BeritadefaultKhazanah

WAWASAN FIKIH DAKWAH

BUKU TUNTUTAN TABLIGH Bagian II Part VI

WAWASAN FIKIH DAKWAH

Oleh : Fathurrahman Kamal

BUKU TUNTUTAN TABLIGH Bagian II Part VI

G. Sistem Dakwah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘sistem’ berarti : perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.

Sistem dakwah ialah sejumlah unsur dan perangkat dalam kegiatan dakwah yang saling terkait (integral) untuk mencapai tujuan dan target dakwah. Beberapa unsur penting dalam kegiatan dakwah sebagi berikut:

  1. Da’i/Muballigh

Da’i/muballigh Muhammadiyah adalah pelaku tabligh/dakwah, baik di internal Persyarikatan maupun di tengah masyarakat yang memenuhi kriteria dan kompetensi (substantif dan metodologis) sebagai seorang muballigh dalam menjalankan tugasnya, serta tulus ikhlas menjadi tauladan, pengayom dan pemberdaya bagi umat.

  1. Kompetensi Muballigh

Kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan dan perilaku serta keterampilan tertentu yang harus ada pada diri da’i , agar mereka dapat melakukan fungsinya dengan memadai. Dengan demikian, kompetensi bagi seseorang merupakan suatu gambaran ideal dan sekaligus sebagai target yang harus mereka penuhi. Kompetetnsi secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua :

A. Kompetensi Subtantif :

  1. Pemahaman agama Islam cera cukup, tepat dan benar.

Semakin luas pengetahuan agama seorang da’i , semakin banyak ia dapat memeberikan ilmu yang ia miliki untuk masyarakat. Dan begitu juga sebaiknya, semakin sedikit pengetahuan , maka yang diberikan  kepada masyarakat juga menjadi minimal.  Disamping itu, pemahaman Islam yang dipahami harus tepat dan benar. Yang diajarkan dan disebarluaskan haruslah tauhid yang murni.

  1. Memiliki al-akhlaq al-karimah.

Setiap dai harus berakhlaq mulia, konsekuen, dan konsisten terhadap apa yang diucapkan atau ditulisnya. Setiap dai akan selalu berada dalam sorotan (spotlight) masyarakat. Ia akan selalu diikuti dan dinilai oleh ummat. Ummat menganggap para dai sebagai guru atau pemimpin informal yang mesti didengar, dihormati, dan juga ditaati. Akhlaqul karimah harus menjadi pakaian para dai.

  1. Mengetahui perkembangan pengetahuan umum yang relative luas.

Dai tidak boleh malas membaca atau merasa telah cukup. Bila berhenti membaca, maka kemampuan untuk merelavansikan ajaran Islam dengan perkembangan masyarakat juga akan merosot, dan paa akhirnya pengetahuan dai akan habis dan tumpul.           Seiring semakin luas pengetahuan keagamaan dan kemasyarakatan seorang dai,  maka seiring itu pula cakrawala dan pemiikiran audiens (mad’u) juga akan meningkat.

  1. Pemahaman hakekat dakwah.

Dengan pemahaman yang cukup terhadap hakekat, perspektif, dan proses kegiatan dakwah, akan menjadikan seorang dai menjadi dinamis dan responsive terhadap permasalahan yang berkembang dimasyarakat. Dakwah juga akan terhindar dari rutinitas yang nirsubstantif.

  1. Mencintai audiens dengan tulus. Para dai adalah pendidik ummat. Dai harus memiliki sifat tekun, tulus, sabar dan pemaaf.
  2. Mengenal kondisi lingkungan dengan baik.

Dai harus menguasai dan memahami lingkungan aau ekologi sosiokultural dan sosiopolitik yang ada. Para dai harus berusaha mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi ummat dengan membangun sikap empati dan simpati. Metode mujadalah,  hikmah, atau mau’idah hasanah yang harus diterapkan berbeda-beda, sesuai dengan sasaran dakwah.

  1. Mempunyai rasa ikhlas liwajhillah.

اتَّبِعُوا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ

Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. Yasin:21)

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.(QS. Al-Insan:9)

B. Kompetensi Metodologis:

    1. Mampu membuat perencanaan dakwah
    2. Mampu melaksanakan perencanaan tersebut, karena kompetensi metodelogis ini menjadi terasa penting mengingat pokok pola kebiksanaan dakwah. Kebijaksanaan dakwah hanya mungkin terlaksana apabila didukukng oleh tenaga dai yang berompeten, diantara kompetensi tersebut adalah:

a. Muballigh/dai harus mampu mengindentifikasi permasalahan dakwah yang dihadapi. Mampu mendiagnosis kondisi keberagaman objek dakwah yang dihadapi, baik tingkat individu maupun masyarakat. Karena langkah ini menentukan sifat yang tepat dalam rangka menyusun metodelogi dan pesan dakwah.

b. Muballigh/dai harus mempu mendapatkan mengenai ciri objektif dan usbjektif objek dakwah serta kondisi lingkungannya.

c. Dengan perencanaan tersebut kegiatan dakwah yang dilakukan benar-bensar dapat menjawab permsalahan dakwah yang ada.

d. Kemampuan untuk merealisasikan perencanaan tersebut dalam pelaksanaan kegiatan dakwah. Kemampuan ini mirip dengan kemampuan actor dakwah. Walaupun factor bakat memegang peranan signifikan, akan tetapi factor latihan juga menunjang kompetensi ini.

  1. Mad’uw (mitra dakwah)

Mereka terdiri dari berbagai macam golongan dan kelompok manusia. Ini berimplikasi pada model, metode, materi dakwah dll., yang variatif tergantung pada kondisi obyektif mad’uw. Di antaranya :

  1. Segi sosiologis ; Masyarakat terasing, pedesaan, kota kecil dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
  2. Struktur kelembagaan negara; eksekutif, yudikatif, legislatif
  3. Segi tingkatan ; anak-anak, remaja dan orang tua.
  4. Segi kelamin; kelamin ; Laki-laki dan perempuan.
  5. Segi agama; ; Islam dan kafir atau non muslim
  6. Segi kultur keberagamaan; ; Islam dan kafir atau non muslim
  7. Segi profesi da mata pencaharian ; mata pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan, karyawan, buruh dll.
  8. Struktur ekonomi; Golongan kaya, menegah, dan miskin
  9. Segi khusus; khusus ; Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma, tuna karya, dan narapidana.
  10. Masyarakat seniman; Komunitas masyarakat seniman, baik seni musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, artis, aktris dll.

Secara khusus, terkait dengan pengelompokan mitra dakwah ini, Muhammadiyah pada Muktamar ke-47 di Makassar telah memutuskan Konsep Dakwah Komunitas yang disertai dengan identifikasi permasalahan, metode dan model pendekatan dakwah.

  1. Atsar atau Efek Dakwah/Tabligh
    1. Kognitif, setelah menerima pesan dakwah, mitra dakwah (mad’uw) akan menyerap isi dakwah tersebut melalui proses berfikir, dan efek kogitif ini bisa terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan dimengerti oleh mad’uw tentang isi pesan yang diterimanya.
    2. Apektif, efek ini adalah merupakan pengaruh dakwah berupa perubahan sikap, emosi dan tata nilai mad’uw setelah menerima pesan. Sikap adalah sama degan proses belajar dengan tiga variabel sebagai penunjangya, yaitu; perhatian, pengertian dan penerimaan.
    3. Behavioral, efek ini merupakan suatu bentuk efek dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah laku mad’uw secara nyata dalam merealisasikan materi dakwah yang telah diterima dalam pola tindakan, kegiatan, tindakan dan prilaku sehari-hari.

5. Pendekatan Dakwah (approach)

    1. Pendekatan Sosial, sebuah cara pandang bahwa mad’uw sebagai makhluk sosial. Model pedekatannya; pendidikan, budaya, politik, ekonomi.
    2. Pendekatan psikologis terdiri dari dua aspek pandangan : pertama, mad’uw dihadapi sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding degan makhluk lainnya. Oleh karena itu ia harus dihadapi dengan pedekatan persuasif, hikmah dan kasih sayang; kedua, kenyataan bahwa disamping mad’uw memiliki kelebihan ia juga memiliki kekurangan dan keterbatasan. Ia gagal mengkomunikasikan tentang diriya karena berbagai problema dan kesulitan hidup. Nah, pendekatan psikologis ini diperlukan oleh mad’uw yang membutuhkan pemecahan masalah rohani, baik dengan bimbingan, penyuluhan, curhat dll.

6. Metode Dakwah/Tabligh

  1. Dakwah sebagai prosses Islamisasi dalam kehidupan berlangsung tidak sekali jadi, linear, dan bersifat final tetapi berproses dalam dinamika sosiologis yang gradual dan diwarnai persambungan, perubahan, serta perkembangan. Karena itu dakwah sebagai proses menuju jalan Allah memerlukan pendekatan dan cara yang lebih sesuai dengan alam pikiran dan keadaan masyarakat, yang dilakukan dengan hikmah (bil-hikmah), pelajaran yang baik (bi al-maw’idhah al-hasanah), dan perdebatan yang lebih baik (jâdilhum bil-latȋ hiya ahsan) sehingga tumbuh kesadaran yang mantap dalam meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam.
  2. Dalam menghadapi berbagai tantangan kekinian yang sangat kompleks dan multidimensional, persaingan pasar-bebas, dan bahkan kompetisi ideologi yang semakin terbuka, Muhmmadiyah mengedepankan sikap bekerjasama di segala bidang kehidupan dalam semangat “berjuang menghadapi tantangan” (al-jihâd li al-muwâjahah) lebih dari sekedar “berjuang melawan musuh” (al-jihâd li al-mu’âradlah).
  3. Kewajiban dakwah hanyalah mengajak dan berusaha semaksimal mungkin mewujudkan kehidupan yang sejalan dan sesuai dengan risalah Islam, selebihnya menjadi wilayah hidayah Allah kepada manusia. Karena itu tidak boleh ada paksaan dalam berdakwah dan menjalankan ajaran Islam, lebih-lebih menggunakan cara yang bertentangan dengan misi utama Islam sebagai rahmatan lil-‘âlamȋn.

 

Baca juga WAWASAN FIKIH DAKWAH Bagian II Part 5

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker