BeritadefaultKhazanah

Tidak Hanya Fiqh, Muhammadiyah Juga Kedepankan Purifikasi Jiwa

TABLIGH.ID,YOGYAKARTA — Berkaca dari fenomena kekinian termasuk fenomena star syndrome, dapat ditarik kesimpulan bahwa pokok masalah umat manusia termasuk umat Islam di dalamnya ialah disebabkan karena mempertuhankan hawa nafsu.

Maka, merujuk ajaran Kiai Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya, solusi dari masalah tersebut ialah dengan melakukan purifikasi jiwa. Artinya purifikasi yang dilakukan oleh Kiai Dahlan bukan hanya pada fiqh, tapi juga jiwa.

Ajaran purifikasi jiwa ini dapat ditemukan dalam catatan murid termuda KH. Ahmad Dahlan, KRH. Hadjid yang menghimpun 7 falsafah dan 17 kelompok ayat Al Qur’an yang menjadi pokok wejangan dan pelajaran dari Pendiri Muhammadiyah tersebut kepada murid-muridnya.

Di antara 17 ayat tersebut, terdapat surat Al Jatsiyah ayat 23 yang menjelaskan tentang penting menundukkan dan tidak mempertuhankan hawa nafsu.

Menjelaskan tentang itu, Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal menyebut bahwa mempertuhankan hawa nafsu sebagai persoalan yang paling bahaya bagi umat manusia.

“Tidak ada satu kerusakan dari pada menjadikan syahwat sebagai tuhan, itu dalam pandangan Kiai Ahmad Dahlan. Keterpurukan umat sebabnya cuman satu, syahwat,” ungkap Fathur pada (7/1) di acara Pengajian Muhammadiyah di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta.

Atas perilaku mempertuhankan hawa nafsu – syahwat, Kiai Dahlan dalam penjelasan Fathur, mengajak manusia untuk melakukan tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa. Oleh karena itu, purifikasi yang dalam pandangan Kiai Dahlan bukan hanya dalam urusan fiqh tapi juga purifikasi jiwa.

Secara lebih rigid tentang cara pembersihan ruh ialah dengan menegakkan salat, mengingat Allah SWT, dan mengingat maut. Tiga cara tersebut merupakan rumusan yang berhasil ditemukan oleh Kiai Dahlan setelah menelaah surat Al A’la ayat 14-17.

Kesucian jiwa oleh Kiai Dahlan ditafsirkan dengan kemampuan manusia dalam melepaskan diri dari kebertuhanan kepada materi sebagai turunan dari hawa nafsu.

Menurut Fathurrahman, dalam semangat Al Ma’un sebagai teologi keberpihakan yang digunakan oleh Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dari konsep tauhid. Semangat Al Ma’un inhern dengan konsep tauhid dan kesucian jiwa. Pasalnya, jika itu dipisahkan maka akan melahirkan yang disebut dengan humanism secular.

“Jadi bagi para aktivis dan para pengelola di Muhammadiyah harus memahami betul (tentang keterkaitan tauhid, jiwa dan semangat Al Ma’un),” ungkapnya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker