AqidahBeritaTanya Jawab Agama

MASALAH KEJADIAN DAN AMALAN MANUSIA: Amal si Kaya dan si Miskin

Tanya Jawab Agama Jilid II

Tanya: Si Miskin tidak dapat mengimbangi amal si Kaya, yang dengan uangnya dapat beribadah haji dan zakat. Karena Allah Maha Adil dan tidak membedakan si Kaya dan si Miskin, amal apakah yang dapat dilakukan si Miskin untuk dapat mengimbangi amal si Kaya? (Aziz Adnan Depari, Mushalla Al Munandarah, Bandar Jaya Barat, Lampung Tengah 34163).

Jawab: Pertanyaan demikian pernah ditanyakan oleh sebagian sahabat kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana tersebut dalam berbagai riwayat, antara lain riwayat Bukhari dan Muslim. Dari Hadis yang ditakhrijkan Muslim dari Abu Dzar Al Ghiffary ra, ia menceritakan bahwa sekelompok orang dari sahabat Nabi bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulullah SAW., orang-orang kaya telah berjalan dengan pahala mereka; mereka shalat sebagaimana kami shalat; mereka puasa sebagaimana kami puasa. Mereka masih dapat bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Maka jawab Nabi:

أَوَلَيْسَ قَدْجَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَاتَصَدَّقُوْنَ, إِنّ َبِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً, وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً, وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً, وَكُلَّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً, وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةً, وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةً, وَفِيْ بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةً), قَالُوا:يَارَسُوْلَ اللَّهِ أَيَأْتِيْ أَحَدُنَاشَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟, قَالَ:(أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِيْ حَرَامٍ, أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَالِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِيْ الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ).رَوَاهُ مُسْلِمٌ

  Artinya: “Bukankah Allah telah menjadikan bagimu apa yang dapat kau sedekahkan? Setiap bacaan tasbih merupakan sedekah dan setiap bacan takbir dan setiap pujian merupakan sedekah dan setiap tahlil merupakan sedekah, menyuruh berbuat baik merupakan sedekah melarang berbuat munkar suatu sedekah dan pada seks diantara kita juga merupakan sedekah” Para sahabat bertanya: “Apakah dalam melakukan hubungan seks diantara kita juga mendapat pahala” Dijawab oleh Nabi dengan qiyas: “Bagaimana kalau sekiranya melakukan hubungan seks itu dilakukan dengan perbuatan zina (haram)? Bukankah itu berdosa karena itulah kalau dilakukan dalam Jalan halal maka akan mendapat pahala.”

Riwayat Muslim yang lain dari Abu Hurairah menyatakan bahwa orang-orang Muhajirin yang miskin mendatangi Nabi menceritakan keadaan orang-orang kaya bisa berbuat baik yang banyak, sebagaimana dituturkan pada Hadis di atas, sehingga Nabi bersabda:

أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مَرَّةً قَالَ أَبُو صَالِحٍ فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الْأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِهِ مَنْ يَشَاءُ ( رواه سلم)

   Artinya: ” Bukankah sebaiknya aku ajarkan sesuatu padamu , yang akan dapat menyamai orang-orang yang telah mendahuluimu dan akan mendahului kamu terhadap orang-orang yang sesudahmu; dan tidak ada yang lebih utama darimu kecuali orang yang melakukan seperti yang kau lakukan.” Mereka menjawab: “Baik, ya Rasulullah.” Nabi bersabda: “Kamu sekalian bertasbih, bertakbir dan bertahmid setiap sehabis shalat sebanyak 33 kali, Abu Shalih menceritakan bahwa orang-orang Muhajirin yang fakir tadi kembali kepada Nabi dan menyatakan: “Orang-orang kaya pun mendengar apa yang kami lakukan dan mereka mengerjakan sepertinya “Maka Rasulullah menjawab: “Yang demikian keutamaan yang diberikan Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”

Mengenai keutamaan Allah yang  diberikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki janganlah menjadikan iri orang lain. Justru dengan kelebihan diberikan kepada seseorang yang dikehendaki itu, Allah akan memberikan ujian kepadanya, karena setiap nikmat yang diberikan Allah adalah amanah Allah untuk disyukuri dan dimanfaatkan sesuai dengan proporsinya. Sehingga belum tentu keberhasilan seseorang dalam beramal salih ditentukan oleh banyaknya harta, karena justru dengan hartanya seseorang akan banyak beban yang harus dipertanggungjawabkan, baik dari mendapatkannya maupun penggunaannya.

Dari segi lain kelebihan harta belum menjamin amalnya lebih banyak karena ukuran banyaknya amal bukan ditentukan oleh banyaknya pengorbanan harta, tetapi ditentukan oleh keikhlasan dan ketulusan. Si Miskin memberikan sadaqah Rp. 1.000,00 lebih besar pahalanya dari Si Kaya memberikan sadaqah Rp. 1.000.000,00, karena si Miskin mengeluarkan dananya dari kekayaannya yang hanya Rp. 1.000,00 sedang si Kaya mengeluarkan dari kekayaannya yang satu milyard rupiah. Itulah yang termasuk pada pengertian qaidah fiqhiyyah: ATS TSAWAAB BIQADRITTA’AAB. Artinya pahala itu diukur atas jerih payah. Ini bukan berarti kita menghendaki lebih baik miskin, tetapi kita memang wajib berusaha untuk mendapatkan jalan sehingga mendapatkan FADZILAH. Dengan demikian kita harus banyak beramal dan kalau belum tercapai, jangan putus asa dan merasa kecil hati untuk dapat beramal banyak. Ingat sebuah Hadis riwayat Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzy dari Abu Dardak:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ ِفإنَّ فَسَادَ ذَاتِ الْبَيْن هي الحالقة ( رواه أحمد وأبوداود والترمني)

    Artinya: “Maukah saya beritahu bahwa ada amal yang lebih utama dari tingkat pahala shalat, puasa dan sadaqoh, yakni damai (atau mendamaikan) dua orang teman, karena rusaknya hubungan antara dua orang teman dekat akan mencukur (pahala).”

Kesimpulan si Miskin dapat menyamai si Kaya dengan sikap sabar kalau memang sudah garisnya demikian. Harus berusaha ikhlas dalam beramal disamping selalu harus memupuk silaturahmi dan ukhuwah yang biasanya dengan mudah dapat dilakukan oleh si Miskin dan tidak mudah dilakukan oleh si Kaya yang biasanya mempunyai sifat individualis, mementingkan diri sendiri.

Sumber: Buku Tanya Jawab Agama Jilid II Hal 18-21

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker