default

MUHAMMADIYAH DAN AGENDA REFORMASI (II)

Bagian II

Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si.

A. REFORMASI DALAM KEHIDUPAN BANGSA

1. Memberi penghargaan yang tinggi khususnya kepada DR. H. M. Amien Rais, masyarakat, mahasiswa, dan kekuatan-kekuatan reformasi lainnya ditubuh bangsa ini yang dengan tulus. berani, dan tiada kenal putus asa telah menggelindingkan. menyuarakan, dan memperjuangkan reformasi sehingga membuahkan keberhasilan dengan berhentinya H. Muhammad Soeharto sebagai Presiden R.I. yang digantikan oleh Prof. Dr. B.J. Habibie sebagai Presiden R.I yang ketiga. sebagai tonggak baru dan awal dari pergantian Orde Baru menuju Orde Reformasi yang dicita-citakan oleh bangsa In donesia dari keadaan yang terbelenggu menuju keadaan yang semakin lebih baik dalam segala bidang kehidupan.

2. Segenap kekuatan bangsa dituntut daya kritis, kesadaran, das keberanian untuk keluar dari keterjebakan dan mampu mengikis pola perilaku politik lama dan kemungkinan bangkitnya tingkah laku politik lama itu yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat dan membelenggu kehidupan rakyat baik pada rezim Orde Lama maupun Orde Baru. Tuntutan ini sangatlah penting dan harus menjadi iktikad kuat dalam pake gerakan reformasi, karena dirasakan betapa kekuatan-kekuatan politik lama dari para aktor dan pendukung Orde Lama maupaun Orde Baru itu telah mendarah daging dan struktur kehidupan bangsa dan negara. Pola politik lama itu bahkan dalam hal tertentu dimunculkan kembali dengan mitos-mitos baru dan pelaku-pelaku baru yang terkesan berada dalam kereta reformasi tetapi sesungguhnya hanya ingin membangkitkan kekuatan politik lama yang anti-demokrasi dan membawa budaya feodal dan patrimonial.

3. Gerakan reformasi pada Orde Reformasi saat ini dan ke depan haruslah mampu bercermin pada pengalaman kegagalan Orde Lama yang terlalu menekankan pada pembangunan politik dan Orde Baru yang terlalu menekankan pada pada pembangunan ekonomi yang tidak mendapat topangan yang kokoh dan fundamental dari dimensi-dimensi pembangunan lainnya secara simultan dan terintegrasi. Reformasi yang simultan haruslah mampu menggerakkan alam pikiran. kesadaran moral, reorientasi kepribadian, serta perubahan struktural dan kultural yang meyeluruh dan sistematik di tubuh bangsa dan negara Indonesia tercinta ini. Pengalaman menunjukkan bahwa setiap pengabaian terhadap satu bidang kehidupan ternyata menyebabkan keruntuhan bidang lainnya yang pada akhirnya menyebabkan keruntuhan pada sistem keseluruhan kehidupan bangsa dan negara.

4. Reformasi yang bersifat menyeluruh dan terpadu haruslah mengacu dan mampu mewujudkan perbaikan-perbaikan yang fundamental dan struktur dalam wujud demokratisasi politik. dan proses politik keseluruhan. pembentukan sistem perekonomian yang berasas pada pemerataan dan kerakyatan, pembentukan pemerintahan yang bersih (termasuk bersih dari korupsi, kolusi. koncoisme, dan nepotisme), terbentuknya keadilan dan kepastian hukum, penegakkan moralitas elit dan masyarakat. penegakkan hak asasi manusia, proporsionalisasi peran dwi-fungsi ABRI, pembangunan budaya yang cerah budi, dan reformasi aspek-aspek kehidupan lainnya yang mencerminkan secara nyata nilai-nilai keagamaan dan moralitas Pancasila dan semangat Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Reformasi yang menyeluruh dan terpadu itu tentu tidak menutup kemungkinan adanya prioritas-prioritas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang sangat mendesak, tetapi hal tersebut haruslah dijadikan kebijakan yang konsisten dan tidak memanipulasi konsep reformasi yang sesungguhnya sebagaimana pengalaman Orde Baru serba pragmatis dan kehilangan konsistensi.

5.Gerakan reformasi haruslah juga menyentuh lembaga kepresidenan agar ada pembatasan masa jabatan presiden dan menjadikan lembaga kepresidenan sebagai institusi modern sebagaimana berlaku secara lazim dalam negara demokrasi tanpa diselimuti oleh simbol-simbol budaya yang berbau feodal dan patrimonial dalam wujud mitos dewa-raja. Mengingat pengalaman masa lalu dalam era Orde Lama dan Orde Baru yang melahirkan sistem kekuasaan yang terpusat pada diri presiden, maka haruslah dihindari pemberian gelar gelar kepresidenan yang dapat menggiring pada mitos-mitos budaya feodal dan patrimonial itu dalam bentuk apapun. termasuk dengan melahirkan konsep Bapak Bangsa yang disertai pengembangan faham dan mitos yang membodohi rakyat dan membelenggu akal sehat.

6. Dalam reformasi kekuasaan, gerakan reformasi yang dilaksanakan oleh pemerintah atau negara juga harus mampu mendudukkan secara proporional bahwa lembaga pemerintahan adalah pelaksana administrasi negara dan bukanlah sebagai penguasa, sehingga segenap aparatur pemerintah benar-benar menundukkan diri dan berfungsi sebagai pelayan rakyat dan bukan sebagai pejabat penguasa.

Reformasi dalam bidang politik diarahkan pada demokratisasi seluruh institusi (sistemi politik dan budaya Politik vang benar-benar terbuka dengan keberanian mengikis praktik-praktik politik yang anti demokrasi.

Dalam paket reformasi politik itu kiranya perlu ada poporsionalisasi peran sospol ABRI sesuai dengan semangat Kenangan Jenderal Sudirman dan prinsip awal Dwi Fungsi ABRI sehingga ABRI bersama kekuatan-kekuatan bangsa dapat lebih memainkan peran dinamisator untuk reformasi dan semokrasi. ABRI juga dituntut untuk dapat menyatukan irama dalam alam reformasi ini, termasuk untuk tidak terlibat dalam pemihakan pada salah satu kekuatan politik dan tetap mengutamakan kepentingan rakyat dalam arti dan fungsi yang sebenar-benarnya.

Reformasi politik juga dituntut keterbukaan dan ketulusan semua pihak terutama kekuatan-kekuatan politik Formal. ABRI, dan pemerintah untuk menjauhkan diri dari upaya-upaya yang mengarah pada proses pembodohan politik rakyat yang melahirkan silent majority dalam budaya dan sistim politik di negara ini seperti telah dipraktekkan oleh kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun melalui mesin politik Golkar ABRI dan birokrasi.

Usaha-usaha berbagai kelompok untuk mendirikan atau membentuk partai politik baru dapat diharghai sebagai hak hak politik masyarakat untuk mengartikulasikan kepentingan secara bebas sebagaimana lazim dalam sebuah negara demokrasi. Namun kehendak adanya pembentukan partai partai politik itu seyogyanya benar-benar mencerminkan semangat kebangsaan yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara ketimbang kepentingan kelompok yang dimungkinkan membawa pada disintegrasi bangsa, selain dituntut sikap relaistik dalam mewadahi aspirasi yang benar benar didukung oleh rakyat atau masyarakat secara representatif. Semangat primordialisme dan politik aliran yang mengancam integrasi bangsa hendaknya dijauhkan dari proses dan suasana perebutan kepentingan politik dalam memanfaatkan iklim reformasi sekarang ini.

8. Segenap kekuatan reformasi termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga kenegaraan, dituntut utnuk memulai langkah yang sistematik dalam mewujudkan cita cita reformasi secar konseptional dan terprogram agar tidak terjebak pada sloganisme yang pada akhirnya memperlemah dan meruntuhkan kepercayaan pada keluhuran gerakan reformasi itu. Karenanya diperlukan pemberdayaan dan demokratisasi segenap institusi bangsa dimulai dari partai partai politik. pemerintah. ABRI. kelompok-kelompok kepentingan, dan segenap lapisan masyarakat dengan kesadaran bahwa masa depan bangsa haruslah lebih baik dan menjadi tanggungjawab bersama segenap keluarga besar bangsa.

9. Sebagai bagian tidak terpisahkan dari gerakan reformasi struktural dan kultural, segenap kekuatan bangsa secara khusus dituntut untuk bersama-sama melakukan pendidikan politik yang terprogram dengan tujuan membangun kesadaran politik dan budaya politik demokratik di tingkat masyarakat atau rakyat, sehingga dalam jangka panjang rakyat Indonesia benar-benar menjadi rakyat yang merdeka secara politik dalam pencapaian civil-society yang kokoh sesuai dengan kepribadian bangsa.

Dalam proses pendidikan politik itu hendaknya dijauhkan retorika-retorika politik yang mengkonstruksikan kepentingan kekuasaan dan kepentingan jangka pendek yang naif, termasuk retorika politik untuk membunuh semangat reformasi yang kini tengah mekar dalam kehidupan rakyat dan menciptakan kesan negatif bahwa retorika politik itu hanyalah datang dari mereka yang menyuarakan reformasi.

10. Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sebagai kekuatan politik formal dalam rezim Orde Baru selama ini diakui tidak mampu mandiri dan tidak mampu memainkan fungsinya yang semestinya selaku partai politik sebagaimana lazimnya dalam negara demokrasi modern Ketiganya bahkan terbukti hanya memperkokoh status-quo kekuasaan yang tidak sehat dalam pembangunan politik bangsa, sebagaimana dicita-citakan oleh Orde Baru sejak kelahirannya tahun 1966. Karena itu jika para fungsionaris ketiga kekuatan politik formal itu ingin hidup dan berada dalam konstelasi politik nasional di era Reformasi saat ini, hendaklah benar-benar melakukan “Taubat politik” dan memulai membangun itikad dan kinerja politik baru yang bersih dari unsur-unsur tingkah laku politik lama yang mandul dan despotik menuju perilaku politik baru yang sungguh-sungguh mementingkan kepentingan bangsa yang sebenar-benarnya dengan menempatkan diri dalam posisi dan fungsi sebagai partai politik yang sesungguhnya dan bersifat mandiri. Jika ketiga kekuatan politik tersebut masih tetap hidup tetapi dengan mempertahankan pola perilaku politik lama yang tidak sehat maka hanyalah akan menjadi beban nasional dalam kereta reformasi bangsa.

11. Setiap elit dan pejabat di seluruh lingkungan termasuk dan jajaran elit dan pejabat ABRI dapat memberikan keteladanan hidup sederhana dan menjauhkan diri kemewahan yang menyeret pada praktik-praktik korupsi, kolusi, koncoisme dan nepotisme dalam berbagai bentuk.

Keteladanan para elit dan pejabat juga perlu ditunjukkan dalam kehidupan moral dan keseiramaan antara lisan dan tindakan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma ajaran agama serta falsafah Pancasila yang menjadi acuan jati diri bangsa. Kebiasaan banyak slogan dan retorika yang tidak sejalan dengan tindakan hanya akan makin memperlemah krisis keteladanan dan hilangnya kepercayaan masyarakat.

Bersambung

Sumber : Muhammadiyah dan Reformasi Diterbitkan Oleh : Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker