Beritadefault

Muktamar Muhammadiyah Ke 48 yang Membanggakan dan Menggembirakan

TABLIGH.ID, YOGYAKARTA— Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-48 di Surakarta, Jawa Tengah telah selesai dilaksanakan. Antusiasme warga Persyarikatan tumpah ruah di Surakarta untuk memeriahkan perhelatan akbar lima tahunan itu. Dalam rentang tempo yang hanya tiga hari digelar (18-20/11), memancarkan energi baru dan kekuatan baru untuk berkhidmat dalam memajukan bangsa dan mencerahkan semesta.

Banyak pihak yang mengatakan bahwa permusyawaratan tertinggi itu berlangsung dengan lancar, tertib, guyub, dan penuh semangat. Bahkan Muktamar yang bermarwah, bermartabat, dan berkemajuan. Inilah Muktamar yang tidak hanya saja milik warga Persyarikatan, tetapi milik seluruh warga masyarakat.

“Muktamar Muhammadiyah ke-48 dan juga Aisyiyah tidak hanya menjadi milik warga Persyarikatan tetapi juga milik masyarakat, di Solo Raya, di seluruh Indonesia, bahkan di berbagai belahan dunia,” ujar Prof Dr H Abdul Mu’ti, Med selaku Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah saat memberikan tausyiah di Pengajian Umum PP Muhammadiyah, Jumat (9/12).

Prof Mu’ti mengungkapkan selama perhelatan Muktamar berlangsung, Muhammadiyah dibanjiri bunga rampai apresiasi dari tokoh dunia dan perwakilan negara-negara sahabat.

“Ada beberapa surat yang dikirim oleh para duta besar ke PP Muhammadiyah, misalnya dari Duta Besar Uni Emirat Arab, Singapura, kemudian banyak lagi yang lainnya yang dikirim ke PP Muhammadiyah. Dan itu semuanya menunjukkan betapa perhelatan Muktamar itu tidak hanya menjadi bisnis Muhammadiyah (it is not only Muhammadiyah business), tetapi juga menjadi bagian dari konsen dan menjadi bagian dari perhatian seluruh masyarakat,” katanya.

Muktamar di Surakarta berlangsung dengan membanggakan dan menggembirakan. Ini menunjukkan bagaimana kematangan warga Persyarikatan, kultur (budaya), serta kemapanan good governance (tata kelola pemerintahan) dan proper governance (tata laksana yang baik) yang berkembang di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.

Berjalannya Muktamar yang dinilai sukses itu menjadi energi potensial. Di mana dari energi potensial ini, memungkinkan dan diharapkan akan ada usaha untuk membawa Muhammadiyah melangkah lebih maju. Muhammadiyah harus bergerak from good to great (dari yang baik hingga yang hebat), bukan from good to better (dari yang baik ke yang lebih baik) yang menjadi unggul dan berkemajuan.

Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyebut bahwa Muhammadiyah berkembang berdasarkan sistem. Sebab Muhammadiyah tidak tergantung kepada sinten (orang) dan pinten (uang). Dari komitmen dan ketulusan nuraninya, maka Muhammadiyah dan Aisyiyah dapat sukses menyelenggarakan Muktamar di Surakarta, Jawa Tengah. Pihaknya mendorong dan mengajak kepada segenap warga Persyarikatan untuk senantiasa mencurahkan kesyukuran tak terhingga kepada Allah Swt atas capaian yang telah diraih selama ini.

Pada saat bersamaan, Prof Mu’ti mengingatkan kepada semua warga Persyarikatan agar tidak boleh terlena dan berpuas diri dengan apa yang telah diraih dalam Muktamar. Menurutnya, Muktamar bukan sebagai klimaks, tetapi menjadi awal untuk bekerja yang lebih baik. Itulah mengapa Muktamar disebut sebagai energi baru untuk memompa seluruh denyut nadi kekuatan dalam bergerak untuk berkhidmat kepada umat, bangsa, dan negara secara universal.

“Muktamar merupakan energi baru untuk melakukan pembaharuan. Karena itu, kita sekalian tentu saja sebagai pimpinan dan warga Persyarikatan tidak boleh berhenti karena kita sebagai gerakan yang berkemajuan dan sesuai dengan spirit teologi al-Insyirah. Jadi, setelah Muktamar selesai, tidak boleh kita berleha-leha dan tidak boleh kita berpangku tangan,” tuturnya.

Prof Mu’ti mendorong kepada seluruh warga Persyarikatan untuk terus bergerak ke depan. Sebab di dalam diri warga Persyarikatan itu memiliki energi yang terbarukan (renewable energy). Sehingga energi baru tersebut bisa ditumbuhkembangkan berdasarkan keberhasilan yang telah dicapai oleh Muhammadiyah dan Aisyiyah lebih dari satu abad berkiprah di kehidupan bangsa, umat, dan kemanusiaan semesta.

“Keberhasilan itu sekali lagi merupakan energi potensial untuk kita bisa melejit dan maju. Tetapi juga keberhasilan kalau tidak kita lanjutkan dengan bekerja lebih baik lagi, itu bisa menjadi awal dari disrupsi. Salah satu jebakan dari kesuksesan itu adalah kita berada di zona nyaman (comfort zone) yang karena kita terlalu asyik di dalam zona nyaman itu, lantas kita menjadi seorang yang romantis. Yakni seorang yang hanya mengenang kebaikan-kebaikannya, mengenang sesuatu yang indah, tetapi terlena bahwa ada tantangan yang berat di masa depan,” paparnya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker