BeritadefaultKhazanah

NEGARA PANCASILA SEBAGAI DÂR AL-AHDI WA AL-SYAHÂDAH

BUKU TUNTUNAN MANHAJ TABLIGH KE-IV BAGIAN I

NEGARA PANCASILA SEBAGAI DÂR AL-AHDI WA AL-SYAHÂDAH

Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar

  1. Muqaddimah

Allah SWT mengutus Nabi Muhammad s.a.w. untuk mendakwahkan Islam sebagai risalah yang membawa rahmat bagi semesta alam (QS Al-Anbiya: 107). Umat Islam sebagai kesatuan insan Muslim di manapun berada berkewajiban menjalankan dan mendakwahkan ajaran Islam yang diperintahkan Allah dan rasul- Nya sebagai wujud ibadah dan kekhalifahan untuk meraih kebaikan hidup di dunia dan akhirat (QS Al-Dzariyat: 56; Al-Baqarah: 30, Hud: 61; dan Al-Baqarah: 201). Kewajiban mengemban misi Islam itu tidak pernah selesai dan harus terus dilakukan sebagai perwujudan kesaksian sepanjang hayat dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan ranah kemanusiaan universal.

Muhammadiyah sebagai komponen strategis umat dan bangsa di Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban kolektif untuk mendakwahkan Islam mengajak pada kebaikan, menyuruh pada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Sebagaimana misi awal kelahirannya yang terkandung dalam Al-Quran QS Ali Imran 104, Muhammadiyah berkomitmen untuk menjadikan umat Islam sebagai khayra ummah atau umat terbaik (QS Ali Imran: 110) yang tampil sebagai golongan tengahan (ummatan wasatha) dan berperan sebagai saksi bagi kehidupan umat manusia (syuhadâ ‘alâ al-nas)(QS Al-Baqarah: 143), sehingga kehadirannya menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan li al-‘âlamîn) (QS Al-Anbiya: 107).

Dalam kehidupan kebangsaan, Muhammadiyah dan umat Islam sebagai golongan mayoritas memiliki tanggungjawab besar dan utama untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang baik dan berada dalam ampunan Allah (QS Saba: 15). Di dalam negara tersebut para penduduknya beriman dan bertaqwa sehingga diberkahi Allah (QS Al-’Araf: 96); mereka membangun negeri dengan sebaik-baiknya dan tidak membuat kerusakan (QS Al-Baqarah: 11, 60; Al-Rum: 41; Al-Qashash: 77). Dengan demikian, Muhammadiyah berkomitmen untuk terus berjuang memproyeksikan Indonesia menjadi Negara Pancasila yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat dalam lindungan Allah SWT.

  1. Pembentukan Negara Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 merupakan anugerah Allah atas perjuangan seluruh rakyat yang mengandung jiwa, pikiran, dan cita-cita luhur kemerdekaan. Spirit keruhanian yang menjiwai lahirnya Negara Indonesia itu tertuang dalam tiga alinea awal Pembukaan UUD 1945,

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia ialah untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Konstitusi dasar yang menjadi landasan bernegara itu dirumuskan dalam “suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Adapun dasar dan ideologi negara yang fundamental ialah Pancasila yang disebut oleh Soekarno dalam Pidato 1 Juni 1945 sebagai Philosofische Grondslag yaitu “fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.”

Diktum-diktum mendasar dalam Pembukaan UUD 1945 itu sungguh penting dan mendasar karena mengandung jiwa, filosofi, pemikiran, dan cita-cita bernegara untuk dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan kebangsaan oleh seluruh warga dan penyelenggara negara dengan penuh makna dan kesungguhan. Di dalamnya terkandung suasana kebatinan dan spiritualitas yang didasari jiwa keagamaan dari para pendiri bangsa. Jika dirujuk pada Sila Pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, maka negara Indonesia itu tidak dapat dipisahkan dari jiwa, pikiran, dan nilai-nilai Ketuhanan dan Keagamaan yang bebasis Tauhid. Spirit ruhaniah itu makin menguat manakala dikaitkan dengan pasal 29 UUD 1945 yang mengakui keberadaan dan kemerdekaan umat beragama untuk menjalankan keyakinan dan kepercayaan agamanya. Dalam Pembukaan UUD 1945 itu terkandung esensi nilai-nilai ketuhanan yang kuat. Oleh karena itu, Indonesia dapat dikatakan sebagai Negara Pancasila yang relijius dan bukan suatu negara sekuler yang memisahkan atau menjauhkan nilai-nilai ketuhanan dan keagamaan dari denyut nadi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.

Kelahiran dan kehadiran Negara Indonesia yang berjiwa ketuhanan dan keagamaan itu memiliki matarantai sejarah yang panjang khususnya dengan keberadaan umat Islam dan kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau. Di negeri kepulauan ini telah lahir kerajaan-kerajaan besar yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara seperti Tarumanegara, Kutai, Sriwijaya, Kediri, Singosari, Majapahit, Samudra Pasai, Aceh Darussalam, Siak, Demak, Pajang, Mataram, Banten, Cirebon, Pajajaran, Ternate, Tidore, Gowa, Buton, Bone, Luwu, Sumbawa, Bima, Pagaruyung, Banjar, Karangasem, Madura, Larantuka, Papua, dan kerajaan-kerajaan lainnya sebagai tonggak sejarah bangsa. Dalam perjalanan sejarah itu peranan umat Islam dan kerajaan-kerajaan Islam sangatlah penting dan strategis dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan Indonesia sebagai negara-bangsa.

Peranan umat Islam yang bersejarah itu menemukan bentuknya yang moderen dan terorganisir pada awal abad ke-20 yang ditandai oleh lahirnya gerakan kebangkitan nasional dari organisasi-organisasi Islam seperti Jami’atul Khair (1905), Sarikat Dagang Islam (1905), Sarekat Islam (1911), Muhammadiyah (1912), Al- Irsyad (1914), Persatuan Islam (1923), Nahdlatul Ulama (1926), dan lain-lain. Selain itu, Kongres Wanita pertama tahun 1928, di mana ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah menjadi salah satu pemrakarsa dan penyelenggara, merupakan tonggak kebangkitan perempuan Indonesia dan menjadi bagian integral dari pergerakan nasional. Arus pergerakan nasional dari umat Islam tersebut bersatu dengan komponen kebangkitan nasional lainnya menjadi sumber kekuatan dan modal perjuangan bangsa yang melahirkan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah merdeka, Indonesia mengalami dinamika kehidupan yang kompleks sebagaimana tercermin dalam beberapa periode pemerintahan di era Revolusi (1945-1949), Demokrasi Parlementer (1950-1959), Orde Lama (1959-1966), Orde Baru (1966-1998), dan Reformasi sejak tahun 1998. Dalam perjalanan Indonesia pasca kemerdekaan itu, umat Islam melalui organisasi-organisasi Islam dan para tokohnya maupun melalui gerakan massa, telah mengambil peranan yang signifikan. Dalam perjalanan bangsa yang sarat dinamika itu, selain muncul berbagai krisis dan permasalahan, juga terdapat kemajuan-kemajuan yang cukup berarti sebagai hasil dari pembangunan nasional yang dilakukan pada setiap periode dan menjadi tonggak bagi perkembangan Indonesia ke depan.

Namun, patut diakui bahwa pasca kemerdekaan itu Indonesia banyak menghadapi permasalahan dan tantangan yang berat dan kompleks. Kehidupan bangsa dan negara Indonesia setelah puluhan tahun merdeka sampai saat ini masih ditandai kejumudan (stagnasi), peluruhan (distorsi), dan penyimpangan (deviasi) dalam berbagai bidang kehidupan kebangsaan. Meskipun terdapat banyak kemajuan, seperti dalam kehidupan demokrasi dan hak asasi manusia, tingkat pertumbuhan ekonomi, dan suasana kemajemukan bangsa yang terpelihara dengan baik, tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak persoalan rumit dan mendesak yang harus segera diselesaikan. Di antara masalah yang cukup serius adalah korupsi yang masif, penegakan hukum yang lemah, kesenjangan sosial yang melebar, sumberdaya alam yang dieksploitasi dan dikuasai pihak asing, dan hal-hal lain yang berdampak luas pada kehidupan kebangsaan yang jauh dari cita-cita nasional.

Kehidupan kebangsaan juga masih diwarnai oleh krisis moral dan etika, disertai berbagai paradoks dan pengingkaran atas nilai-nilai keutamaan yang selama ini diakui sebagai nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kenyataan ini ditunjukkan oleh perilaku elite dan warga masyarakat yang korup, konsumtif, hedonis, materialistik, suka menerabas, dan beragam tindakan menyimpang lainnya. Sementara itu, proses pembodohan, kebohongan publik, kecurangan, pengaburan nilai, dan bentuk-bentuk kezaliman lainnya (tadzlîm) semakin merajalela di tengah usaha-usaha untuk mencerahkan (tanwîr) kehidupan bangsa. Situasi paradoks dan konflik nilai tersebut menyebabkan masyarakat Indonesia kehilangan makna dalam banyak aspek kehidupan dan melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Akibat lebih jauh dari masalah-masalah krusial dan kondisi yang bertentangan itu, Indonesia semakin tertinggal dalam banyak hal dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain.

Indonesia telah banyak kehilangan peluang untuk berkembang menjadi bangsa atau negara yang berkemajuan. Jika berbagai permasalahan bangsa seperti korupsi, kemiskinan, ketenagakerjaan, kerusakan lingkungan, serta sejumlah masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya lainnya yang krusial tidak memperoleh pemecahan yang sungguh-sungguh, maka Indonesia berpotensi menjadi “negara gagal” dan salah arah dalam menempuh perjalanan ke depan. Situasi demikian jelas bertentangan dengan makna dan cita-cita kemerdekaan. Karenanya, Muhammadiyah memandang penting langkah rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna dalam seluruh aspek kehidupan khususnya politik, ekonomi, dan budaya menuju Indonesia Berkemajuan. Indonesia Berkemajuan merupakan kondisi bangsa dan negara yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dasar yang terkandung dalam lima sila Pancasila dan cita-cita kemerdekaan yang diletakkan fondasinya oleh para pendiri bangsa tahun 1945.

Bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki nilai-nilai keutamaan untuk menjadi unggul dan berperadaban tinggi. Di antara nilai-nilai itu adalah daya juang, tahan menderita, mengutamakan harmoni, dan gotong royong. Nilai-nilai keutamaan tersebut masih relevan, namun memerlukan penyesuaian dan pengembangan sejalan dengan dinamika dan tantangan zaman. Tantangan globalisasi yang meniscayakan orientasi kepada kualitas, persaingan dan daya saing menuntut bangsa Indonesia memiliki karakter yang bersifat kompetitif, dinamis, dan berkeunggulan disertai ketangguhan dalam menunjukkan jatidiri bangsa.

Seluruh komponen nasional dan generasi penerus bangsa, termasuk umat Islam sebagai kekuatan mayoritas, wajib memahami keberadaan Negara Indonesia untuk dibangun menjadi negara-bangsa yang berkemajuan seusai dengan tuntutan zaman. Mereka yang menduduki jabatan-jabatan publik berkewajiban menjalankan fungsi utama pemerintahan sesuai dengan jiwa, falsafah, pemikiran, dan cita-cita nasional. Pengingkaran terhadap nilai-nilai luhur kebangsaan itu merupakan bentuk penyelewengan dan penghianatan atas idealisme kemerdekaan. Sebaliknya, setiap usaha untuk mewujudkan nilai dan cita-cita nasional itu merupakan bukti kesungguhan untuk membawa Indonesia sebagai bangsa dan negara yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat di tengah dinamika perkembangan zaman. Segenap kekuatan nasional harus memiliki tekad yang kuat dan bersatu untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Pancasila yang berdiri tegak di atas jiwa, pikiran, dan cita-cita nasional 1945 yang penting dan luhur itu.

Baca juga : Implementasi Islam Sebagai “The Way Of Life”

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker