default

Bolehkah Menerima Bantuan Dana Haji dari non Muslim ?

Pertanyaan : Pak Hasan menolak dana bantuan menunaikan ibadah haji ke Makkah dari seorang Bupati yang non muslim, dengan alasan masih banyak sektor riil lainnya yang membutuhkannya. Sehingga bantuan tersebut beralih kepada orang lain. Pertanyaannya: Haramkah menerima bantuan demikian? Dan benarkah prinsip Pak Hasan padahal ia sangat berkeinginan menunaikan ibadah haji? Mohon penjelasan.

Pada dasarnya haji hanya diwajibkan kepada orang yang mempunyai istitha’ah(kemampuan, baik biaya maupun kesehatan) jasmani dan rohaninya. Bagi orang yang tidak mampu tidak perlu minta bantuan ke mana saja, sebab ia tidak berkewajiban melakukannya. Tetapi apabila ada seseorang yang membantunya, boleh diterima atau ditolak, melihat harta yang dibantukan, bersih atau tidak. Jika diyakini bersih (thayyib), maka boleh diterima. Sebab hanya yang thayyib saja diterima Allah SWT. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

فِيْهِ ءَايَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ ءَامِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ اْلعَالَمِيْنَ.

[آل عمران (3): 97].

Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [QS. Ali ‘Imran (3): 97].

Dalam hadits Nabi saw disebutkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا …

أخرجه مسلم، 1، كتاب الزكاة، نمرة: 65/1015: 448]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Hai manusia, sesungguhnya Allah adalah Thayyib, dia tidak menerima kecuali yang thayyib (bersih dan halal) ...”[Ditakhrijkan oleh Muslim, I, Kitab az-Zakah, No. 65/1015: 448].

Penjelasan:

Pada surat Ali ’Imran (3) ayat 97, dijelaskan bahwa ibadah haji diwajibkan bagi orang-orang yang mempunyai istitha’ah, yaitu orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani, dan perjalanan pun aman, serta keluarga yang ditinggalkan terjamin kehidupannya. Maka apabila tidak mempunyai istitha’ah, tidaklah wajib menunaikan ibadah haji, tidak perlu minta bantuan dan sebagainya. Biaya untuk menunaikan ibadah haji pun harus thayyib (bersih dan halal), artinya bukan hasil usaha yang tidak halal, seperti hasil korupsi, hasil mencuri, hasil perzinaan dan sebagainya yang diharamkan Allah, sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi saw, bahwa Allah adalah Thayyib, dan tidak menerima kecuali yang thayyib.

Berdasarkan keterangan singkat tersebut, maka biaya untuk menunaikan ibadah haji sebaiknya adalah hasil usaha sendiri. Apabila ada orang atau lembaga yang memberi bantuan, maka perlu diketahui bahwa biaya tersebut berasal dari usaha yang halal. Maka menurut kami, prinsip Pak Hasan sebagaimana tersebut dalam pertanyaan di atas adalah benar, bahkan perlu dicontoh, terlebih lagi dengan alasan mendahulukan kemaslahatan umum daripada kemaslahatan pribadi.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Sumber : Fatwa Tarjih Muhammadiyah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker