AqidahBeritaTanya Jawab Agama

MASALAH SHALAWAT DAN TASAWUF: Tasawuf Merupakan Puncaknya Iman?

Tanya Jawab Agama Jilid II

Tanya: Benarkah ilmu tasawuf itu puncaknya beriman kepada Allah? (M. Suhrawardi, Lgn. No. 8047, Jl. Sei Mesa Kabel No. 22 Banjarmasin).

Jawab: Dalam Al-Quran maupun Hadis tidak kita dapati adanya keterangan bahwa ajaran tasawuf merupakan puncak dalam beriman kepada Allah. Hal ini dapat dipahami bahwa ilmu tasawuf adalah ilmu yang membicarakan bagaimana cara seseorang untuk dapat mencapai hubungan yang mesra dengan Allah. Cara yang dilaluinya dengan melalui jenjang TAKHALLIY, yakni mengosongkan diri dari segala sifat-sifat yang tercela, kemudian diikuti dengan TAHALLIY, yakni mengisi kembali dengan sifat-sifat terpuji dan sesudah itu barulah akan mencapai pada TAJALLIY, yakni merasakan kenyataan Tuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa ilmu itu merupakan upaya olah kerohanian.

Sedangkan iman dari segi pemahaman yang luas meliputi bukan saja oleh kerohanian tetapi juga pelaksanaan dalam pengamalan. Dalam hal ini dapat kita lihat pada surat Al Anfal ayat 2, surat As Sajdah ayat 15-18, surat At Taubah ayat 71, surat Al Hujurat ayat 15, surat An Nur ayat 62, surat An Nisa ayat 64, dan masih banyak lagi, yang kalau kita simpulkan bahwa hakikat iman bukanlah dalam hati yang terwujud dalam amalan kerohanian saja, tetapi juga menyangkut ekspresi amalan lahiriah hasil kerohanian yang sempurna. Hal inipun didukung oleh banyak Hadis Nabi, antara lain:

  1. Hadis riwayat Bukhari dari Anas:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

    Artinya: Tidaklah termasuk orang Mukmin diantaramu, sehingga keadaankulebih disukainya melebihi  kesukaannya kepada bapaknya dan anak dan semua manusia. (HR. Bukhari dari Anas).

2. Hadis riwayat Bukhari dari Ibnu Mas’ud:

ليس الإيمان بالتمني ولا بالتحلي، ولكن ما وقر في القلب وصدَّقه العمل

   Artinya: Bukankah iman itu dengan cita-cita saja, tetapi iman itu keyakinan yang teguh dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan. ( HR. Dailamy dari Anas).

3. Hadi riwayat Bukhari dari Ibnu Mas’ud:

 لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِطَعَّانٍ وَلَا بِلَعَّانٍ وَلَا الْفَاحِشِ

  Artinya: Bukanlah orang Mukmin, orang yang suka mencela dan bukan orang Mukmin, orang yang suka melaknat dan bukan orang Mukmin orang yang mulutnya (suka berkata) kotor. (HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud).

Masih banyak lagi hadis yang menunjukkan bahwa iman bukan saja menyangkut rohaniah tetapi juga menyangkut perbuatan jasmaniah yang memerlukan kekuatan fisik. Sabda Nabi riwayat Muslim, An Nasaiy dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah di bawah ini menunjukkan bahwa orang Mukmin yang kuat (baik fisik maupun kerohaniannya) lebih baik dan dicintai Allah.

……اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

   Artinya: Orang Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang Mukmin yang lemah…dst. (HR. Muslim, An Nasaiy dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Jadi sukar membenarkan bahwa ajaran tasawuf merupakan puncak iman. kita dapat memaham kalau tasawuf yang tidak menyimpang dari Al-Quran dan As Sunnah dan masih terkait dengan akhlaqul karimah dan i’tiqad yang benar, itu baik. Tetapi yang mana yang sesuai dengan ajaran Al-Quran dan As Sunnah itu, perlu pengamatan yang seksama. Sebaiknya kita amalkan saja apa yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad dengan LAA IFFRATH WALAA TAFRIETH, artinya tidak kurang dan tidak ditambah-tambah, akan lebih terjamin iman dan amal kita, seperti pengamalan ayat 63 sampai 77 surat Al Furqan. Juga pengamalan ayat 1 sampai 9 surat Al Mukminun serta amalan-amalan lain yang diajarkan dalam Hadis sahih yang cukup banyak itu tentu akan menjamin aqidah, ibadah dan amal salih kita. Lain halnya kalau kita harus mengikuti ajaran tasawuf yang macam-macam alirannya itu. Yang tidak kita ketahui mana yang amalannya sesuai dengan maksud Al-Quran dan As Sunnah. Wallahua’lam. Seperti kita ketahui bahwa dalam tasawuf ada aliran thariqah antara lain:

a. Qadiriyah, thariqah yang memuliakan Abdul Qadir Al Jaelany (wafat tahun 116 M).

b. Rifa’iyah. Aliran ini didirikan oleh Muhammad Ar Rifa’iy (wafat tahun 1183 M).

c. Sadziliyah. Aliran ini didirikan oleh Abdul Hasan Ali As Sadzaly (wafat tahun 1256 M).

d. Naqsabandiyah. Aliran ini didirikan oleh Muhammad An-Naqsabandy (wafat tahun 1388 M).

e. Syatariyah. Aliran ini didirikan oleh Abdullah As Syatary (wafat tahun 1417 M).

f. Tijaniyah. Aliran ini didirikan oleh Abdul Abbas Ahmad Bin Muhammad Bin Mukhtar At Tijany (wafat tahun 1815 M).

g. Sanusiyah. Aliran ini didirikan oleh Muhammad Ali As Sanusy (wafat tahun 1857 M).

Muhammadiyah tak mendasarkan pengamalan agama sebagaimana pengamalan aliran-aliran di atas, tetapi Muhammadiyah mengajak untuk beramal agama sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan As Sunnah Nabawiyah dengan menggunakan fikiran kita sesuai dengan yang dianjurkan oleh Al-Quran dan As Sunnah itu. Untuk itu kita selalu mengkaji dan mengkaji ulang terhadap pemahaman dan pengamalan agama kita, semoga semakin sempurna.

Sumber: Buku Tanya Jawab Agama Jilid II Hal 12-14

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker