BeritadefaultKhazanah

Tafsir Kedua : Memperluas Pemahaman Agama

Serial 12 Tafsir Langkah Muhammadiyah

TABLIGH.ID – Pada Majalah Tabligh edisi No. 10/XVII rubrik Sajian Khusus hadir dengan pembahasan baru, yakni serial Tafsir 12 Langkah Muhammadiyah. Salah satu khittah perjuangan Muhammadiyah yang dicetuskan di era KH. Mas Mansur. Serial diawali dengan tulisan berjudul “Iman Sebagai Dasar Langkah”. Pada edisi kali ini, penulis akan mencoba mengupas poin kedua dari 12 Langkah Muhammadiyah, yaitu “Memperluas Paham Agama”.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid yang bersumber kepada Al-Qur’an dan As Sunnah. Dalam memahami agama Muhammadiyah tidak menyandarkan diri pada mazhab tertentu yang ada dalam khazanah Islam, baik dalam masalah aqidah maupun fiqhiyah, termasuk dalam tarekat. Meskipun secara garis besar Muhammadiyah termasuk dalam gerbong ahlus sunnah wal jama’ah.
Muhammadiyah mendakwahkan akidah tauhid agar masyarakat dan umat terbebas dari segala macam kesyirikan dan mendakwahkan sunnah (dalam artian hal-hal yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW) agar masyarakat terbebas dari bid’ah dan taqlid buta yang membelenggu mereka. Selain itu, Muhammadiyah juga berjuang untuk membebaskan masyarakat dari kebodohan dan kemiskinan yang paling besar, yaitu bodoh dan miskin dalam ilmu syariat, yang ujung-ujungnya juga akan terjerumus ke dalam perilaku syirik, takhayul, bid’ah, khurafat dan taqlid buta.
Kalau kita selami kembali perjalanan KH. Ahmad Dahlan dalam menuntut ilmu, salah satu yang paling beliau tekankan adalah purifikasi. Takhayul, bid’ah, khurafat dan syirik adalah yang pertama beliau berantas dari masyarakat saat itu. Pengembaraan KH. Ahmad Dahlan dalam menuntut ilmu juga ke negeri yang getol dalam memberantas syirik dan menegakkan tauhid, yaitu tanah Haramain. Beberapa bulan setelah pernikahannya dengan Siti Walidah beliau menunaikan ibadah haji ke Makkah dan sekaligus menuntut ilmu di sana. Semangat purifikasi Islam beliau dapatkan dari ulama-ulama puritan di antaranya dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Muhammad Rasyid Ridha dan sebagainya.
Dalam hal ilmu-ilmu keislaman tradisional, di tanah haram beliau juga dikisahkan bersilaturahmi dan mendalaminya di antaranya dengan ulama-ulama seperti Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudz Termas, Imam Nawawi Al Bantani dan banyak ulama lainnya di Masjidil Haram.
Bagi Muhammadiyah, Islam merupakan nilai utama sebagai fondasi dan pusat inspirasi yang menyatu dalam seluruh denyut nadi gerakan. Paham Islam yang berkemajuan semakin meneguhkan perspektif tentang tajdid yang mengandung makna pemurnian (purifikasi) dan pengembangan (dinamisasi) dalam gerakan Muhammadiyah, yang seluruhnya berpangkal dari gerakan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah (al-ruju’ ila al-Qur’an wa as-Sunnah) untuk menghadapi perkembangan zaman.
Di antara maksud tajdid dalam arti pemurnian (purifikasi) adalah untuk memelihara matan (teks) ajaran Islam yang murni, baik dari Al-Qur’an maupun As Sunnah Ash Shahihah yang sudah lebih dulu dirawat oleh para ulama pendahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in (salafush shalih). KH. Ahmad Siddiq, seorang tokoh Nahdhatul Ulama (NU) dari Malang sebagaimana dikutip dalam buku “Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam” menjelaskan bahwa makna tajdid dalam arti pemurnian ini setidaknya menyasar kepada tiga aspek, yaitu: (a) i’adah atau pemulihan, yaitu membersihkan ajaran Islam yang tidak murni lagi; (b) Ibanah atau memisahkan; yaitu memisah-misahkan secara cermat oleh ahlinya (ulama- pen), mana yang sunnah dan mana pula yang bid’ah; dan (c) Ihya’ atau menghidup-hidupkan; yaitu menghidupkan ajaran-ajaran Islam yang belum terlaksana atau terbengkalai.
Dalam hal pemahaman ibadah fiqhiyyah, Muhammadiyah tidak mengikat diri dalam suatu mazhab fiqih tertentu, tetapi menyeru masyarakat untuk mengembalikan semua ibadah mahdhah kepada teks-teks Al-Qur’an dan Al Hadits. Meskipun dalam perkembangannya Muhammadiyah tidak menolak modernisasi dalam hal sarana ibadah. Penggunaan pengeras suara dalam azan dan shalat, perjalanan ke tempat ibadah dengan menggunakan kendaraan modern, adalah beberapa di antara contohnya.
Termasuk penggunaan ilmu astronomi modern untuk menentukan awal bulan qamariyah/hijriyah adalah semangat modernisasi Muhammadiyah dalam hal ibadah. Dalam hal sarana ibadah ini Muhammadiyah tidak menyebut sebagai bid’ah. Karena bid’ah adalah pada inti ibadah, bukan pada sarananya.
Tentang bid’ah ini, Allah SWT telah menyempurnakan Islam sebelum diwafatkannya Rasulullah SAW, sehingga tidak pantas bagi umatnya untuk menambah apa-apa yang tidak dibawa dan diajarkan oleh Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman:  “…Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. Al Ma’idah [5]: 3)
Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang bukan urusan agama kami (tidak ada contohnya dari kami), maka ia tertolak.” (HR. Muslim)
Dari perilaku bid’ah ini setidaknya akan kita dapati dua konsekuensi berat darinya. Pertama, seakan-akan ia (pelaku bid’ah) lebih pintar daripada Allah SWT. Karena Allah SWT telah menegaskan bahwa agama Islam ini telah sempurna (sebagaimana QS. Al Maidah ayat 3 di atas), tetapi masih pula ditambah-tambah. Padahal tidak ada yang kurang sedikitpun dari ajaran Islam itu sehingga memerlukan tambahan. Kedua, seolah-olah ia (pelaku bid’ah) menuduh Rasulullah SAW telah menyembunyikan sebagian ajaran Islam dengan tidak menyampaikan perbuatan bid’ah yang dianggap baik tersebut kepada umatnya.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2015-2020) Pror. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc, M.A  Rahimahullah dalam beberapa kesempatan sering mengatakan bahwa manhaj Muhammadiyah adalah prinsip agama Muhammadiyah dalam mengaktualisasikan Islam. Bahwa manhaj Muhammadiyah memiliki dua pengertian yakni, salafiyah dan tajdidiyah.
Menurut Buya Yunahar, Muhammadiyah dari segi akidah adalah salafiyah yang tidak berafiliasi dengan aliran manapun. Dari segi fikihnya, Muhammadiyah bukan oraganisasi yang berorientasi fikih mazhabi tetapi fikih manhaji. Paham agama dalam Muhammadiyah bersifat independen, komprehensif, dan integratif. Namun Muhammadiyah sama sekali tidak anti terhadap aliran teologi, mazhab dan tasawuf tertentu.
Dalam hal akhlak, Muhammadiyah tidak pernah mengikuti aliran tasawuf tertentu, tapi tidak pula mengatakan bahwa tasawuf itu sesat. Menurut Buya Yunahar Muhammadiyah memakai istilah ihsan, yakni, engkau beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, seandainya engkau tidak melihat-Nya, maka Allah melihatmu.
Dalam khazanah tokoh Muhammadiyah juga akan dijumpai tokoh-tokoh dengan wajah-wajah yang disebut kental dengan tasawuf, yakni mereka yang ketaatan serta kehidupan spiritualitasnya cukup intens. Seperti KH. AR Fakhrudin dan Buya Hamka. Masyitoh Chusnan pada tulisan berjudul “Meneropong Wajah Tasawuf Dalam Muhammadiyah” yang dimuat dalam website resmi Muhammadiyah menyebutkan, tema-tema majelis halaqah, tabligh, pengajian, kuliah, khutbah, ataupun tulisan-tulisan KH. AR Fakhrudin yang tersebar dalam brosur dan majalah-majalah intern persyarikatan Muhammadiyah, memang tidak mengangkat tema yang secara eksplisit tentang tasawuf, seperti tokoh lain dalam Muhammadiyah, yaitu Buya HAMKA, namun sarat dengan pelajaran akhlaq yang dekat dengan wilayah tasawuf, yaitu tasawuf akhlaqi.
Sementara karya-karya HAMKA di bidang Tasawuf, lebih bersifat universal dan ditujukan untuk khalayak pembaca yang beragam. Karya-karyanya antara lain: Tasawuf Modern; Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya; Renungan Tasawuf; Lembaga Budi dan Falsafah Budi
Secara singkat dapat disimpulkan, dalam memperluas paham agama ini Muhammadiyah melakukan setidaknya dua hal, yakni purifikasi dalam hal akidah (pemurnian dari syirik), ibadah (pemurnian dari bid’ah), dan akhlak (pemurnian dari yang menyimpang). Sementara tajdid (dinaminasi atau modernisasi) dilakukan dalam hal urusan muamalah keduniawian. Sehingga ajaran Islam dapat diaplikasikan secara aktual dan fungsional.
Sumber : https://www.majalahtabligh.com/2019/11/memperluas-pemahaman-agama.html

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker