BeritadefaultKhazanah

Hikmah dan Keutamaan Diturunkannya Bulan Haram

TABLIGH.ID, YOGYAKARTA— Allah swt menjadikan empat bulan sebagai bulan haram mengandung banyak hikmah. Para ulama telah menjelaskan hikmah-hikmah tersebut. Di antaranya:

Imam Alwahidi (wafat 468 H) berkata: “Orang-orang yang pakar tentang hikmah berkata: “Dan dijadikan sebahagian bulan lebih besar keharamannya dari sebahagian bulan lainnya mengandung banyak faidah dari kemaslahatan dalam menahan diri dari kezhaliman (kemaksiatan) padanya karena besar kedudukannya dalam hukum Khaliknya, maka bisa jadi hal itu mengakibatkan kepada meninggalkan maksiat sama sekali, karena padamnya rasa balas dendam pada saat itu.” (Tafsir Al-Basith: 10/378)

Imam Ibnul ‘Arabi Al-Maliki (wafat 543 H) berkata, “Jika ditanya: bagaimana bisa Allah menjadikan sebagian waktu itu lebih besar keharamannya dari sebagian waktu lainnya? Kami jawab dengan dua jawaban: Pertama: Allah ta’ala berbuat apa yang Dia mau dan menghukumi apa yang Dia kehendaki. Tidak ada penghalang baginya. Dan perbuatannya tidak perlu alasan. Namun semua itu dengan hikmah. Terkadang bagi makhluk terlihat segi hikmah padanya dan terkadang tersembunyi. Kedua: Makna demikian adalah bahwa jiwa diciptakan untuk memenuhi syahwat. Ketika wajib atasnya meninggalkan hal-hal yang diharamkan, Dia menjadikan sebagiannya lebih berat dari sebagian lain, agar menahan diri dari yang paling berat terbiasa dengan menahan diri dari yang paling ringan. Dan Dia menjadikan sebagian waktu dan tempat lebih besar keharamannya dari sebagian yang lain agar terbiasa patuh dalam masalah ringan, maka mudah baginya dalam masalah yang berat.” (Tafsir Ahkam Alquran: 2/439).

Al-Imam Muhammad Ath-Thahir bin ‘Asyur (wafat 1392 H) berkata, “Alasan pengkhususan larangan maksiat-maksiat pada bulan-bulan haram ini adalah Allah menjadikannya waktu-waktu untuk ibadah. Jika seseorang tidak mengerjakan ibadah padanya, maka hendaklah tidak melakukan maksiat-maksiat padanya. Larangan berbuat maksiat padanya itu tidak mesti berarti maksiat-maksiat di luar bulan-bulan ini tidak dilarang. Namun maksudnya bahwa maksiat padanya itu lebih besar dosanya dan amal shalih padanya lebih besar pahalanya. Yang seumpama dengan ini firman Allah swt: “Maka janganlah dia berkata jorok, berbuat maksiat; dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji”. (Al-Baqarah: 197). Sesungguhnya berbuat maksiat itu dilarang pada waktu haji dan waktu lainnya.” (Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir: 10/186)

Imam Al-Alusi (wafat 1270 H) berkata, “Pengkhususan larangan melakukan maksiat pada bulan-bulan haram meskipun melakukan maksiat iti dilarang secara mutlak (pada semua bulan) untuk mengagungkannya. Allah swt memberikan keistimewaan sebahagian waktu atas waktu lainnya. Maka melakukan maksiat padanya itu lebih besar dosanya seperti melakukan maksiat di tanah haram dan waktu ihram (haji dan umrah). (Tafsir Ruhul Ma’ani: 6/127).

Adapun hikmah dijadikan empat bulan-bulan haram yaitu tiga bulan secara berurutan dan satu bulan terpisah di tengah tahun dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir (wafat 774 H) dalam kitab tafsirnya.

Imam Ibnu Katsir berkata: “Dan sesungguhnya dijadikan bulan-bulan haram itu empat yaitu tiga secara berurutan dan satu secara terpisah, untuk menunaikan ibadah manasik haji dan umrah. Maka diha ramkan satu bulan sebelum bulan haji yaitu Dzulqa’dah karena mereka menghentikan peperangan padanya. Dan diharamkan bulan Dzulhijjah karena mereka melaksanakan ibadah haji padanya dan sibuk dengan melakukan ibadah manasik padanya. Diharamkan setelahnya satu bulan lain yaitu Muharram agar mereka pulang ke negeri mereka yang paling jauh dengan kondisi aman. Dan diharamkan Rajab pada tengah tahun untuk menunaikan mengunjungi Baitullah dan melakukan umrah bagi orang yang datang kepadanya dari jazirah Arab yang paling jauh, maka mereka mengunjunginya lalu kembali ke negerinya dengan kondisi aman.” (Tafsir Ibnu Katsir: 4/86)

Adapun keutamaan bulan-bulan haram yaitu:

Pertama: Dilarang berperang padanya kecuali diserang. Allah swt berfirman: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu sebuah (dosa) besar.” (Al-Baqarah: 217).

Allah swt juga berfirman: “maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya…” (At-Taubah: 36).

Imam Al-Wahidi (wafat 468 H) menukilkan riwayat dari Ibnu Abbas yang menjelaskan tafsir ayat tersebut, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Firman Allah: “maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu”, “dengan menghalalkan pembunuhan dan perang pada empat bulan itu.”

Imam Al-Wahidi berkata, “Ini mewajibkan meninggalkan perang pada empat bulan haram, dan tetap hukumnya seperti sebelum Islam. Dan kami sudah menjelaskan perbedaan pendapat ulama dalam hukum ini di surat Al-Baqarah dalam firman Allah: “”Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu sebuah (dosa) besar.” (Al-Baqarah: 217).”
(Tafsir Al-Basith: 10/383).

Imam Al-Qurthubi berkata, “Pendapat pertama: Maknanya janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam empat bulan haram dengan melakukan perang, kemudian dinasakh (dihapus hukumnya) dengan dibolehkan berperang di semua bulan. Ini pendapat Qatadah, ‘Atha’ Al-Khursani, Zuhri dan Sofyan Ats-Tsauri. Ibnu Juraij berkata: “Atha’ bin Abi Ribah telah bersumpah bahwa tidak dihalalkan bagi orang-orang untuk berperang di tanah haram dan tidak pula di bulan haram kecuali diserang padanya dan ayat ini tidak dinasakh. Yang benar adalah pendapat yang pertama, karena Nabi saw memerangi kabilah Hawazin di Hunain kabilah Tsaqif di Thaif dan mengepung mereka di bulan Syawwal dan sebahagian Zhulhijjah. Telah berlalu makna ini di surat Al-Baqarah.” (Tafsir Al-Qurthubi: 8/123-124).

Dengan demikian, bulan-bulan haram adalah bulan-bulan perdamaian dan gencatan senjata yang menjamin keamanan jiwa dan harta sesorang sebagaimana dijaminnya jiwa dan harta seseorang di tanah Haram, agar dapat menunaikan ibadah padanya, khususnya ibadah haji di mana orang-orang datang dari seluruh penjuru dunia mulai bulan Dzulqa’idah dan pulang ke tanah air mereka pada bulan Muharram dengan aman dan nyaman.

Kedua, Perbuatan maksiat yang dilakukan pada bulan-bulan haram lebih besar dosanya daripada bulan-bulan selainnya. Dosa zina padanya lebih besar dari bulan lainnya, dosa minum khamar padanya lebih besar dari bulan lainnya, dosa maisir (judi) padanya lebih besar dari bulan lainnya, dosa menzhalimi padanya dari bulan lainnya, dosa meninggalkan shalat padanya lebih besar, dan seterusnya. Maka, bulan-bulan haram ini dapat mencegah orang untuk berbuat maksiat.

Ketiga: Ibadah dan amal shalih yang dikerjakan pada bulan-bulan Haram lebih besar pahalanya dari bulan-bulan lainnya. Pahala shalat sunnat padanya lebih besar dari bulan lainnya, pahala puasa sunnat padanya lebih besar dari bulan lainnya, pahala membaca Alquran dan berinteraksi dengannya padanya lebih besar dari bulan lainnya, pahala sedekah padanya lebih besar dari bulan lainnya, pahala membantu orang tua dan orang lain padanya lebih besar dari bulan lainnya, dan seterusnya. Maka, bulan-bulan ini memberi motivasi untuk memperbanyak amal shalih padanya.

Sumber : suaramuhammadiyah.id

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker