Site icon tabligh.id

MASALAH SUJUD: Tangan Atau Lutut Dulu?

Tanya: Dalam buku Tuntunan Shalat susunan Nashiruddin Al Albaniy (terjemahan Rifyal Ka’bah MA dan Muh. F. Nurul Huda) terbitan LPPA Muhammadiyah Jakarta, cetakan pertama, halaman 165 baris 4 dari atas tertulis, bahwa sujud dalam shalat itu “dengan mendahulukan tangan”, dengan alasan Hadis yang lebih kuat. Dalam buku Himpunan Keputusan Tarjih cetakan ketiga, halaman 92 dinyatakan bahwa “Rasul saw. sujud dengan mendahulukan lutut”. Karena kami berada di daerah transmigrasi, hanya dengan membaca buku-buku, maka kami minta penjelasan mengenai hal tersebut (Burban Ramim, Bagian Tabligh Muhammadiyah Cabang Kurotidur 1, Kab. Bengkulu Selatan)

Jawab: Perbedaan tentang pengamalan sujud dalam shalat terjadi sejak abad pertama masuk abad kedua Hijriyah. Sebagian mengamalkan sujud dengan meletakkan lutut lebih dahulu sebelum meletakkan kedua belah tangan. Pendapat ini adalah dari jumhur (sebagian besar ulama). Menurut riwayat Ibnul Mundzir, Umar, An Nasaiy, Muslim bin Yasar, Sofyan Ats Tsaury, Asy- Syafiiy, Ishaq dan seluruh ulama Kufah sujud dalam shalat meletakkan lutut lebih dahulu. Sebaliknya pendapat Imam Malik, Ibnu Hazm dan Al ‘Ithrah, jika sujud meletakkan kedua tangan lebih dahulu.

Perbedaan pendapat itu berdasar penetapan atau pengambilan dalil yang berbeda atau dalam menarjihkan dalil-dalilnya. Masing-masing ada dalil yang dijadikan dasar pendapatnya. Dalil bahwa sujud itu dengan meletakkan lutut lebih dahulu sebelum kedua tangan ialah Hadis Waail bin Hujr.

عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَ إِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ (رواه الخمسة إلا أحمد)

Artinya: Dari Wail bin Hujri ia berkata: “saya melihat Rasulullah saw bersujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan jika bangkit dari sujud mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya. (HR. Al-Khamsah kecuali Ahmad)

Hadis riwayat Waail yang digunakan dasar pula oleh Muktamar Tarjih Muhammadiyah dalam menetapkan tuntunan shalat, khususnya dalam sujud, yang dinukilkan dari Kitab Nailul Authar. Setelah dikaji ulang Hadis itu juga tersebut dalam Kitab Sunan Ibnu Majah Juz I halaman 286, Jami’ Sahih At Tirmidzy Juz I, halaman 168, Sunan Abu Dawud Juz I halaman 222 dan An Nasaiy, Syarah Asy Syuyuthy halaman 234 Juz I. Hadis yang dijadikan dasar untuk bersujud dengan meletakkan tangan lebih dahulu sebelum lutut, yaitu Hadis dari Abu Hurairah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَبرك كما يبركُ الْبَعِيرُ وَ ليَضَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ (رواه أبو داود وأحمد).

Artinya: Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Apabila seseorang dari kamu bersujud, jangan menderum seperti unta sedang menderum. Hendaklah meletakkan dua tangannya sebelum lututnya”. (HR. Ahmad, Abu Dawud).

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud tersebut ditulis dalam Kitab Sunannya Juz I halaman 222. Matan yang senada disebutkan dalam Sunan At Tirmidzy Juz I halaman 168. Hadis Abu Hurairah ini juga dijadikan dasar oleh Majlis Tarjih, hanya saja mengambil dari Kitab Taisirul Wusul, yang kurang sesuai dengan lafaz yang dinukilkan dari kitab-kitab Sunan. Yakni kata “yadha’u”, yang mestinya “wal yadha”

Terhadap kedua Hadis di atas, ada yang menganggap bertentangan dan kemudian menarjihkan, seperti Al Khaththabiy, memandang bahwa Hadis Waail lebih kuat dari hadis Abu Hurairah, sehingga mengamalkan sujud dengan meletakkan lutut lebih dahulu dari tangan, sebagaimana dipilih Majlis Tarjih.

Tetapi Ibnu Hajar memilih pengamalan sujud dengan meletakkan kedua tangan lebih dahulu, karena Hadis Abu Hurairah dipandang lebih kuat. Demikian pula pendapat Al Albaniy dalam kitab Shifatu Shalatin Nabi. Tetapi ada juga ulama yang mengamalkan kedua cara itu, yaitu dengan meletakkan kedua lututnya lebih dahulu, jika dipandang hal itu lebih mudah dilakukannya. Dan apabila ada kesukaran, maka meletakkan kedua tangan lebih dahulu. Demikian menurut Syaikh Aziz bin Baz, mantan Rektor Universitas Islam Madinah dalam bukunya Kaifatu Shalaatin Nabiyyi, halaman 12.

Mengingat semua itu, apa yang kita amalkan ialah sebagaimana yang tersebut dalam Himpunan Keputusan Tarjih, karena belum ada perubahan.

Sumber: Buku Tanya Jawab Agama Jilid I Hal 49-50

Exit mobile version