KhazanahMuamalahOrganisasi

Budaya Childfree Sebagai Tantangan dalam Konsep Keluarga Sakinah

TABLIGH.ID, YOGYAKARTA — Childfree belakangan menjadi topik yang hangat diperbincangkan di Indonesia. Kalangan yang mendukung gerakan tersebut, membenturkan kehendak memiliki anak dengan kebebasan dalam mengatur tubuh yang cenderung kepada kebebasan dalam pengertian yang liberal. Hal ini mendekonstruksi fitrah manusia yang memandang bahwa anak adalah bagian dari harta dan penyejuk mata.

Jum’at (29/10), Majelis Tabligh PP ‘Aisyiyah dan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah mengadakan kajian Online yang membahas tentang Budaya Childfree Sebagai Tantangan Dalam Konsep Keluarga Sakinah. Kajian ini dibersamai oleh Alif Muarifah, selaku Anggota Divisi Pembinaan Keluarga MT PPA dan merupakan Kaprodi PAUD UAD.

“Keluarga sakinah adalah bangunan keluarga yang dibetuk berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Keluarga sakinah dilandasi rasa saling menyayangi, menghargai, dengan penuh rasa tanggungjawab untuk menghadirkan suasana kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWT.”

“Menurut ‘Aisyiyah, keluarga sakinah memiliki beberapa fungsi, yakni: fungsi keagamaan, fungsi biologis dan reproduksi (memperhatikan kesehatan reproduksi dan meneruskan keturunan), fungsi peradaban, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi kemasyarakatan, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi pelestarian lingkungan, fungsi rekriasi, fungsi internalisasi nilai keislaman, dan fungsi kaderisasi (menyiapkan anak-anak sebagai pelopor Gerakan dakwah).”

Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl, ayat 72, telah disebutkan jelas bahwa fitrah manusia adalah berpasang-pasangan dan bertujuan untuk melahirkan keturunan yang baik-baik. Alif mengatakan bahwa sudah semestinya seseorang bahagia dan senang dengan kehadiran seorang anak. Hal ini juga sama dengan yang ada pada Surat Ali Imran ayat 14. Dikatakan bahwa dalam pandangan manusia, wanita, anak-anak, harta benda, kuda dan hewan ternak adalah hal yang indah.

Kemudian, Alif masuk pada bahasan tentang childfree. Childfree sendiri secara pengertian, menurut Oxford Dictionary, adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi tidak memiliki anak, terutama karena pilihan. Istilah ini familiar dalam agenda feminism yang menganggap childfree sebagai pilihan perempuan untuk menentukan jalan hidupnya.

Pada era reformasi, kaum feminism menemukan momen untuk mengadakan perubahan pada segala bidang yang berhubungan dengan gender. Kondisi tersebut memacu kaum feminism untuk menciptakan sejumlah gerakan dan agenda yang dapat memberikan kebebasan pada perempuan, salah satunya adalah keputusan childfree. Keputusan ini digunakan perempuan untuk memilih kebebasannya dari menjadi ibu dan mengalami proses kehamilan serta melahirkan. Konsep ini merupakan bagian dari politik tubuh, the right of body.

Alif menguraikan beberapa alasan, mengapa orang memilih untuk childfree. Alasan yang pertama adalah masalah karir seorang perempuan yang akan terganggu jika harus mengasuh anak. Kedua, alasan finansial yang dirasa akan terganggu jika harus ditambah dengan kebutuhan seorang anak. Ketiga, alasan layanan kesehatan yang buruk. Keempat  terbatasnya sarana dan fasilitas publik dan meluaonya populasi manusia di bumi.

Menurut Alif, tren childfree dengan argumen bahwa populasi manusia yang akan segera memenuhi bumi justru bertentangan dengan tren angka kelahiran. Tren angka kelahiran di dunia justru sedang menurun. Bahkan, beberapa negara menganjurkan warganya untuk memiliki anak agar menjaga stabilitas demografi di negara tersebut.

Tren childfree, menurut Alif, berdampak pada penurunan populasi penduduk. Childfree juga jelas melanggar fitrah dalam ajaran Islam. Secara psikologis, orang yang memilih childfree tidak memikirkan psikologis masa tua dimana ia akan mengalami kesepian, kebosanan, dan ketidak-bermaknaan ketika tidak memiliki keturunan yang merawatnya dan mendampinginya di masa tua.

Secrara fisiologis, Alif mengutip pendapat dari Hasto Wardoyo, Kepala BKKBN, kebanyakan wanita yang mengidap tumor dan kanker Rahim serta payudara disebabkan tidak memiliki atau hanya memiliki seorang anak. Kanker Rahim dapat menyerang wanita tanpa memandang usia, namun lebih sering menyerang mereka yang tidak pernah memiliki anak, atau merkea memiliki anak pertama setelah usia 35 tahun. Tumor dan kanker payudara cenderung banyak menyerang wanita yang tidak menyusui. Wanita yang belum memiliki anak, atau memiliki anak pertama setelah usia 30 tahun, memiliki peluang sedikit lebih tinggi terkena kanker payudara. Hal tersebut dikarenakan jaringan payudara terpapar lebih banyak estrogen untuk jangka waktu yang lebih lama.

Dengan diuraikannya dampak childfree tersebut, maka sangat menyalahi fitrah dan realitas sosial jika seseorang memilih untuk childfree. [Fhm]

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker