AqidahBeritaKhazanah

Maraknya Fenomena Paham Saintisme, Apa dan Bagaimana?

TABLIGH.ID, YOGYAKARTA—Saintisme bermula dari paham sekulerisme. Sejak kata ‘secularism’ ditemukan, orang-orang mulai berpikir berdasarkan pada pertimbangan yang murni manusiawi. Gelombang sekulerisme ini tidak hanya merambat pada ruang publik, tapi juga telah masuk dalam dunia akademik. Akibat yang ditimbulkannya ialah dunia pendidikan mulai meninggalkan nilai-nilai metafisika, lalu tergoda mencari pelarian pada hal-hal yang bersifat fisik semata.

“Manifestasi epistemologi sekuler menghasilkan split antara Iman dan Ilmu, ini menjadikan ilmuwan tidak secara otomatis menjadi religious,” ucap Ketua Center For Integrative Science and Islamic Civilization Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (CISIC UMY) Muhamad Rofiq Muzakkir dalam diskusi CISIC pada Sabtu (06/05).

Menurut Rofiq, sekulerisme memicu lahirnya paham saintisme baik di kalangan akademisi maupun masyarakat luas. Secara sederhana, saintisme ialah paham yang menganggap bahwa sains sebagai satu-satunya ‘pandangan dunia’ yang valid. Syahadat saintisme adalah tidak ada realitas di luar alam fisik—tentu saja termasuk Tuhan. Persis inilah ideologi orang-orang dari gelombang New Atheism yang digalakkan Richard Dawkins.

Selain itu, pemisahan teologi terhadap ilmu pengetahuan menyebabkan adanya jarak antara ilmu dan etika. Padahal di dalam Islam, hukum yang dihasilkan memiliki implikasi mendalam terhadap moralitas dan menyediakan citra keindahan yang sublim kepada dunia. Namun, adanya pemisahan ilmu dan etika ini mendorong sikap nihilistik dan dekonstruksionis.

“Manifestasi epistemologi sekuler juga menghasilkan split antara ilmu dan etika, akhlak dan pengetahuan tidak bersambung. Hal ini kemudian berlanjut dengan adanya kecendrungan nihilistik dan dekonstruksionis,” ucap Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini.

Nihilisme-dekonstruksionisme dalam disiplin ilmu tidak muncul dari landasan epistemologi Islam melainkan dari cara pandang post-modernisme. Sebagai proyek untuk mengkritisi alam pikiran modern, filsafat post-modernisme mengembangkan pemikiran anti otoritas dan kemapanan, delegitimasi, dan desentralisasi. Bagi kalangan ini, tidak ada yang disebut dengan realitas yang konstan. Contoh dari proyek dekonstruksionisme ini ialah adanya identitas gender di luar laki-laki dan perempuan atau yang biasa disebut dengan queer.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker