BeritaIbadahTanya Jawab Agama

MASALAH SHALAT: Hadis Shalat yang Diterima Nabi SAW.

Tanya Jawab Agama Jilid I

Tanya: Hadis yang menjadi dasar hukum bahwa Rasulullah saw. menerima shalat 50 kali dan berkat naik-turunnya Nabi saw. atas perintah/ peringatan beberapa Nabi yang ditemuinya seterusnya dari menghadap Allah SWT. itu memang menurut Hadis tersebut akhirnya mendapat keringanan sampai hanya lima kali sehari semalam.

Hadis tersebut memang sahih fil sanad, tetapi apakah sahih fil matan? Apakah sahih tersebut dalam jami’ usshahih Bukhari. Kalau memang tercantum, tolong juz berapa dan halaman berapa?

Dan bagaimana hubungannya dengan Surat Bani Israil ayat 78, apakah ada titik-temu antara ayat tersebut dengan Hadis yang kami kemukakan seperti tersebut pada Tanya-Jawab dan Fatwa Agama SM No. 13 Th. Ke-67 Juli 1987? (Zamahsyari, Jl. Mongonsidi Lrg. Anoman No. 62 RT. 31. 2 Ilir Palembang).

Jawab: Hadis yang Anda maksudkan disalin atas dasar lafaz Muslim tersebut pada juz II halaman 214 Kitab Shahih Muslim Bisyarhin Nawawy. Dalam arti yang sama tersebut pada juz I halaman 13 atau juz IV halaman 3- 8 Shahih Bukhari berdasar syarah Al-Kimany, dengan lafaz antara lain sebagai berikut:

فَرَضَ اللَّهُ عَلَى أُمَّتِي خَمْسِينَ صَلَاةً، فَرَجَعْتُ بِذَلِكَ، حَتَّى آتِيَ عَلَى مُوسَى، فَقَالَ مُوسَى: مَاذَا افْتَرَضَ رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ؟ قُلْتُ: فَرَضَ عَلَيَّ خَمْسِينَ صَلَاةً، قَالَ: فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ ذَلِكَ، فَرَاجَعْتُ رَبِّي، فَوَضَعَ عَنِّي شَطْرَهَا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَأَخْبَرْتُهُ، فَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ ذَلِكَ، فَرَاجَعْتُ رَبِّي، فَقَالَ: هِيَ خَمْسٌ وَهِيَ خَمْسُونَ، لَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ، فَقُلْتُ: قَدِ اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي

Artinya: Kemudian Allah memfardhukan (memberi kewajiban) atas ummatku lima puluh shalat. Lalu aku kembali dengan itu sehingga sampailah aku berjalan melalui Musa, maka ia (Musa) berkata: Allah telah memberi kewajiban apa bagi engkau dan ummat engkau?” Aku berkata: “Dia telah memberi kewajiban lima puluh kali sembahyang” Ia berkata: “Hendaklah engkan kembali kepada Tuhan engkau, karena ummatmu tidak akan sanggup menerima kewajiban itu”.

Lalu ia mengembalikan aku , lantas la ( Tuhan) mengurangi separohnya. lalu aku kembali pada Musa, aku berkata: “Tuhan telah mengurangi separohnya” Lantas ia (Musa) berkata: “Kembalilah kepada Tuhan engkau, karena sungguh ummatmu tidak akan sanggup menanggung kewajiban itu”.

Lalu ia mengembalikan aku, lantas la (Tuhan) mengurangi separohnya lagi. Lalu aku kembali kepada Musa, lalu ia berkata: “Kembalilah engkau kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya ummatmu tidak akan sanggup menanggung kewajiban itu”. lima Lantas ia mengembalikan aku kepada Tuhan, lalu Tuhan berfirman: Yang sama dengan lima puluh. Tidak akan diubah firmanKu itu.

Kemudian aku kembalikan kepada Musa, lalu ia berkata: “Pergilah kembali kepada Tublhanmu”, lalu aku berkata: aku telah merasa malu kepada Tuhanku (kata “Syathr” diartikan al-Kirman separoh, menurut Ibnu Hajar, pengurangan itu lima, lima dan seterusnya).

Mengenai dari segi matan, apakah hubungannya dengan ayat 78 surat Al-Isra’, apakah ada titik temu antara Hadis di atas dengan ayat tersebut, tujuannya bahwa kewajiban untuk melakukan shalat, selain berdasar pada berbagai ayat yang banyak jumlahnya juga berdasarkan hadis tentang diperintahkan Nabi untuk melakukan shalat sehari semalam lima kali, yang dalam ayat 78 surat Isra’ dinyatakan waktunya setelah tergelincir matahari sampai malam, dan di waktu fajar yang oleh sebagian besar mufassir, diterangkan bahwa setelah tergelincirnya matahari merupakan kewajiban untuk melakukan shalat Dzuhur, sebagaimana dijelaskan waktu-waktu shalat lima kali ini dengan antara lain Hadis riwayat Ahmad, An-Nasaiy dan At Tirmidzy, dari sahabat Jabir.

Memang ada yang meragukan tentang kesahihan Hadis Shalat itu dari segi matan, ialah Al-Qadhi Abu Bakar Al Baqillany. Hadis itu menyatakan bahwa Allah telah mewajibkan 50 kali, Nabi mondar-mandir antara Allah dan Musa yang merasakan kasihan kepada Nabi agar Nabi mendapat keringanan, yang akhirnya hanya diwajibkan shalat 5 kali, hal itu tidak jais (tidak boleh terjadi bagi Allah), karena melaksanakan nasakh hukum sebelum dilaksanakan.

Itu satu pendapat. Bukankah bagi Allah segalanya serba mungkin? Kalau demikian yang dikehendaki Allah bukankah dapat dan mungkin terjadi? Dapat diajukan penafsiran juga bahwa pengurangan dari 50 menjadi 5 waktu itu untuk memberi keyakinan betapa besarnya rahmat Allah kepada hamba-Nya, sejalan dengan perkembangan hidup yang akan dialami oleh ummat Nabi penutup, sehingga shalat dicukupkan dengan 5 waktu saja. Yang penting bukan mempersoalkan asal pendapat dari kewajiban-kewajiban lima kali itu berasal dari usul pengurangan dari kewajiban shalat yang tadinya berjumlah 50 kali, tetapi yang telah menjadi kesepakatan dasar para ulama menetapkan kewajiban melakukan shalat 5 kali, ialah banyak Hadis yang bernilai sahih. Barangkali benar apa yang dikatakan Al-Qurthuby, dalam kitabnya Al-Jami’li Ahkamil Qurany, juz 10 halaman 210 menulis sebagai berikut;

فلا خلاف بين أهل العلم وجماعة أهل السير أن الصلاة إنما فرضت بمكة ليلة الإسراء حين عرج به إلى السماء، وذلك منصوص في الصحيح وغيره

Artinya: Tiada ada perbedaan pendapat antara para pakar ilmu dan ahli sejarah, babwa shalat itu difardhukan di Makkah di malam Isra’ sampai Nabi dimi’rajkan ke langit. Dan hal itu disebutkan dalam Hadis-hadis sahih lainnya.

Sumber: Buku Tanya Jawab Agama Jilid I Hal 29-31

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker