default

MUHAMMADIYAH DAN AGENDA REFORMASI (III)

Bagian III

Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si.

B. REFORMASI DALAM KEHIDUPAN UMAT ISLAM

1. Umat Islam sebagai mayoritas di tubuh bangsa Indonesia dan selalu mengambil bagian menentukan dalam sejarah perjalanan bangsa, dituntut untuk menunjukkan keteladanan (uswah hasanah) dalam dinamika kehidupan bangsa baik dalam kehidupan politik, ekonomi, maupun moralitas dan budaya sehingga kehadirannya secara mayoritas jumlah berbanding lurus dengan fungsi kualitas dalam kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka tiga agenda reformasi ditubuh umat Islam sangatlah penting dan strategis untuk segera dirancang dan diwujudkan secara konsepsional dan sistematik. Tiga agenda itu, yakni pertama membangun kemandirian di bidang politik agar bebas dari eksploitasi kekuasaan. Kedua, melakukan pemberdayaan dibidang ekonomi agar memiliki basis sosial kesejahteraan yang kuat yang akan berpengaruh pada kemandirian sikap politik. Ketiga membangun moralitas budaya yang kokoh serta apresiatif terhadap kemajuan sehingga memberi andil yang signifikan bagi pembangunan bangsa.

2. Kecenderungan selama ini sering menunjukkan bahwa sementara elit maupun kekuatan-kekuatan Islam dengan mudah memberikan legitimasi keagamaan pada kepentingan kepentingan kekuasaan yang sebenarnya bertentangan dengan cita-cita luhur Islam. Sikap demikian hendaklah dihilangkan dalam khazanah politik Islam di tubuh bangsa ini. Hal itu selain tidak menunjukkan perilaku politik yang adiluhung juga menggambarkan keretaan politik umat Islam yang lebih menempatkan diri sebagai pendukung atau pelengkap penyerta bahkan menjadi pelengkap penderita (objek) dalam sistem politik daripada bertindak sebagai aktor yang mandiri. Praktek politik yang demikian ternyata lebih memberikan pengokohan terhadap kekuasaan yang mapan dari pada memberi manfaat untuk mempengaruhi kekuasaan menuju cita-cita rakyat sebagaimana menjadi dalih dalam memberikan legitimasi politik. Para elit muslim dan kekuatan-kekuatan sosial-politik Islam hendaknya tidak mudah terperangkap pada retorika politik kekuasaan yang mengatasnamakan kepentingan Islam tetapi sesungguhnya berjalan berlawanan arah dengan kepentingan Islam sendiri maupun kepentingan bangsa secara keseluruhan selain hanya makin memperkokoh status-quo kekuasaan.

3. Jika kekuatan-kekuatan Islam maupun para elit muslim di tubuh umat Islam memandang perlu adanya partai politik yang mewadahi dan secara khusus memperjuangkan aspirasi politik umat Islam sebagai hak berpolitik sebagaimana lazimnya dijamin Undang-Undang di era reformasi ini, mala hendaklah pembentukan partai politik Islam itu benar-benar didasarkan atas semangat ukhuwah Islamiyah dan me bangun masa depan bangsa dengan tetap memper-timbangkan kondisi sosiologi politik umat dan bangsa yang bersifat heterogen dan pluralistik. Dengan belajar dari pengalaman masa lalu yang ditandai oleh kegagalan demi kegagalan, maka upaya membentuk partai politik Islam itu jika hal itu menjadi pilihan yang niscaya dan realistik hendaknya benar-benar akan membawa kejayaan bagi umat dan bangsa. Karenanya dituntut kesiapan sumberdaya, konsep, dan perangkat perangkat operasional yang matang dan mampu dijalankan dengan efektif dan sistematik, bukan didasarkan atas semangat semata-mata. Maka diperlukan dialog atau forum kerja di tubuh umat Islam sendiri agar tidak terperangkap pada fragmentasi kekuatan politik umat yang pada akhirnya memperlemah dan memporak-porandakan bangunan kesatuan umat Islam.

4. Umat Islam dengan semangat ajaran rahmatan lil ‘alamin dituntut toleransi dan kepeloporannya untuk menjadi kekuatan pemersatu dan pengayom yang merengkuh segenap golongan dan potensi bangsa, termasuk bagi golongan WNI keturunan dan kelompok minoritas di negeri ini.

Peran rahmatan lil’alamin yang dimainkan umat Islam itu dilaksanakan atas dasar sikap keagamaan yang hanif dan tasamuh yang mampu melampui batasan-batasan agama, etika, suku bangsa, budaya, dan golongan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah pada Era Madinah. Sikap ummat Islam yang serba melintasi ini tentunya perlu diimbangi dengan tuntutan adanya sikap dan budaya integratif sebagai keluarga besar bangsa.

5. Artikulasi politik umat Islam baik secara formal melalui partai politik maupun melalui kelompok-kelompok kepentingan dan kekuatan-kekuatan sosial lainnya pada era reformasi ini diharapkan berada dalam plat-form reformasi dan kesadaran akan pluralitas kehidupan bangsa menuju Indonesia baru yang menjanjikan pencerahan. Karenanya mulai dihilangkan kecenderungan mengembangkan politik aliran dan primor dialisme yang ekslusif yang pada akhirnya memperlemah ukhuwah Islamiyah dan integrasi bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Kepeloporan umat elit muslim dan kekuatan kekuatan umat Islam sangatlah dituntut untuk mengem bangkan interaksi dan kerja lintas agama, budaya, etnik, dan golongan menuju Indonesia baru yang membawa semangat Masyarakat Madani pada Zaman Rasulullah.

6. Agenda reformasi dikalangan umat Islam dalam bidang politik haruslah disertai jaringan kerja dan karya-karya strategis dalam bidang pendidikan, amal usaha sosial-kemasyarakatan, etos dan karya kewirausahaan, dan pengembangan sumberdaya manusia secara lebih terprogram, konsepsional, dan sistematik menuju Khairu Ummah yang dicita-citakan.

7. Karena kondisi pluralitas bangsa dan heterogenitas di tubuh umat Islam sendiri maka dimungkinkan adanya reinterpretasi dan rekonstruksi tentang konsep Umat Islam sebagai titik tolak membangun peradaban masa depan, karena persepsi yang selama ini tumbuh dalam mayoritas alam pikiran orang-or ang Islam cenderung memahami konsep Umat Islam sebagai komunitas yang tunggal, yang seringkali berbeda ketika dihadapkan pada realitas sosilogis umat yang ternyata pusparagam.

Bersambung

Sumber : Muhammadiyah dan Reformasi Diterbitkan Oleh : Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker