BeritadefaultKhazanah

Sikap Muslim

Buku TUNTUNAN TABLIGH Bagian IV Part VII

LIBERALISASI

Liberalisasi Pemikiran Sebagai Tantangan Dakwah

Oleh: Hamid Fahmy Zarkasyi, PhD

Buku TUNTUNAN TABLIGH Bagian IV Part VII

 

III. Sikap Muslim

Tantangan ini perlu disikapi dengan kritis dan direspon secara akademis. Sebab tantangan ini adalah bagian dari apa yang selama ini dikenal di dunia Islam dengan ghazwul fikri, perang pemikiran.  Media untuk itu sudah tentu tidak berupa senjata fisik, tapi lebih berupa kerja-kerja intelektual.  Pemikiran biasanya disebar luaskan melalui berbagai media, baik media elektronik, media masa, seminar-seminar, workshop-workshop, bahkan kini telah masuk kedalam bangku-bangku kuliah di perguruan tinggi Islam.  Selain itu, mulut para cendekiawan Muslim juga menjadi senjata yang sangat ampuh untuk peperangan ini, karena dengan melalui mereka ide-ide itu akan diterima masyarakat sebagai pemikiran baru dalam Islam atau pembaharuan pemikiran.  Padahal,  seperti yang akan dibuktikan dalam makalah ini, pemikiran liberalisasi, sekularisasi dan pluralisme agama tidak berasal dari Islam atau khazanah intelektual Islam.  Akar tantangan pemikiran ini adalah gabungan pemikiran orientalis, missionaries dan politik kolonialis.  Jadi,  program liberalisasi pemikiran kegamaan Islam saat ini sebenarnya ditunggangi oleh program liberalisasi Negara-negara Barat yang ternyata berkaitan dengan gerakan liberalisasi bidang ekonomi,  demokratisasi masyarakat Muslim, penyebaran doktrin persamaan dan sebagainya.

Istilah ghazwul fikri atau “perang pemikiran” sebenarnya hanyalah ekspresi kasar dari perbedaan pemikiran.             Perbedaan pemikiran memiliki spektrum yang sangat luas. Perbedaan pemikiran yang terjadi antara dua atau lebih bangsa atau peradaban terjadi  disebabkan oleh perbedaan cara memandang kehidupan atau perbedaan pandangan hidup (worldview). Hal ini dipengaruhi oleh kultur, agama, kepercayaan, ras dan lain-lain. Perbedaan atau gesekan antara satu peradaban dan worldview inilah yang disebut dengan Ghazwul fikri yang disekenarionkan dan diteorikan Samuel P Huntington menjadi “clash of civilization” (benturan peradaban). Perbedaan ini pada tingkat kehidupan sosial menyebabkan konflik, clash atau dalam bahasa Peter Berger, collision of consciousness (tabrakan persepsi). Pada tingkat individu, mengakibatkan terjadinya pergolakan pemikiran dalam diri seseroang dan pada dataran konsep, mengakibatkan tumpang tindih dan kebingungan (confusion) konseptual. Perang pemikiran pada tingkat inidividu inilah yang kini dirasakan ummat Islam Indonesia. Jadi perang pemikiran dalam skala besar saat ini terjadi antara peradaban Islam dan kebudayaan Barat atau pandangan hidup (worldview) Islam dan Barat.

Meskipun gambaran tentang ghazwul fikri ataupun clash of civilizaiton dianggap skenario yang tidak menyenangkan banyak pihak, namun ia mempunyai unsur-unsur kebenaran yang sulit ditolak. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa ummat manusia terkotak-kotak oleh bangsa-bangsa dan peradaban. Karena masing-masing peradaban memiliki karakter yang berbeda-beda, maka dalam pergaulan antar umat manusia di dunia, perbedaan itu mempengaruhi cara berfikir manusianya. Jika perbedaan cara berfikir tidak dapat di “dipertemukan” maka konflik atau perang pemikiran tidak dapat dielakkan. Selain itu, thesis Huntington merupakan deklarasi ataupun eksposisi Barat, bahwa Barat akan berhadapan dengan peradaban yang berbeda dan akan mengakibatkan ketegangan, benturan, konflik ataupun peperangan di masa depan.  Bagi orang Islam,  asumsi tentang clash justru berguna bagi pengakuan dan legitimasi akan adanya perbedaan antara peradaban Barat dan Islam dan independensi mereka dari Barat.

Masalah pemikiran adalah masalah yang berkaitan dengan ilmu, dan masalah ilmu berkaitan dengan ibadah. Jika terjadi kerancuan pemikiran maka mengkounter atau meng-islah permikiran tersebut adalah termasuk dalam bab ibadah. Kerancuan pemikiran yang disebabkan oleh masuknya anasir peradaban diluar Islam bukan terjadi pada masa sekarang saja, tapi sejak periode awal peradaban Islam bangkit dan berkembang. Dalam situasi perang pemikiran seperti ini Islam sebagai agama yang salih likulli zaman wa makan telah memiliki mekanisme tersendiri untuk merespon. Namun perlu diingat bahwa perang pemikiran memerlukan rentang waktu yang lebih lama, ia bahkan boleh jadi berlangsung sepanjang satu generasi. Maka dari itu dalam perang pemikiran yang dipicu oleh globalisasi dan westernisasi ini ummat Islam tidak perlu membawanya kepada peperangan fisik. Apa yang harus dilakukan ummat Islam sebaiknya bersifat institusional dan secara praktis dapa diperrincikan sbb:

  1. Menanamkan kesadaran dikalangan ummat Islam dan sekaligus menunjukkan bukti-bukti ilmiyah bahwa paham-paham dari peradaban Barat yang berupa sekularisme, liberalisme, feminisme, pluralisme agama, relativisme dsb. yang saat ini sedang melanda dunia Islam tidak sesuai dan bertentangan dengan pandangan hidup Islam.
  2. Memperluas tradisi dan materi bahth al-masa’il dari pemikiran para ulama di masa lalu dalam berbagai bidang, kepada pemikiran-pemikiran orientalis dan kalau mungkin pemikiran Barat secara umum yang menjadi tantangannya.
  3. Semua lembaga ummat Islam, baik pendidikan, dakwah, ekonomi dan lain-lain perlu memikirkan secara serius langkah kaderisasi ummat dalam bidang agama, agar 20 tahun yang akan datang di Indonesia nanti tidak akan ada lagi cendekiawan Muslim yang berfikir dalam framework Barat sehingga justru menghujat Islam dan ulama’nya.
  4. Badan-badan usaha ummat Islam dan juga pengusaha-pengusaha Muslim perlu ikut berjuang dengan hartanya untuk mendukung langkah-langkah yang diambil oleh lembaga pendidikan dan lembaga dakwah Islam.
  1. Kesimpulan

Akhirul kalam, perlu disadari bahwa pemikiran mempunyai peran penting dalam pembangunan peradaban Islam, sebab dalam Islam pemikiran selalu mendahului perilaku individu, ilmu selalu mendahului amal. Rusaknya amal disebabkan oleh rusaknya ilmu. Ilmu tanpa amal adalah gila dan amal tanpa ilmu adalah sombong (al-Ghazzali). Amal tanpa ilmu lebih cenderung merusak daripada memperbaiki. Oleh sebab itu dalam menghadapi perang pemikiran prioritas utama perlu diberikan kepada peningkatan ilmu pengetahuan Muslim dalam berbagai bidang ilmu agama. Tradisi keilmuan yang dikembangkan dari pandangan hidup Islam yang bersumber dari al-Qur’an, Sunnah, dan warisan tradisi intelektual Islam perlu terus dipertahankan dan dikembangkan. Wallahul musta’an.

Siman,  20 Februari, 2008

 

Baca juga LIBERALISME Part VI

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker