BeritaIbadahTanya Jawab Agama

MASALAH SHALAT HARI RAYA: Shalat ‘Iedain di Lapangan

Tanya Jawab Agama Jilid II

Tanya: Apakah bila di suatu tempat (desa) jamaahnya tertampung di masjid, melaksanakan shalat ‘Iedain, yakni ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha juga di lapangan, dan bagaimana pendapat ulama tentang hal ini? (Mujammil, Lampung Tengah).

Jawab: Melakukan shalat ‘Iedain, yakni hari raya Fitri dan hari raya Adha, di kalangan ulama berbeda pendapat dalam menentukan tempatnya.

  1. Ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa melakukan shalat ‘Iedain di masjid lebih utama, mengingat mulianya masjid itu, kecuali kalau ada udzur seperti masjid itu sempit, sehingga tidak dapat menampung jamaah. Kalau dilakukan berdesak-desak di dalam masjid, maka melakukan shalat ‘Iedain tersebut hukumnya makruh, dan dalam keadaan hal yang demikian itu, disunatkan melakukannya di lapangan.
  2. Melakukan shalat ‘Iedain di lapangan menurut ulama Malikiyah hukumnya mandub (menurut umumnya ulama ushul, mandub itu serarti dengan sunat) tidak disunatkan (Malikiyah membedakan). Makruh melakukan shalat ‘Iedain di masjid kecuali Masjidil Haram, demikian menurut mereka.
  3. Menurut Ulama Hambaliyah melangsungkan shalat ‘Iedain di lapangan hukumnya sunat, dan menganggap makruh di masjid termasuk Masjidil Haram.
  4. Menurut ulama Hanafiyah, melangsungkan shalat ‘Iedain di lapangan hukumnya sunat, dan menganggap makruh di masjid termasuk Masjidil haram.

Demikianlah pendapat para ulama terhadap hukum pelaksanaan shalat ‘Iedain di lapangan. Kecuali ulama Syafi’iyyah, hukumnya sunat melakukan shalat ‘Iedain di lapangan Ulama Syafi’iyyah memandang sunat shalat di lapangan kalau berdesakan di masjid. Muhammadiyah dalam pelaksanaan shalat ‘Iedain di lapangan tidak mengkaitkan dengan keadaan masjid setempat, tetapi mengamalkannya sesuai yang diamalkan Rasulullah. Rasulullah saw, melakukan shalat ‘Iedain di tanah lapang yang dalam Hadis disebutkan musala (tempat shalat). Demikian disebutkan dalam riwayat Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah disebutkan bahwa di suatu waktu hari raya, datanglah hujan, maka para sahabat beserta Nabi shalat ‘Ied di masjid. Kita mengamalkan yang demikian, artinya kalau tidak dalam keadaan hujan melakukan shalat ‘Ied di lapangan dan kalau hujan kita lakukan shalat ‘Ied di masjid.

عَنْ أَمْ عَطِيَّةَ قَالَتْ,  : أُمِرْنَا أَنْ تُخْرِجَ الْعَوَاطِقَ وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيدَيْنِ يَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ وَيَعْتَزِلُ الْحَيْضُ الْمَصَلَّى ( متفق عليه )

  Artinya: Dari Ummu Athiyyah, ia menyatakan: “Kami diperintahkan untuk membawa ke luar para gadis dan wanita yang sedang haid dalam shalat ‘Iedain, untuk melihat kebaikan dan menyaksikan dakwah kaum Muslimin dan para wanita yang haid agar menjauhi tempat shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut riwayat Jamaah juga dari Ummu Athiyyah ada tambahan, “Aku bertanya kepada Rasulullah, bagaimana halnya sebagian kita yang tidak mempunyai jilbab?” maka Rasulullah bersabda: “Hendaknya saudaranya (yang punya) memberi jilbabnya untuk dipakai saudaranya (yang tidak punya).” (HR. Al Jamaah).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : إِنَّهُمْ – الصَّحَابَةِ – أَصَابَهُمْ مَطر فِي يَوْمِ عِيدٍ فَصَلَّى بِهِمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعِيدِ فِي الْمَسْجِدِ ( رواه أبوداود وابن ماجه)

   Artinya: Dari Abu Hurairah ra ia berkata: “Sesungguhnya mereka (para sahabat) pada suatu hari raya diguyur hujan, maka Nabi shalat bersama mereka di dalam masjid.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah).

Sumber: Buku Tanya Jawab Agama Jilid II, Halaman 100-102

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker