defaultKhazanah

Arti Tajdid: Purifaksi Ibadah dan Dinamisasi Muamalah

TABLIGH.ID, YOGYAKARTA—Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan pembaruan sosial yang berbasis nilai-nilai keagamaan Islam. Muhammadiyah sendiri mendefinisikan dirinya sebagai “Gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid, bersumber kepada al-Quran dan as-Sunnah, (serta) berasas Islam.”

Majelis Tarjih yang didirikan pada tahun 1927 memiliki tugas untuk melakukan ijtihad atas masalah-masalah baru yang belum direspons oleh fukaha masa lalu dan belum ditemukan jawabannya dalam kitab-kitab fikih lama. Aktivitas yang dilakukan Majelis Tarjih ini biasa disebut dengan Tajdid. Istilah tajdid dikenal luas di kalangan Muhammadiyah sebagai suatu gerakan pembaruan.

Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Asep Sholahudin, Tajdid mempunyai dua arti. Dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna pemurnian dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunnah Nabi saw. Pemurnian ibadah berarti menggali tuntunannya sedemikian rupa untuk menemukan bentuk yang paling sesuai atau paling mendekati Sunnah Nabi Saw.

Berkaitan dengan akidah, pemurnian berarti melakukan pengkajian untuk membebaskan akidah dari unsur-unsur khurafat dan tahayul. Diktum keimanan yang dapat dipegangi adalah apa yang ditegaskan dalam al-Quran dan as-Sunnah. Kepercayaan yang tidak bersumber kepada kedua sumber asasi tersebut tidak dapat dipegangi.

“Pemurnian maksudnya mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunah Nabi Saw. Pemurnian ibadah berarti menggali tuntunan ibadah dari Sunah Nabi Saw untuk menemukan yang paling sesuai atau paling mendekatinya,” ucap Asep dalam Pengajian Malam Selasa pada Senin (12/12).

Selain pemurnian, Dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan zaman. Bahkan dalam aspek ini beberapa norma di masa lalu dapat berubah bila ada keperluan dan tuntutan untuk berubah dan memenuhi syarat-syarat perubahan hukum syara’.

Misalnya di zaman lampau untuk menentukan masuknya bulan kamariah baru, khususnya Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, digunakan rukyat sesuai dengan hadis-hadis rukyat dalam mana Nabi saw memerintah melakukan pengintaian hilal. Namun pada zaman sekarang tidak lagi digunakan rukyat melainkan hisab, sebagaimana dipraktikkan dalam Muhammadiyah.

“Dalam aspek muamalat duniawiyat beberapa norma di masa lalu dapat berubah bila ada keperluan dan tuntutan untuk berubah. Misalnya penentuan masuknya bulan kamariah, khususnya Ramadan, Syawal, dan Zulhijah,” ucap Asep.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker