default

Meneropong Keteladanan Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan

Oleh : Mohammad Damami Zain (Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah)

Isi Pesan K.H. Ahmad Dahlan

“Jangan kamu berteriak-teriak sanggup membela agama, walaupun harus menyumbangkan jiwamu sekalipun. Jiwamu tak usah kamu tawarkan, kalau Tuhan menghendakinya, entah dengan jalan sakit atau tidak, tentu akan mati sendiri. Tapi beranikah kamu menawarkan harta bendamu untuk kepentingan agama? Itulah yang lebih diperlukan pada waktu sekarang ini.”

(Sumber: Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal dan perjuangannya, 2009 : 135)

Pemahaman dan penjabaran pesan

  • Jargon retoris sering hanya terbawa oleh emosi.

Yang dimaksud dengan “jargon retoris” di sini adalah ungkapan-ungkapan menggebu dan penuh semangat tentang sesuatu. Misalnya saja ungkapan, “ini dadaku, mana dadamu”, “aku bukan pemuda yang lantang berkata ‘ini bapakku’, selain aku pemuda yang berani berkata ‘ini dadaku’”, dan sebagainya.

Kalau dicermati, ungkapan-ungkapan seperti di atas sering terlontar karena “dorongan emosi yang sangat tinggi (atau bersifat emosional), yang karena itu “imbangan penalarannya menjadi rendah”. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hal sedemikian itu antara lain, pertama, keinginan “menonjol” (tampak memiliki kelebihan). Di sini bisa karena tabiat yang dibawa sejak lahir, bisa juga karena untuk “penyaluran lain” (substitusi). Kedua, keinginan “menjaga gengsi”, yakni khawatir kalau dianggap tidak memiliki kekuatan atau kelebihan. Ketiga, ingin tidak melawan arus yang mungkin dianggap kurang menguntungkan. Keempat, adanya “kepentingan” di dalamnya (ada udang di balik batu). Semua faktor tersebut “melemahkan potensi penalaran” seseorang, sehingga dia menjadi kurang hati-hati atau mungkin dapat disebut semberono. Sementara itu, sebenarnya “penalaran bening” manusia adalah untuk menyelamatkan dari kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa mencelakai manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, mestinya “emosi harus terkontrol dengan baik oleh penalaran manusia”.

Apa sebenarnya “emosi” itu?

Emosi, menurut Henri Home (Lard Kames, 1762), pada intinya adalah : hasrat (passion). Sedangkan yang disebut “ hasrat” itu sendiri, di satu pihak berisi “pengharapan ke arah luar”, di satu pihak lain berisi “ingin menarik untuk kepentingan dirinya sendiri”. Dengan demikian, “emosi bisa menyalurkan “keinginan sang ‘aku’ (ego) dan sekaligus memuaskan “kepentingan sang ‘aku’ (ego)” seseorang. Itulah sebabnya “emosi” ingin dibebaskan (free), tidak ada yang menghalang-halangi. Karena itu pula sifat emosi tampak meledak-ledak, tampak tidak terkontrol.

  • Agama mengkritik orang suka pamer

Dalam Al-Qur’an “pamer” disebut riya’ (QS Al-Ma’un, 107: 6),

 ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ ٦

“Orang-orang yang berbuat riya’ [Q.S. Al Ma’un : 6]

Dalam riya’ tersebut ada tindakan memperlihat-lihatkan “kelebihan atau keunggulan” dirinya. Bahkan dalam surat Al-Ma’un ini dikaitkan dengan masalah shalat yang sangat fundamental itu. Apalagi di luar itu!

Pamer itu hanya menciptakan suasana senang di hati yang bersifat semu, artificial (buatan), “kegedhen rumangsa” (bahasa Jawa) atau “GR”. Mungkin oleh pihak lain justru mengudang senyum prihatin, bahkan dianggap lucu yang patut ditertawakan.

Dalam Al-Qur’an, sebagaimana telah disinggung dalam pengajian sebelumnya, tidak semestinya orang merasa “bangga” yang sifatnya hanya sebagai pemuasan “ego”, yang dalam Al-Qur’an disebut “tafaakhur” (saling membagga diri) (QS Al-Hadid, 57: 20),

ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ

 “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak” [Al Hadid 57: 20]

Oleh karena itu K.H. Ahmad Dahlan  berkata, “Janganlah kamu berteriak-teriak sanggup membela agama,…”. sebab,  berteriak-teriak seperti itu dikhawatirkan hanya jargon (atau boleh disebut juga “slogan”) saja yang keluar dari mulut tanpa terkendali “penalaran yang bening dan terkontrol”. Sangat mungkin beliau mengkhawatirkan adanya orang-orang yang ingin pahlawan, tapi sayangnya “pahlawan kesiangan”.

K.H. Ahmad Dahlan lebih melihat keunggulan bersikap teliti dalam berkata dan bertindak. Semuanya perlu serba “terukur”, “tidak asal saja”. Semua perjuangan, apalagi perjuangan agama, memerlukan pemikiran yang mendalam, meluas, dan menjangkau ke depan tanpa batas. Di sini “perlu perhitungan yang mantap dan akurat”. K.H. Ahmad Dahlan berkata :

“Aku mengakui bahwa menegakkan kembali macam-macam urusan yang terlanjur bengkok memang sukar dan berat, tetapi kalau kita rajin-rajin bekerja dengan penuh kemauan dan kesadaran, maka Allah akan memberi jalan dan pertolongan kepada kita, insyaallah.”

(Junus Salam, ibid., 139)

Memang membuat jargon atau slogan itu boleh dikatakan gampang, tetapi untuk melaksanakannya yang penuh liku-liku dan penuh suka-duka itu, tidaklah mudah. Perlu waktu, perlu tenaga, perlu kesabaran, perlu keteladanan, perlu ketekunan, yang kalau menurut K.H. Ahmad Dahlan “penuh kemauan dan kesadaran”.

  • Pengembangan harta benda perlu lebih didahulukan sebagai serangan awal, sedakangkan pengorbanan diri adalah pertahanan kemudian.

Menurut K.H. Ahmad Dahlan untuk masalah “pembelaan agama” perlu strategi yang matang. Salah satu di antaranya adalah mengamalkan petunjuk Al-Qur’an tentang hal itu. Dalam Al-Qur’an dikatakan, bahwa dalam “berjihad” (berjihad dalam masa damai dan berjihad dalam masa perang) dengan harta dikedepankan, baru yang bersifat fisik (QS An-Nisa’, 4: 95; untuk masa tenang/damai”; QS At-Taubah, 9: 42; untuk “masa genting/perang).

Berjihad dengan “harta benda” mengapa perlu dikedepankan?

Pertama, untuk melepas hak  dalam urusan harta benda, bagi setiap orang merupakan satu perjuangan diri sendiri yang tak mudah. Sebab, yang pertama, manusia sangat mencintai kebaikan yang diberikan kepadanya (QS Al-‘Adiyat 100: 8); yang kedua, manusia sangat mencitai harta benda sedemikan rupa (QS Al-Fajr 89: 20); yang ketiga, manusia suka gelisah (haluu’an), keluh kesah (jazuu’an), tetapi ujung-ujungnya menolak berbuat baik atau menjadi bakhir (manuu’an) (QS Al-Ma’arij, 70: 19-21). Nah, kalau sampai ada seseorang dengan sukarela melepaskan hak milik sebagai harta bendanya, maka hal itu merupakan hal yang luar biasa. Jadi, “jihad dengan harta benda” itu harus melewati perjuangan 2 (dua) kali : “sekali dalam dirinya sendiri”, yang kedua “ketika akan melepaskan kepada pihak lain”.

Kedua, harta benda dalam proses “jihad” itu sangat pokok. Sebab, setiap perjuangan itu, sekecil apapun, tidak akan ada yang bersifat gratis. Mesti memerlukan pembiayaan. Dengan kecukupan, syukur berlimpah-ruah, akan sangat membantu kelancaran “jihad”. Sebab, sangat-sangat mungkin disitu diperlukan peralatan (fasilitas), ongkos-ongkos, bahan, upah jasa, biaya hidup, persediaan segala macam, dan sebagainya. Semuanya harus cukup, agar bisa bekerja dengan relatif tenang dan maksimal.

Dikalangan umat Islam, khususnya di negeri sedang berkembang (developing country) dan di negeri bekas jajahan, masalah “jihad harta benda” ini masih sangat mendesak sampai saat ini. Sementara itu, menurut “teori kebudayaan dunia”, salah satu butir yang bisa menyokong kemajuan adalah “ekonomi yang kuat” (ini teori Sutan Takdir Alisyahbana).

Sudah menjadi dalil, kalau “ekonomi” menjadi kuat, maka kekuatan “ilmu pengetahuan” dan kekuatan sosial-politik menjadi sangat mungkin dikejar dan diraih.

Kreativitas untuk menghimpun dana perlu dicari dan disosialisasikan. Misalnya paket-paket usaha, seperti :

  1. Paket kaya dengan zakat; berkah dengan shadaqah
  2. Paket biaya masa tua dengan amal jariyah
  3. Paket bekerja keras dengan menabung (seperti di Jepang)

Sementara itu tampilan hidup disikapi dengan qana’ah. Yaitu : sikap senantiasa merasa cukup dalam terminal-terminal kehidupan.

Wallaahu a’lam bishshawaab.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker