default

SEKULARISME DAN SEKULARISASI

BUKU TUNTUNAN TABLIGH Bagian IV Part I

SEKULARISME DAN SEKULARISASI

(menelusuri gagasan sekularisasi nurcholish madjid)

Oleh: Adnin Armas, MA

BUKU TUNTUNAN TABLIGH Bagian IV Part I

 

Nurcholish Madid (1939-2005) menyampaikan gagasan sekularisasi pertama kali pada tanggal 2 Januari 1970 dalam makalahnya yang berjudul “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”.   Saat itu, Nurcholish menyampaikan pidatonya di aula Menteng Raya 58, Jakarta (Gedung Pertemuan Islamic Research Centre), dalam acara malam silaturahim organisasi pemuda, pelajar, mahasiswa dan sarjana Muslim yang tergabung dalam HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GPI (Gerakan Pemuda Islam), PII (Pelajar Islam Indonesia) dan Persami (Persatuan Sarjana Muslim Indonesia), menggantikan Dr. Alfian yang seharusnya menjadi pembicara utama.  Dalam pidato tersebut, Nurcholish menganjurkan Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam. Untuk meraih hal tersebut, Nurcholish merasa harus mencapainya dengan sekularisasi.

Gagasan Nurcholish tentang sekularisasi menuai reaksi, memicu pro-kontra. Tidak kurang dari seratus tulisan artikel pada tahun 1970-an terbit untuk menanggapi tulisan Nurcholish. Pada tahun 1970-an, H. M. Rasyidi dan Endang Saifuddin Anshari menulis buku untuk mengkritik gagasan sekularisasi Nurcholish.

Tulisan di bawah ini akan menguak kembali pemikiran Nurcholish tentang sekularisasi. Ada beberapa hal, yang belum dilakukan oleh para pemuja dan pengkritik Nurcholish dalam isu sekularisasi. Para pemuji Nurcholish tampak mengabaikan kritikan-kritikan serius yang telah dilakukan, khususnya oleh H. M. Rasyidi dan Endang Saifuddin Anshari. Para pengkritik Nurcholish belum menunjukkan kuatnya pengaruh pemikiran Harvey Cox kepada gagasan sekularisasi Nurcholish. Selain itu, perkembangan gagasan sekularisasi dalam pemikiran Nurcholish belum dipaparkan baik oleh pemuji ataupun pengkritik. Tujuan dari makalah ini ingin membahas perkembangan pemikiran Nurcholish Madjid mengenai sekularisasi termasuk didalamnya pengaruh pemikiran Harvey Cox kepada gagasan sekularisasi Nurcholish.

Perubahan Pemikiran

Sebelum menganjurkan sekularisasi pada tanggal 2 Januari 1970, Nurcholish dikenal sebagai seorang yang menolak tegas pemikiran sekular. Dalam makalahnya yang ditulis pada bulan Maret 1968, “Modernisasi Ialah Rasionalisasi Bukan Westernisasi”, Nurcholish menolak gagasan sekular yang terumuskan dalam “Berikan kepada kaisar apa yang menjadi kepunyaan kaisar (urusan duniawi), dan berikan kepada Tuhan apa yang menjadi kepunyaan Tuhan (urusan ukhrawi).”  Nurcholish menyatakan:

“Seorang sekular yang konsekuen dan sempurna, adalah seorang ateis. Dan seorang sekular yang kurang konsekuen, akan mengalami kepribadian yang pecah (split personality). Di satu pihak mungkin dia tetap mempercayai adanya Tuhan, malahan menganut suatu agama, di lain pihak tidak mengakui kedaulatan Tuhan dalam masalah-masalah kehidupan duniawinya, melainkan hanya mengakui adanya kedaulatan-penuh manusia. Tegasnya, dalam masalah duniawi, seorang sekular pada hakikatnya tidak lagi ber-Tuhan, jadi ia adalah ateis.”

Penolakan Nurcholish terhadap gagasan sekular seperti di atas menguasai pemikiran PB HMI waktu itu. Bagaimanapun, pemikiran pimpinan HMI cabang Yogja berbeda pemikiran dengan PB HMI Jakarta. Djohan Effendi dan Ahmad Wahib yang merupakan pengurus PB HMI Yogja telah menyampaikan sekularisasi sebagai keharusan dalam training-training HMI pada awal tahun 1969.  Pemikiran senada juga diikuti oleh Manshur Hamid dan Dawam Rahardjo. Akibatnya, terjadi dua kubu pemikiran antara PB HMI dengan HMI Jawa Tengah, khususnya cabang Yogja. Djohan Effendi dan Manshur Hamid, pimpinan HMI Jawa Tengah waktu itu mengejek pemikiran Nurcholis dan menyebutnya sebagai Nurcholisme.   Mengomentari ide-ide 2 Januari, Sugiat A.S. bekas ketua Badko dan anggota PB HMI secara berkelakar berkata: “Sekarang Nurcholish seharusnya keluar dari HMI, atau Wahib-Djohan yang kembali masuk.”  Ahmad Wahib menilai penguasa militer di Indonesia seakan merangkul Nurcholish dan terus mengisolir Natsir dan selalu mencurigai orang-orang yang berhubungan dengan Natsir.” B. J. Boland yang bukunya berjudul “Struggle of Islam in Modern Indonesia,” yang terbit pada tahun 1971 melihat perubahan yang nyata dalam tulisan-tulisan Nurcholish pada tahun 1968 dengan tahun 1970.  Endang Saifuddin juga menganggap “Nurcholish sekarang sudah sangat lain dengan Nurcholish dulu.”  Nurcholish sendiri merasakan perubahan setelah tanggal 2 Januari 1970. Ia mengakui setelah menyampaikan makalah pada tanggal 2 (?) Januari 1970, “semua menjadi nggak karu-karuan. Fenomena perubahan pemikiran Nurcholish, dalam pandangan Ahmad Wahib, disebabkan 2 hal. Pertama, kehadiran Sularso, pendamping Nurcholish di PB HMI pada saat itu dan kedua, kepergian Nurcholish ke Amerika Serikat selama 2 bulan.  Dalam catatan hariannya, Ahmad Wahib menggambarkan kehadiran Sularso, memaksa Nurcholish lambat laun untuk mempersoalkan kembali apa yang telah diyakininya. Sularso adalah pendobrak pertama pembaruan pemikiran Islam dalam tubuh HMI. Ahmad Wahib juga menyebutkan Nurcholish sebelum berangkat ke Amerika pada bulan Oktober 1968, sebagai orang yang anti Barat. Ketika seorang pejabat Kedutaan Besar Amerika Serikat ditanya mengapa Nurcholish yang anti Barat diundang untuk melihat Negara Barat terbesar, orang tersebut menjawab “sekedar memperlihatkan apa yang dia benci selama ini.”

Tidak ada tulisan yang mengungkap suasana dan aktivitas Nurcholish di Amerika pada saat itu. Yang jelas, pada tahun 1967-an, di Amerika Serikat, Buku Harvey Cox yang berjudul The Secular City merupakan kasus yang terkenal (cause célèbre). Sejak pertama kali dicetak dan diterbitkan pada tahun 1964, buku The Secular City telah terjual hingga lebih dari sejuta naskah. Jumlah tersebut diluar perkiraan pengarang dan penerbitnya sendiri. The Secular City adalah buku yang paling banyak didiskusikan oleh kalangan Protestan. Bagaimanapun, buku tersebut juga diminati para teolog Katolik. Hal ini nyata ketika Konsili Vatikan Kedua mau berakhir pada tahun 1965, para peserta Konsili membahas dalam satu sesi mengenai peran Gereja dalam dunia modern (Church in the modern world). Di sini isu yang diangkat oleh Harvey Cox menjadi sangat relevan. Dan tak ayal lagi The Secular City menjadi pembahasan hangat di antara para tokoh Katolik peserta Konsili Vatikan Kedua tersebut

Mungkin, pemikiran Harvey Cox yang diterima kalangan Protestan secara umum di Amerika Serikat memberi kesan yang mendalam terhadap Nurcholish yang saat itu baru berusia 28 tahun. Sekalipun ada kemungkinan Nurcholish telah mendengar pemikiran sekular dari “limited group” yang memang sudah terlebih dahulu akrab dengan pemikiran Harvey Cox, namun pemikiran Mukti Ali dkk belum memberi warna dalam pemikiran Nurcholish. Kunjungannya ke Amerika Serikat merupakan awal perjalanan perubahan pemikirannya.

Baca juga PENGERTIAN SYI’AH

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker