakat Islam atau orang Islam, namun isinya berbeda bahkan bertentangan dengan pesan dan nilai-nilai Islam, ia bukanlah kebudayaan Islam. Dengan demikian, suatu kebudayaan dikatakan Islam atau tidak, tidak diukur apakah kebudayaan itu diciptakan/dimunculkan oleh orang atau masyarakat Islam atau non Islam, tetapi apakah kebudayaan itu sesuai dengan pesan-pesan atau nilai-nilai Islam atau tidak.

Atas dasar pengertian di atas, maka hakekat kebudayaan Islam adalah perwujudan pemikiran dan tindakan manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan sekaligus sebagai khalifah Allah. Atau aktualisasi dari hablun minallah dan hablun minannas, atau aktualisasi peribadatan manusia kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya.

Untuk mewujudkan kebudayaan yang demikian maka perlu dikembangkan pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, yang meliputi:

Pertama, bahwa hidup itu adalah untuk beribadah (QS. adz-Dzariyat: 56) dan melaksanakan fungsi kekhalifahan (QS. al-Baqarah: 30; al-Ahzab: 72; al-An’am: 165; Hud: 61).

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat 56)

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (al-Baqarah 30)

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (al-Ahzab 72)

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan meninggikan sebahagian atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-An’am 165)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Atas dasar pandangan ini, maka ide, pemikiran, gagasan dan tindakan manusia harus diarahkan untuk beribadah dan melaksanakan fungsi kekhalifahan. Dan untuk ini manusia muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk mewarnai kehidupan dunia ini dengan ajaran dan nilai-nilai Islami, guna mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.

Kedua, bahwa manusia secara keseluruhan itu merupakan satu kesatuan (ummatan wahidah) (QS. al-Baqarah: 213; al-Hujarat: 13).

Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (al-Baqarah 213)

Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujarat 13)

Bertolak dari dasar-dasar kemanusiaan yang diletakkan oleh al-Qur’an ini, maka harus ditumbuhkan dan dikembangkan nilai-nilai insani yang Islami yaitu persaudaraan (ukhuwah insaniyah), kerja sama (ta’awun), saling kenal-mengenal (ta’aruf), damai (ishlah), kasih sayang (rahmah), baik (ihsan), toleransi (tasamuh), dan pemaaf (afwun). Atas dasar nilai-nilai insani yang Islami di atas, maka dakwah Islam juga harus mengembangkan budaya persaudaraan, kerja sama, kenal-mengenal, perdamaian, kasih sayang, kebaikan, toleransi, keadilan, dan memaafkan kesalahan, sehingga dengan budaya yang demikian itu akan terwujud suatu masyarakat yang marhamah.

Ketiga, bahwa alam dengan segala isinya diciptakan untuk kepentingan manusia (QS. ar-Rahman: 5-13). Oleh sebab itu manusia harus memelihara alam (bumi dan lingkungannya) yang maha luas itu dengan baik (QS. Hud: 61; al-Baqarah: 11) karena sering terjadi, rusaknya lingkungan alam semesta itu akibat ulah manusia itu sendiri (QS. ar-Rum: 41).

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya. Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (ar-Rahman 5-13)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”. (Hud 61)

Dan bila dikatakan pada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (al-Baqarah 11)

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (ar-Rum 41)

Manusia harus memelihara alam, bahkan harus mengolah (memakmurkannya), sehingga alam ini dapat menjadi arena beramal dan arena melaksanakan fungsi kekhalifahan serta sebagai suatu nikmat yang harus selalu disyukuri. Pengolahan alam (termasuk bumi dengan segala isinya) harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga keselarasan alam sebagai tempat tinggal manusia tetap terpelihara dengan baik. Karena itu di dalam menikmati alam, tidak boleh berlebihan (misraf).

Atas dasar pandangan-pandangan (tentang hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan alam) di atas itulah manusia muslim harus membangun kebudayaannya.

Untuk membangun kebudayaan yang demikian itu, di samping pengembangan nilai-nilai insaniyah yang Islami, juga perlu dikembangkan nilai-nilai lain yang juga bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa hal yang pada masa sekarang ini perlu mendapat perhatian serius dari umat Islam ialah:

  1. Nilai waktu. Al-Qur’an memberikan penegasan akan pentingnya waktu. Manusia, sebagai makhluk budaya, akan selalu rugi apabila tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya (QS. al-‘Ashr: 1-3). Oleh sebab itu al-Qur’an memperingatkan agar manusia mukmin banyak melakukan amal kebajikan serta saling memberikan peringatan dengan sabar (bijaksana).

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (al-‘Ashr 1-3)

  1. Ilmu dan teknologi. Al-Qur’an menginformasikan kepada manusia bahwa orang-orang yang berilmu dan melandasi ilmunya dengan iman, maka derajat orang itu akan diangkat dalam derajat yang lebih tinggi daripada yang lain. Lebih dari itu al-Qur’an menyuruh memperhatikan (tubhsirun) kepada diri manusia sendiri (QS. adz-Dzariyat: 21), memikirkan fenomena alam (QS. Ali Imran: 190-191) dan tentunya kemudian harus mengadakan penelitian, sehingga dapat menemukan rahasia-rahasia dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (adz-Zariyat 21)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Ali Imran 190-191)

Pada hakekatnya seluruh sistem ilmu itu objek materialnya hanya dua, yaitu manusia dengan segala unsur dan aspeknya dan alam dengan kesatuan universumnya. Penelitian tentang manusia akan menghasilkan ilmu-ilmu sosial, kedokteran, psikologi, dan sebagainya, sementara penelitian tentang alam akan menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan alam dengan segala rangkaiannya. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap muslim untuk memenuhi seruan al-Qur’an.

  1. Etos kerja. Manusia adalah makhluk biologis yang penciptaannya terdiri dari unsur-unsur jasmaniah, unsur rohaniah (roh) serta akal pikiran, yang keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang utuh (QS. as-Sajadah: 7-9).

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (as-Sajadah 7-9)

Oleh karena itu untuk kelangsungan dan kesempurnaan hidupnya, manusia membutuhkan ‘konsumsi’ material, rohaniah dan akal. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, khususnya kebutuhan material, manusia perlu kerja, dan karenanya al-Qur’an memerintahkan agar manusia muslim selalu memperhatikan tentang kerja (QS. al-Jum’ah: 10; al-Qashash: 77).

Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (al-Jum’ah 10)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-Qashash 77)

Bahkan sesungguhnya dengan perintah-perintah zakat, haji, infak, jihad bil amwal, membantu anak yatim, membantu fakir miskin di sana tersirat perintah untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, untuk selanjutnya melaksanakan wa ahsin kama ahsanallahu ilaika (QS. al-Qashash: 77).

Oleh karena itu dakwah harus mampu menumbuhkan semangat kewiraswastaan (entrepreneurship) dikalangan umat Islam khususnya. Disamping itu perlu dijelaskan bahwa menurut Islam kerja apapun baik asal halal.

Masih banyak nilai-nilai qur’ani yang perlu digali umat Islam dalam rangka mewujudkan kebudayaan yang Islami. Hal-hal yang dikemukakan di atas setidaknya dapat merupakan langkah awal yang dirasa perlu segera diaktualkan.

Berdasarkan pandangan-pandangan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam (al-Qur’an dan Sunnah) itu, maka dakwah harus mampu mengembangkan nilai-nilai itu melalui pusat-pusat pengembangan budaya seperti kampus, masjid, perpustakaan, pusat-pusat penelitian, museum, bengkel seni, pusat musik, balai penerbitan, dan lain-lain.

Kampus dan masjid sudah banyak mendapat perhatian umat Islam. Akan tetapi yang lain-lain, seperti bengkel seni dan pusat musik masih kurang mendapat perhatian, bahkan ada yang seakan-akan tabu bagi umat Islam termasuk Muhammadiyah. Sebagai ilustrasi misalnya, banyak di kalangan kita yang ‘mengutuk’ film-film yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan juga nyanyian-nyanyian cengeng dengan alasan bermacam-macam dan meminta kepada pemerintah untuk melarangnya. Namun bisaanya ‘himbauan’ itu tidak akan banyak diperhatikan, dan film-film serta nyanyian-nyanyian yang dikutuk itu tetap jalan terus. Mengapa hal yang demikian dapat terjadi?

Pertama, masyarakat membutuhkan hiburan, dan mereka orang-orang sekular itu yang punya perusahaan yang mampu memproduksi film-film dan nyanyian-nyanyian yang diperlukan oleh masyarakat. Kedua, Pemerintah memerlukan dana, dan usaha-usaha semacam itulah yang dapat mendatangkan dana yang berupa pajak. Ketiga, kita membutuhkan lapangan kerja untuk memberikan pekerjaan kepada para pencari kerja. Dan usaha-usaha semacam itulah yang antara lain mampu menyediakan lapangan kerja.

Oleh karena itu wajar kalau ‘kutukan’ dan ‘himbauan’ di atas kurang mendapat tanggapan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, tanpa mengurangi nahi munkar kita tersebut, sudah menjadi kebutuhan yang mendesak agar umat Islam, khususnya lembaga-lembaga dakwah untuk memperhatikan atau memiliki bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian bahkan kalau mungkin mendirikan akademi atau institut seni. Dengan adanya bengkel seni, pusat musik, gedung kesenian, dan institut seni itu, masalah kebudayaan dan kesenian akan tertangani. Diharapkan dari semuanya itu kelak akan lahir seniman dan musisi muslim yang mampu mencipta seni, film, dan lagu-lagu yang bernafaskan Islam yang mampu menumbuhkan rasa iman, dan bukan seni, film dan lagu-lagu yang membangkitkan selera rendah.

Sejarah telah membuktikan, betapa efektifnya dakwah melalui seni, sehingga masyarakat Indonesia (khususnya Jawa) yang dulu sebagian besar memeluk agama Hindu, Budha atau kepercayaan lokal, dengan dakwah lewat media seni pewayangan berbalik menjadi Islam meskipun tingkat keislamannya masih rendah. Tetapi dengan mereka mau mengaku Islam itu saja sudah merupakan hal yang istimewa.

Kesimpulannya, untuk keberhasilan dakwah di masa mendatang, umat Islam termasuk Muhammadiyah, harus meningkatkan dakwah dengan melakukan amal usaha yang lebih komprehensif, lebih menyeluruh dan lebih menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kampus, masjid, perpustakaan, pusat penelitian, penerbitan, bengkel seni, pusat pagelaran seni, pusat musik harus mendapat perhatian secara wajar dan seimbang, kaena satu sama lain merupakan jalinan dari suatu sistem pengembangan kebudayaan Islam secara utuh dan kaffah.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker