default

Fatwa Tarjih Muhammadiyah : Pengertian Fardlu Kifayah

FARDLU KIFAYAH

Pertanyaan Dari:

Agus Suryanto

suryanto_ags@lycos.com

(disidangkan pada Jum’at, 6 Rabiul Awwal 1429 H / 14 Maret 2008 M)

Pertanyaan:

Assalamu ’alaikum Wr. Wb.

Ada beberapa pertanyaan yang saya ingin tahu jawabannya:

  1. Apakah yang dimaksud dengan fardlu kifayah?
  2. Apa saja yang termasuk fardlu kifayah? Yang saya tahu hanya melayat, katanya masuk fardlu kifayah.
  3. Bagaimana jika fardlu kifayah tidak bisa ditunaikan ?

Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.

Jawaban:

  1. Wahbah az-Zuhaili dalam kitab Ushulul Fiqhil Islami, 1986, Juz I halaman 62, menjelaskan fardlu kifayah ialah perbuatan yang dituntut terwujudnya tanpa memandang siapa yang melakukan. Tuntutan ini ditujukan kepada sekelompok mukallaf (orang dewasa yang memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum). Dengan redaksi lain dapat dikemukakan bahwa fardlu kifayah yakni perbuatan yang diwajibkan oleh Allah SWT harus terlaksana dalam sebuah komunitas tanpa memandang apakah perbuatan itu dilakukan oleh semua umat Islam atau sebagian dari mereka. Dengan demikian jika perbuatan yang diwajibkan ini telah terlaksana sekalipun hanya dilakukan oleh sebagian dari sekelompok umat Islam bahkan jika mungkin hanya dilakukan oleh seorang saja di sebuah komunitas, maka berarti perbuatan itu telah terwujud, sehingga tidak lagi dituntut kepada sebagian umat Islam yang tidak –ikut– melaksanakan untuk melaksanakan perbuatan yang serupa.
  2. Semua perbuatan dalam perawatan jenazah adalah termasuk perbuatan yang dihukumi dengan fardlu kifayah, yakni memandikan jenazah, mengkafani, menyalatkan dan menguburkannya. Di samping itu masih banyak lagi perbuatan yang dihukumi sebagai perbuatan fardlu kifayah seperti menjawab salam, amar ma’ruf dan nahi munkar, –dan menurut sebagian ulama—mendirikan shalat jama’ah di masjid. Demikian juga perbuatan-perbuatan yang sangat dibutuhkan dalam menegakkan dan memperlancar kehidupan, seperti mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mendirikan rumah sakit, panti asuhan, serta mempelajari dan mendalami bidang-bidang ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat.
  3. Sebagai sebuah kewajiban yang dituntut kepada sekelompok umat, maka jika kewajiban tersebut tidak ditunaikan oleh mereka atau sebagian dari mereka, atau tidak seorangpun dari mereka yang mengerjakan, maka berdosa semua mukallaf  di dalam komunitas itu. Namun di antara perbuatan yang dihukumi dengan fardlu kifayah ini ada perbuatan-perbuatan tertentu yang hanya dapat dilaksanakan oleh kalangan terbatas, yakni pada perbuatan-perbuatan yang memerlukan kemampuan atau keahlian, misalnya perbuatan dalam bidang fatwa, medis, SAR, perbuatan yang memerlukan dana besar dan lain sebagainya. Pada perbuatan-perbuatan seperti ini fardlu kifayah hanya ditujukan kepada mereka yang memiliki keahlian dan tahu akan perbuatan yang dihukumi dengan fardlu kifayah tersebut. Jika dalam satu komunitas tersebut terdapat beberapa orang yang memiliki keahlian dan tahu akan perbuatan yang dihukumi dengan fardlu kifayah, tetapi tidak ada seorangpun di antara mereka yang melakukan, maka semua mereka yang memiliki keahlian dan tahu akan perbuatan yang dihukumi fardlu kifayah dalam komunitas itu yang berdosa, sedangkan masyarakat yang lain tidak berdosa karena tidak dilaksanakan perbuatan yang dihukumi dengan fardlu kifayah itu, tetapi berdosa jika mereka tahu ada orang yang memiliki keahlian tetapi  tidak mendorong mereka yang mempunyai keahlian tersebut untuk melaksanakan perbuatan yang dihukumi dengan fardlu kifayah. Misalnya jika di sebuah komunitas terdapat beberapa orang ahli berenang, kemudian di situ terjadi banjir yang mengakibatkan salah seorang warganya  terbawa arus dan ia tidak dapat berenang yang sangat memungkinkan dia akan tenggelam dan mati, maka mereka yang ahli berenang dan tahu ada orang yang akan tenggelam itulah yang terkena fardlu kifayah untuk menolong. Oleh karena itu jika tak seorang pun dari mereka yang ahli berenang dan tahu ada orang yang akan tenggelam yang mau menolongnya, maka merekalah yang berdosa karena tidak melakukan fardlu kifayah, sedangkan masyarakat yang lain –yang tidak dapat berenang–  tidak berdosa karena tidak melakukan penyelamatan terhadap orang yang akan tenggelam itu, tetapi mereka berdosa karena mereka tahu ada orang pandai berenang tetapi tidak mendorong yang pandai berenang untuk melakukan pertolongan.
  4. Jika dalam komunitas itu hanya ada satu-satunya orang yang memiliki kemampuan atau keahlian, maka hanya dialah yang terkena kewajiban fardlu kifayah ini. Dengan kata lain dalam keadaan yang seperti ini fardlu kifayah berubah menjadi fardlu ’ain, sehingga ia harus melaksanakan, jika tidak melaksanakan ia berdosa karena tidak melaksanakan perbuatan itu. Dalam pada itu masyarakat yang lain yang tahu ada orang yang pandai berenang berdosa karena tidak mau mendorong orang yang memiliki keahlian tersebut untuk melaksanakan perbuatan yang hanya ia yang dapat melaksanakannya. Seperti dalam contoh di atas, jika yang pandai berenang hanya seorang saja dan ia tahu ada orang yang akan tenggelam, maka orang pandai berenang itu wajib menolongnya. Jika dia tidak mau menolongnya, maka dia berdosa. Sementara masyarakat yang lain yang tahu ada orang yang pandai berenang, tidak berdosa karena tidak melakukan pertolongan, melainkan berdosa karena tidak mendorong orang yang pandai berenang untuk menolong orang yang akan tenggelam akibat terseret arus air banjir tersebut. (Dapat dibaca lebih lanjut: Wahbah az-Zuhaili, Ushulul Fiqhil Islami, Juz I halaman 64 dan TM Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Jilid II, halaman 145).

Wallahu a’lam bish-shawab. *dw)

Sumber : Fatwa Tarjih Muhammadiyah 2008

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker