Berita

“ISLAM LIBERAL” SEBAGAI ORIENTALISME JILID IV

Orientalisme secara singkat dapat dimaknai paham ketimuran, gerakan yang berorientasi untuk mempelajari dan bergaul dengan Bangsa Timur. Fenomena Orientalisme telah terjadi cukup lama, bahkan sejak awal tahun Masehi, yaitu ketika orang-orang Barat meminati kehidupan dunia Timur. Orang-orang Barat ini mengkaji bahasa, budaya, agama, dan potensi alami dunia Timur. Berbagai dorongan dan motivasi telah melatar belakangi gerakan orientalisme klasik tersebut.

Di antara ilmuwan, seperti Musthafa al-Siba’i mengemukakan bahwa di antara kaum orientalis memiliki berbagai macam kepentingan, motif dan motivasi. Ada yang melaksanakan kepentingan budaya, ekonomi, agama, politik, dan sebagainya.

Kini, isu orientalisme lebih banyak berkaitan dengan dunia Islam, yang mayoritas di belahan dunia Timur. Fokus Barat lebih kepada Islam bukan tanpa alasan. Dalam kurun abad 7 s/d abad XIII Masehi adalah merupakan masa kejayaan Islam. Fenomena ini telah menumbuhkan gairah tersendiri bagi bangsa Barat untuk lebih mendalami Islam dan umatnya, serta potensi budaya dan alamnya, baik untuk kepentingan kolonialisme politik, ekonomi dan budaya, maupun kepentingan missi dan zending agama Kristen.

Kejayaan Islam telah membuat cemburu bangsa Barat yang mayoritas pemeluk agama Kristen dan penganut paham sekularisme dan liberalisme. Kecemburuan yang kuat itu telah mendorong bangsa Barat untuk merebut kendali dunia dari tangan Islam. Mereka berhasil menguasai kembali daratan Eropa yang sempat berada dalam kekuasaan Islam yang dikenal dengan reconquista, yang kemudian disusul dengan jatuhnya Bagdad.

Kecemburuan itulah yang selanjutnya melahirkan beberapa gerakan orientalisme, sebagai upaya untuk merebut kendali peradaban dari tangan Islam. Untuk itu mereka melakukan berbagai langkah untuk mempelajari berbagai isi dari kehidupan umat Islam, yang dipandang sebagai lawan terberat dalam pergumulan peradaban dunia.

Pada periode pertama, kaum orientalisme, sebagai upaya untuk merebut kendali peradaban dunia dari tangan Islam. Untuk itu mereka melakukan berbagai langkah untuk mempelajari berbagai sisi dari kehidupan umat Islam, yang dipandang sebagai lawan terberat dalam pergumulan peradaban dunia.

Pada periode pertama, kaum orientalis melakukan kunjungan langsung ke berbagai belahan dunia Islam untuk mempelajari kekayaan intelektual, spiritual, budaya dan kehidupan sosial umat Islam. Mereka pun mempelajari sumber inti ajaran Islam, al-Qur’an dan as-Sunnah,  dari para ulama dan kitab-kitabnya. Mereka juga mempelajari berbagai warisan intelektual Muslim klasik, dan mencatat dengan cermat berbagai sisi kehidupan umat Islam. Pada periode ini berbagai bentuk gerakan orientalisme dilancarkan, seperti: (1) orientalisme misionaris, yang bergerak dengan dan untuk menyebarkan misi dan zending agama kristen di dunia Islam, (2) Orientalisme imperalis/kolonialis, yang melakukan eksploitasi politik dan ekonomi kepada dunia dan khususnya bangsa Muslim, (3) Orientalisme scientist, yang mereka bertekun untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya, terbias oleh kepentingan dan ideologi mereka yang sekuler dan liberal.

Selanjutnya memasuki periode kedua, kaum orientalis menuangkan hasil kajiannya atas dunia Islam dalam berbagai buku ilmiah. Juga menerbitkan terjemahan dan komentar atas karya intelektual Muslim. Dalam tahap ini, meskipun terdapat beberapa orientalis yang jujur dalam membangun opini tentang Islam, namun kebanyakan mereka melakukan perang pemikiran (ghazwul fikri). Mereka membangun opini publik tentang Islam, dengan kecenderungan untuk menggambar isi negatif dari Islam, mengaburkan aqidah, syari’ah dan  akhlaq Islam. Bahkan tidak segan-segan melecehkan Islam.

Pada periode ketiga, kaum orientalis membangun gerakannya dengan membentuk berbagai pusat studi keislaman, dan memberi kesempatan yang seluas-luasnya bagi generasi muda Muslim Indonesia untuk belajar pada program S2 dan S3 bidang Islamic Studies.  Untuk program ini mereka tidak segan-segan menyediakan biaya trilyunan dollar, yang sebenarnya uang itu juga merupakan hasil dari rampasan orientalisme imperalis dunia Islam. Sehingga berduyun-duyunlah generasi Muslim untuk mengkaji Islam di sarang orientalis itu. Memang sah-sah saja belajar dari dan kepada siapapun. Tetapi perlu selektif dan memiliki daya saring yang kuat terhadap pemikiran orientalis tentang Islam. Namun, yang terjadi kebanyakan generasi Muslim dilanda krisis kepercayaan diri dan inferiority complex. Akhirnya, dan itulah yang menjadi keinginan Barat, generasi Muslim menjadi Intelektual Muslim yang berjiwa orientalis, yang berbangga hati menyarakan pandangan Barat, berbangga hati bila dapat membongkar bangunan dan prinsip pemikiran Islam. Sebeliknya, merasa rendah diri dan hina untuk menawarkan metodologi pemikiran Islam yang luas dan bersumber dari pandangan hidup Muslim.

Akhirnya, muncullah Orientalism Jilid keempat, generasi Muslim Liberal. Generasi ini merebak bak jamur di musim penghujan, karena kader-kader dari program orientalisme jilid tiga, telah menyebar di berbagai lini kehidupan umat. Ada di perguruan tinggi Islam (UIN, IAIN, STAIN, PTAI Swasta lainnya), ada juga yang masuk di tubuh ormas Islam, seperti; NU, Muhammadiyah, Persis, dan sebagainya, bahkan mendirikan wadah-wadah baru seperti JIL (Islib), Lakpesdam (di lingkungan NU), JIMM dan PSAP (di lingkungan Muhammadiyah), mereka semua menawarkan pemikiran liberal dalam memahami Islam, dalam arti pembebasan diri dari batas-batas dan qaidah-qaidah pemahaman Islam sebagaimana dirintis para ulama salaf maupun khalaf, bahkan yang lebih ekstrem ingin membebaskan diri dari ikatan iman, dan ikatan al-Qur’an dan as-Sunnah. Generasi ini dapat dikategorikan Orientalis Barat. Bahkan untuk gerakan ini Barat tidak segan-segan mengeluarkan dana besar-besaran melalui lembaga-lembaga donor tingkat internasional maupun regional.

Demikianlah, sekarang ini kita membutuhkan pencerahan pemikiran secara islami, dengan mengkaji segala fenomena keagamaan dan keberagamaan umat manusia, untuk dikembalikan kepada orisinalitas Islam yang bersumber kepada al-Qur’an dan Sunnah. Wallahu waliyyut tawfiq wal hidayah.

Penulis : H. Dr. Syamsul Hidayat, M.A.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker