AqidahBeritadefault

Larangan dan Amalan Khusus di Bulan Haram, Apa Saja?

TABLIGH.ID, YOGYAKARTA — Para ulama sepakat mengatakan bahwa dianjurkan memperbanyak amal shalih pada bulan-bulan Haram. Amal shalih yang dimaksud adalah amalan secara umum yang dalilnya shahih yang dianjurkan pada semua bulan termasuk bulan-bulan Haram.

Amal shalih itu dianjurkan pada setiap bulan, terutama pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan haram. Bulan-bulan ini merupakan bulan yang diagungkan dan dimuliakan dalam Islam. Dosa maksiat pada bulan-bulan ini lebih besar dari bulan-bulan lainnya. Begitu pula pahala amal shalih pada bulan-bulan tersebut lebih besar dari bulan-bulan lainnya. Inilah keutamaan bulan-bulan haram.

Dalilnya adalah tafsir (penjelasan) para ulama terhadap ayat 36 dari surat At-Taubah: “maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan-bulan itu…” (At-Taubah: 36) Di antaranya mereka yaitu:

Pertama: Tafsir Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ayat 36 surat At-Taubah sebagaimana diriwayatkan oleh imam Ibnu Jarir Ath-Thabary (wafat 310 H) dalam kitab tafsirnya ” Jamiul Bayan fi Ta’wiilil Qur’an” (10/133), dan Imam Al Hafiz Ibnu Katsir (wafat 774 H) dalam kitab tafsirnya “Tafsiirul Qur’anil Azhiim” (4/86), serta para ulama tafsir lainnya.

Dari Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Firman Allah swt: “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan-bulan itu…” (At-Taubah: 36), maksudnya dalam setiap dua belas bulan. Lalu Allah mengkhususkan dua belas bulan itu empat bulan, maka Allah menjadikan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, membesarkan pengharamannya, menjadikan dosa pada empat bulan haram ini lebih besar dan amal shalih dan pahala lebih besar.” (Tafsir At-Thabari, 10/133, Tafsir Ibnu Katsir, 4/86)

Dalam riwayat lain dari Yusuf bin Mahran, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Firman Allah: “Maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan-bulan itu…” yaitu dalam semua bulan (dua belas bulan).” (Tafsir At-Thabary, 10/133, Tafsir Ibnu Katsir, 4/86)

Menurut Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dhamir “hinna” pada ayat 36 surat At-Taubah kembali kepada dua belas bulan. Dengan demikian, makna ayat ini: “Maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam dua belas bulan itu …” (Tafsir At-Thabari, 10/133, Tafsir Ibnu Katsir, 4/86)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa larangan berbuat zhalim itu berlaku untuk semua bulan yakni dua belas bulan. Hanya saja empat bulan di antara dua belas ini mendapatkan pengkhususan dari Allah swt dengan menjadikannya sebagai bulan-bulan haram dan mengagungkan pengharamamnya dengan menjadikan dosa pada empat bulan haram lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, sebagaimana juga menjadikan pahala ibadah dan amal shalih padanya lebih besar.

Kedua: Tafsir Imam Qatadah rahimahullah sebagaimana yang dinukilkan oleh Imam Ath-Thabari, Imam Al-Wahidi dan Imam Ibnu Katsir, dan para ulama lainnya dalam kitab-kitab Tafsir mereka.

Dari Sa’id, dari Qatadah, ia berkata: “Adapun firman Allah swt: “Maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan-bulan haram”, maka sesungguhnya kezhaliman yang dilakulan pada bulan-bulan haram itu lebih besar kesalahannya dan dosanya daripada kezhaliman pada bulan selainnya, meskipun (dosa) kezhaliman pada setiap waktu itu besar, akan tetapi Allah membesarkan urusannya apa yang Dia kehendaki.” Dan dia berkata: “Sesungguhnya Allah memilih orang-orang pilihan dari makhluknya Dia memilih dari malaikat sebagai utusan dan dari manusia sebagai utusan. Dia memilih dari perkataan Dia menyebutkannya. Dia memilih dari bumi Dia memilih masjid. Dia memilih dari bulan-bulan Dia memilih Ramadhan dan bulan-bulan haram. Dia memilih dari hari-hari Dia memilih hari Jum’at. Dia memilih dari bulan-bulan Dia memilih malam Lailatul Qadar. Maka agungkanlah apa yang Allah agungkan. Sesungguhnya perkara-perkara itu diagungkan dengan apa yang diagungkan oleh Allah menurut orang-orang yang paham dan orang-orang yang berakal.” (Tafsir Ath-Thabary 10/133, At-Tafsir Al-Basith: 10/381, Tafsir Ibnu Katsir, 4/86)

Imam Al-Baghawi (wafat 516 H) dalam kitab tafsirnya “Ma’aalimut Tanzil” menukilkan riwayat lain perkataan imam Qatadah rahimahullah.

Imam Qatadah berkata: “Amal shalih lebih besar pahalanya pada bulan-bulan haram. Dan kezhaliman padanya lebih besar dosanya dari bulan-bulan selainnya, meskipun kezhaliman dalam setiap waktu itu dosa besar.” (Ma’aalimut Tanzil, 2/294).

Ketiga: Tafsir Al-Imam Ibnu Katsir, ia berkata, “Firman Allah swt, “Maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan-bulan-bulan itu…”, maksudnya pada bulan-bulan haram karena lebih kuat dan besar dalam dosa dari bulan-bulan selainnya sebagaimana maksiat-maksiat di tanah haram dilipatgandakan dosanya sebagaimana firman Allah swt: “Dan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zhalim di dalamnya, niscaya akan Kami rasakan kepadanya siksa yang pedih.” (Al-Haj: 25). Demikian pula bulan haram, diperberat dosa-dosa padanya. Oleh karena itu, hukuman diyat diperberat dalam bulan haram dalam mazhab Asy-Syafi”i dan kebanyakan para ulama. Demikian pula dalam hak orang yang dibunuh di tanah haram atau dibunuh dalam bulan haram.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/86).

Keempat: Tafsir Imam Al-Qurthubi, ia berkata: “Firman Allah: “Maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan-bulan-bulan itu…”, menurut Ibnu Abbas kembali kepada semua bulan. Dan menurut sebahagian ulama lain kembali kepada bulan-bulan haram saja. Karena lebih dekat kepada bulan-bulan haram. Dan bulan-bulan haram memiliki keistimewaan dalam pengagungan dosa kezhaliman berdasarkan firman Allah: “Maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat; dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji”. (Al-Baqarah: 197). Bukan berarti kezhaliman (kemaksiatan) pada selain hari-hari ini boleh sebagaimana kami akan menjelaskannya.” (Tafsir Al-Qurthubi: 8/123)

Kelima: Tafsir Imam As-Sayuthi (wafat 911 H) dalam kitabnya Tafsir Al-Jalalain, ia berkata: “Firman Allah: “Maka janganlah kamu menzhalimi dalam bulan-bulan-bulan itu…”, maksudnya bulan-bulan haram. Firman Allah: “dirimu” dengan maksiat karena sesungguhnya maksiat padanya itu lebih besar dosanya. Dan dikatakan pada semua bulan.” (Tafsir Al-Jalalain, hal. 192).

Syaikh Ash-Shawi Al-Maliki (wafat 1241 H) mengomentari tafsir imam As-Sayuthi (911 H) firman Allah: “empat bulan” yang diharamkan: maksudnya yang diagungkan yang dihormati berlipat ganda padanya (pahala) ketaatan (ibadah).” (Hasyiah Ash-Shaawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain, 2/141).

Demikialah di antara perkataan para ulama tafsir dalam masalah ini. Mereka sepakat mengatakan bahwa dosa maksiat pada bulan-bulan Haram lebih besar dari bulan-bulan lainnya, sebagaimana pahala amal shalih padanya lebih besar dari bulan-bulan lainnnya. Oleh karena itu, pada bulan-bulan Haram dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih.

Mereka juga sepakat mengatakan bahwa larangan berbuat zhalim atau maksiat berlaku untuk semua bulan. Hanya saja larangan berbuat maksiat pada bulan-bulan haram lebih kuat dari bulan-bulan lainnya. Karena, bulan-bulan ini diagungkan dan dimuliakan oleh Allah swt.

Larangan Berbuat kezhaliman pada bulan-bulan Haram

Para ulama sepakat mengatakan bahwa haram hukumnya berbuat kezhaliman pada bulan-bulan haram berdasarkan firman Allah swt: maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan-bulan itu…” (At-Taubah: 36).

Namun para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan kezhaliman dalam ayat tersebut. Imam Al-Qurthubi menukilkan dua pendapat ulama:

Pendapat pertama: Maknanya janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam empat bulan haram dengan melakukan perang, kemudian dinasakh (dihapus hukumnya) dengan dibolehkan berperang di semua bulan. Ini pendapat Qatadah, ‘Atha’ Al-Khursani, Zuhri dan Sofyan Ats-Tsauri.

Ibnu Juraij berkata: “Atha’ bin Abi Ribah telah bersumpah bahwa tidak dihalalkan bagi orang-orang untuk berperang di tanah haram dan tidak pula di bulan haram kecuali diserang padanya dan ayat ini tidak dinasakh.

Imam Al-Qurthubi berkata: Yang benar adalah pendapat yang pertama, karena Nabi saw memerangi kabilah Hawazin di Hunain kabilah Tsaqif di Thaif dan mengepung mereka di bulan Syawwal dan sebahagian Zhulhijjah. (Tafsir Al-Qurthubi: 8/123-124).

Pendapat kedua, maknanya janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu dengan melakukan maksiat. Karena Allah swt apabila mengagungkan sesuatu dari segi yang satu, maka ia menjadi satu keharaman. Dan apabila Allah mengagungkannya dari dua segi atau banyak segi jadilah banyak keharaman. Maka dilipatgandakan hukuman dengan amal buruk sebagaimana dilipat gandakan pahala dengan amal shalih. Sesungguhnya orang yang mentaati Allah pada bulan haram di tanah haram maka pahalanya bukan pahala orang yang mentaati-Nya pada bulan halal di tanah haram. Dan orang yang mentaati-Nya pada bulan halal di tanah haram pahalanya bukan pahala orang yang menyaati-Nya di bulan halal di tanah halal. Allah swt telah memberikan isyarat mengenai hal ini dengan firman-Nya: “Wahai isteri-isteri Nabi! Barangsiapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan dilipat dua kali lipat kepadanya.” (Al-Ahzab: 30)”. (Tafsir Al-Qurthubi: 8/124).

Amalan Khusus di Bulan-Bulan Haram

Adapun mengenai amalan khusus di bulan-bulan Haram, tidak ada amalan khusus padanya kecuali puasa sunnat yaitu puasa Senin dan Kamis, ayyamil Bidh, puasa Nabi Daud, puasa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, puasa muharram khususnya puasa Tasu’a dan As’syura.

Disunnahkan berpuasa pada bulan-bulan haram. Dalilnya, hadits yang diriwayatkan dari Mujibah Al-Bahiliyyah, dari ayahnya atau pamannya bahwa dia datang kepada Rasulullah saw, lalu pergi berpisah dengan beliau dan baru ketemu dengan beliau setelah setahun kemudian. Ia sudah mengalami perubahan keadaan dan penampilannya. Maka ia berkata: “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak mengenalkanku? beliau bertanya, “Siapa engkau ini? Ia menjawab, “Aku Al-Al–Bahili yang menemui engkau pada awal tahun lalu.” Beliau bersabda, “Apakah yang mengubahmu padahal engkau dahulu berpenampilan bagus? ” Ia menjawab, “Aku tidak makan makanan sejak berpisah dengan engkau melainkan pada malam hari.” Maka Rasulullah saw bersabda, Engkau telah menyiksa dirimu sendiri.” Lalu beliau bersabda, “Berpuasalah pada bulan kesabaran dan satu hari setiap bulan.” Ia berkata, “Tambahkan untukku, sesungguhnya aku memiliki kekuatan untuk itu.” Beliau bersabda, “Berpuasalah dua hari.” Ia berkata, “Tambahlah untukku.” Beliau bersabda, “Berpuasalah tiga hari.” Ia berkata, “Tambahkanlah untukku.” Berpuasalah pada bulan haram lalu hentikan, berpuasalah pada bulan haram lalu hentikan, dan berpuasalah pada bulan haram lalu hentikan.” Beliau bersabda dengan mengisyaratkan tiga jari yang beliau genggamkan lalu beliau acungkan.” (HR. Abu Daud).

Di bulan Rajab, tidak ada amalan khusus. Karena, tidak ada satupun dalil yang shahih mengenai amalan khusus di bulan Rajab yang bisa diamalkan dan dijadikan hujjah. Adapun hadits-hadits tentang puasa dan shalat malam pada hari tertentu di bulan Rajab semuanya lemah dan palsu. Maka tidak boleh diamalkan dan dijadikan hujjah. Begitu pula di bulan Dzulqa’idah tidak disyariatkan amalan tertentu sebagaimana di Rajab.

Berbeda dengan bulan Zhulhijjah dan Muharram. Pada bulan Dzulhijjah disyariatkan amalan-amalan khusus yaitu ibadah haji, puasa Arafah dan qurban. Selain itu, disyariatkan memperbanyak amal shalih pada sepuluh hari perrtama bulan Dzulhijjah termasuk puasa padanya.

Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah hari-hari di mana amal shalih paling diciintai oleh Allah padanya melainkan pada hari-hari ini”. Yakni sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah? Beliau menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali dengan membawa sedikitpun dari semua itu.” (HR. Al-Bukhari)

Begitu pula dengan bulan Muharram. Pada bulan ini disyariatkan puasa Muharram dengan melakukan puasa sunnat senin dan Kamis, puasa ayyamil bidh, dan puasa Daud. Adapun amalan khusus pada bulan ini adalah puasa Tasu’a dan A’syura serta puasa hari kesebelas Muharram.

Rasulullah saw bersabda: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah saw berpuasa Asyura dan memerintahkan untuk melakukan puasa pada hari itu. (Muttafaq ‘Alaih)

Dari Abi Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah saw ditanya tentang puasa ‘asyura. Maka beliau menjawab: “Menghapuskan dosa-dosa pada tahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jika aku panjang umur sampai tahun depan, niscaya aku akan melakukan puasa tasu’a.(tanggal 9 Dzulhijjah).” (HR. Muslim)

Sumber : suaramuhammadiyah.id

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker