default

Fatwa Tarjih Muhammadiyah : Takut Syirik Indra Keenam

Saudara Zulpan Padli, zulpanpadli@yahoo.com

Jl. Bungur Besar 17 Jakarta Pusat

Pertanyaan:

Anak kedua kami, Zulia Widadhiya (Widya), lahir 09-05-98 (± 6 tahun), baru menyelesaikan Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Jakarta bulan Juni 2003 dan sampai sekarang masih belum mau melanjutkan ke SD (mogok belajar). Sejak bulan Februari 2003 sampai dengan sekarang ananda Widya sering bersikap seperti orang dewasa layaknya. Setelah kami melakukan konsultasi kepada Praktisi Paranormal, dinyatakan bahwa ananda kami mempunyai kelebihan dari anak-anak seusianya, mempunyai Indera Keenam.

Sehubungan dengan itu, kami menanyakan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Dapatkah kami mempercayai pernyataan praktisi paranormal itu?
  2. Bagaimana membimbing ananda kami agar tidak keluar dari ajaran Agama Islam?
  3. Apakah ada guru pembimbing untuk ananda kami itu?
  4. Bagaimana sikap kami dalam menghadapi sikap dan prilaku ananda kami itu?

Jawaban:

Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang terbaik di antara makhluk-makhluk yang diciptakan-Nya. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (التين:4

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. at-Tin, 95: 4)

Kenyataan menunjukkan bahwa sebagai makhluk yang terbaik, antara manusia yang satu dengan manusia yang lain tidak sama, masing-masing mempunyai kelebihan tersendiri di samping juga mempunyai kekurangan. Seseorang mempunyai bakat seni, yang lain mempunyai bakat eksak. Seseorang pendiam, sementara yang lain periang. Seseorang suka berdagang, sedang yang lain suka bertani. Seseorang berintelegensi tinggi, sementara yang lain berintelegensi biasa-biasa saja. Ada manusia yang pintar, ada pula yang bodoh, dan sebagainya. Setiap manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih salah satu dari dua jalan, yaitu jalan menuju kedurhakaan dan jalan menuju kepada ketaqwaan. Berbahagialah orang yang memilih jalan ketaqwaan dan sengsaralah orang yang memilih jalan kedurhakaan. Allah SWT berfirman:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا. فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا. (الشمس:7-10

Artinya: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. at-Tin, 91: 7-10)

Karena itu, ada manusia yang pintar dan ada pula yang bodoh, bahkan ada yang dianugerahi kelebihan tertentu. Ada pula manusia yang sengsara dan ada yang durhaka. Semua itu tergantung kepada manusia sendiri, apakah ia mau mensyukuri dan memanfaatkan peluang-peluang yang diberikan Allah kepadanya atau tidak. Allah SWT berfirman:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ (الزمر:9

Artinya: “Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. az-Zumar, 39: 9)

Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sekalipun manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling sempurna, namun di antara mereka terdapat bermacam perbedaan, berupa kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan. Dalam menghadapi hal yang demikian, Allah memerintahkan agar manusia mau bertanya kepada manusia yang lain yang mungkin lebih tahu apa yang tidak diketahuinya. Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ (النحل:43

Artinya: “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. an-Nahl, 16: 43)

Yang dimaksud dengan kata أَهْلَ الذِّكْرِ  (ahladz-dzikr) pada ayat di atas ialah orang yang mempunyai pengetahuan lebih dalam satu bidang ilmu tertentu yang dianugerahkan Allah kepadanya. Di antara tanda bahwa seseorang disebut menguasai suatu bidang ilmu tertentu ialah bahwa ia mempunyai data dan fakta yangdapat diuji kebenarannya dan ia pun dapat menjelaskan kebenaran ilmu yang dimilikinya itu. Segala sesuatu yang tidak berdasarkan data dan fakta tidak dapat dikatakan sebagai suatu ilmu. Allah SWT melarang orang-orang yang beriman percaya kepada sesuatu yang tidak berdasarkan data dan fakta itu. Percaya kepada sesuatu yang tidak berdasarkan pada data dan fakta itu termasuk perbuatan syirik. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (المائدة:90

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. al-Maidah, 5: 90)

Pada ayat di atas terdapat perkataan اْلأَزْلاَمُ (al-azlam), mufradnya زُلَمٌ (zulam), yang berarti anak panah yang tidak pakai bulu. Salah satu adat kebiasaan bangsa Arab Jahiliyah ialah menetapkan keputusan berdasarkan undian, yaitu perbuatan yang bersifat terka-terkaan, dengan menggunakan tiga buah anak panah yang tidak pakai bulu yang disimpan dalam sebuah tabung dan diletakkan dalam Ka’bah. Salah satu anak panah itu bertuliskan اِفْعَلْ (if’al) yang artinya kerjakanlah!, yang kedua bertuliskan لاَ تَفْعَلْ (la taf’al) yang artinya jangan kerjakan!, dan yang ketiga tidak bertuliskan apa-apa. Apabila mereka hendak melakukan perbuatan penting atau melakukan perjalanan jauh, mereka pergi ke Ka’bah dan meminta penjaga Ka’bah mengambil salah satu anak panah mereka dengan cara mengundi. Jika yang terambil adalah anak panah yang bertuliskan اِفْعَلْ (if’al), maka mereka melaksanakan rencana mereka. Jika yang terambil adalah anak panah yang bertuliskan لاَ تَفْعَلْ (la taf’al), mereka tidak melaksanakan rencana itu. Jika yang terambil adalah anak panah yang tidak bertuliskan apa-apa, mereka mengurungkan rencana itu atau mereka mulai kermbali mengundi anak panah itu.

Jika kita cermati ayat di atas, maka kata اْلأَزْلاَمُ (al-azlam) disebut bergandengan dengan kata الْخَمْرُ (al-khamr), الْمَيْسِرُ (al-maisir), اْلأَنْصَابُ (al-anshab), dan dihubungkan dengan kata وَ (wa) yang berarti dan. Hal ini berarti bahwa hukum perbuatan dari istilah-istilah itu adalah sama. Pada ayat tersebut terdapat istilah اْلأَنْصَابُ (al-anshab) yang artinya berkorban untuk berhala atau patung, yang merupakan perbuatan syirik. Sedang perbuatan syirik adalah perbuatan yang paling besar dosanya. Dengan kata lain, bahwa minum khamr, berjudi, mengundi nasib dengan anak panah, sama hukumnya dengan berkorban untuk berhala, karena semua perbuatan tersebut termasuk perbuatan syetan, dosa besar dan haram hukum melakukannya (asy-Syaikh Mahmud Syalthut, 1951).

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapatlah kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Sejauh yang kami ketahui, pada umumnya praktisi paranormal menetapkan sesuatu berdasarkan sesuatu yang mereka sebut dengan wangsit atau semacam ilham yang menurut mereka diterima dari Yang Maha Kuasa. Pernyataan mereka itu tidak berdasarkan kepada ilmu pengetahuan yang mempunyai data dan fakta. Cara yang demikian sama dengan cara perbuatan al-azlam (mengundi nasib dengan anak panah) yang hukumnya sama dengan perbuatan syirik.
  2. Mendidik anak agar beragama Islam ialah dengan teladan yang baik, terutama teladan dari ayah dan ibunya, serta membiasakannya melakukan ibadah dengan baik, berakhlak baik, di samping ajaran-ajaran yang diterima dari guru-guru yang mengajarkan agama Islam kepadanya.
  3. Pada masa sekarang banyak para pakar yang ahli dalam bidang pengetahuannya, seperti dokter, psikolog, psikiater, ahli ilmu jiwa anak, ahli pendidikan anak, dan sebagainya. Sebaiknya berkonsultasi dengan mereka, dan tanyakan kepada mereka bagaimana cara menghadapi anak saudara tersebut. Tentu mereka akan memberikan jawabannya.
  4. Anak yang mempunyai kelebihan dari anak-anak yang lain itu bukan saja merupakan rahmat Allah SWT kepada anak itu, tetapi juga merupakan rahmat bagi orang tuanya, bahkan merupakan rahmat bagi kita semua. Apabila anak tersebut dapat dididik dengan baik menjadi anak shalih dan pintar, maka keshalihan dan kepintarannya akan bermanfaat bagi kita semua.

Wallaahu a’lam. km*)

Sumber : Fatwa Tarjih Muhammadiyah 2004

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker