BeritadefaultKhazanah

Pengertian Sosiologis-Sekularisasi

BUKU TUNTUNAN TABLIGH Bagian IV Part IV

SEKULARISME DAN SEKULARISASI

(menelusuri gagasan sekularisasi nurcholish madjid)

Oleh: Adnin Armas, MA

BUKU TUNTUNAN TABLIGH Bagian IV Part IV

Pengertian Sosiologis-Sekularisasi

Nurcholish membahas lagi tentang sekularisasi pada tahun 1985. Ia menulis “Sekularisasi Ditinjau Kembali.” Dalam tulisan tersebut, Nurcholish ingin menegaskan pengertian sekularisasi secara sosiologis, bukan filosofis. Ia mengutip pendapat Talcoot Parsons dan Robert N. Bellah. Bagi Nurcholish, penggunaan kata “sekularisasi” dalam sosiologi mengandung arti pembebasan, yaitu pembebasan dari sikap penyucian yang tidak pada tempatnya. Karena itu ia mengandung makna desakralisasi, yaitu pencopotan ketabuan dan kesakralan dari obyek-obyek yang semestinya tidak tabu dan tidak sacral. Jika diproyeksikan kepada situasi modern Islam sekarang, maka “sekularisasi”-nya Robert N. Bellah itu akan mengambil bentuk pemberantasan bid’ah, khurafat dan praktek syirik lainnya, yang kesemuanya itu berlangsung di bawah semboyan kembali kepada Kitab dan Sunnah dalam usaha memurnikan agama. Maka, sekularisasi seperti itu adalah konsekuensi dari tauhid.

Bagaimanapun, Nurcholish mengakui sangat sulit untuk menentukan kapan proses sekularisasi, dalam makna sosiologisnya, berhenti dan berubah menjadi proses penerapan sekularisme filosofis. Oleh sebab itu juga, kritikan Pak Rasyidi cukup beralasan dan dapat diterima, yaitu jika sekularisasi memang tak mungkin lepas dari sekularisme filosofis hasil masa Englightenment Eropa. Nurcholish menyimpulkan adalah bijaksana untuk tidak menggunakan istilah-istilah sekular, sekularisasi dan sekularisme dan mengganti dengan istilah-istilah teknis lain yang lebih tepat dan netral.

Penutup

Nurcholish ingin menunjukkan ada banyak pengertian makna sekularisasi. Bagaimanapun, ia tampak tidak konsisten. Pada awa tulisan-tulisanlnya, ia mengikut pendapat Harvey Cox. Dalam perjalanan waktu, disebabkan resistensi dari Kalangan Islam, ia memodifikasi pendapatnya dengan mengutip pendapat Robert N Bellah. Seakan-akan terjadi perbedaan yang prinsipal antara sekularisasi dalam pengertian sosiologis dengan filosofis. Bahkan Nurcholish menyatakan pengertian sekularisasi secara sosiologis lebih dahulu dibanding dengan pengertian filosofis. Padahal, Robert N. Bellah dalam karyanya ‘Beyond Belief’ terwarnai oleh pemikiran Harvey Cox. Bellah mengutip pendapat Cox ketika mendiskusikan Tradisi Islam dan Problem-Problem Modernisasi. Bellah melanjutkan gagasan sekularisasi dalam bidang politik dengan gagasan ‘civil religion’.

Sekularisasi dari satu sisi memang memiliki kesamaan dengan pemberantasaan bid’ah, khurafat dan praktek syirik. Namun, sekularisasi dari sisi yang lain adalah bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam pandangan sekular, misalnya, kebenaran adalah relatif. Tidak ada nilai yang mutlak. Sistem nilai manusia sekular harus dikosongkan dari nilai-nilai agama.  Karena perspektif seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya, maka tidak ada  seorang pun yang berhak memaksakan sistem nilainya ke atas orang lain. Manusia sekular mempercayai bahwa ‘wahyu langit’ bisa difahami karena terjadi dalam sejarah, yang dibentuk oleh kondisi sosial dan politik tertentu. Jadi, sebenarnya, semua sistem nilai, terbentuk oleh sejarah yang mengikuti ruang dan waktu dan tertentu. Sekularisasi meletakkan tanggungjawab ke dalam otoritas manusia untuk membina sistem nilai. Sekularisasi akan menjadikan sejarah dan masa depan cukup terbuka untuk perubahan dan kemajuan karena manusia akan bebas membuat perubahan serta pro-aktif dalam proses evolusi. Dengan konsep ini, manusia sekular bisa tidak akan mengakui kebenaran Islam yang mutlak. Mereka akan menolak konsep-konsep Islam yang tetap (tsawabit), karena semuanya dianggap relatif. Kebenaran bagi mereka adalah yang “berlaku di masyarakat” dan bukan yang dikonsepkan dalam al-Quran.

Fakta-fakta yang telah terungkap menunjukkan Nurcholish Madjid  mengadopsi gagasan sekularisasi yang berangkat dari konsep dan pengalaman sejarah agama Kristen. Banyak yang menyebutkan, bahwa sekularisasi sudah merupakan keharusan bagi dunia, karena kuatnya dominasi Barat. Seharusnya, ilmuwan Muslim bersikap kritis saat mengadopsi gagasan-gagasan seperti ini, karena konsep sekularisasi memang bertentangan dengan konsep Islam. Sejarah Islam juga tidak pernah mengalami pengalaman pahit dalam hubungan antara agama dengan negara, atau pertentangan antara agama dengan sains seperti dalam sejarah Kristen. Karena itu, tidak bijak, jika konsep dan gagasan sekularisasi ini kemudian diadopsi dan diterapkan dalam masyarakat Muslim, yang memiliki pandangan-alam (Islamic worldview) sendiri.

Baca juga SEKULARISME DAN SEKULARISASI Part III

 

 

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker