default

Menegakkan Prinsip Wasathiyah Dalam Paham & Perilaku Keagamaan Kita (II)

Part II

Ekstremisme Keagamaan & Teror Dalam Tinjauan Islam

Dalam bahasa Arab ekstrem disebut “tatharruf” (تطرف), yang secara leksikal berarti sebagi berikut :

الوقوف في الطرف، بعيداً عن الوسط، وأصله في الحسيات، كالتطرف في الوقوف أو الجلوس أو المشي، ثم انتقل إلى المعنويات، كالتطرف في الدين أو الفكر أو السلوك.

            Dalam Al-Qur’an, kata “tatharruf” sepadan dengan kata “غلـوّ” (ghuluw; berlebih-lebihan) sebagaimana terbaca dalam firman Allah (لا تغلوا في دينكم). Memperhatikan makna tersebut  maka, pertanyaan-pertanyaan yang penulis sebutkan di atas sangat penting untuk dijelaskan dan didudukkan secara proporsional agar tidak mengaburkan esensi dan substansi permasalahan yang sedang kita bahas.

Dengan demikian, istilah “Islam ekstrem” tidak lebih dari sekedar gabungan dua kata yang kontradiktif sebagaimana seseorang berkata, “koruptor yang shalih”, yang tentunya tidak dapat diterima, terlebih jika dikaitkan dengan politik stigmatisasi yang dilakukan oleh kekuatan  Islamo-phobia tertentu. Bahwa ekstremitas dan radikalitas menjadi fakta tertentu dari sebagian umat Islam, hemat penulis, lebih tepat untuk dikatakan sebagai menjalankan ajaran-ajaran Islam secara ekstrem atau radikal. Dengan demikian, lebih mudah bagi kita untuk memverifikasi sekaligus mengidentifikasi antara Islam sebagai sebuah ajaran yang autentik dan lurus (ashalah-hanafiyah) dari sebuah implementasi ajaran, yang bisa saja benar atau salah, sesuai dengan kapasitas pelakunya.

Sikap “tatharruf” atau “ghuluw” dalam realitas kehidupan umat aktual dalam wajah ganda; baik dalam bentuk pemikiran keagaamaan yang intoleran terhadap perbedaan pendapat, tasyaddud, interaksi sosial yang kaku dan kasar, su’udzann terhadap orang atau kelompok lain, latah mengkafirkan atau membid’ahkan orang atau kelompok lain yang berbeda. Atau bahkan sampai pada tingkat melakukan tindak kekerasan dan teror atas nama agama. Dalam masalah ini, lagi-lagi, timbul permasalahan krusial; apa istilah yang tepat digunakan? Apakah kita menyebutnya sebagai “Islam teroris” atau “terorisme Islam” yang secara implisit bermakna Islam setali mata uang dengan tindakan biadab atas orang-orang yang tidak berdosa?

Sebagaimana kita ketahui bersama, hingga saat ini, wacana terorisme, radikalisme, dan seterusnya, masih tetap menjadi perdebatan akademis dan politis yang hangat. Dalam soal terorisme, misalnya, dunia Islam masih belum sepakat dengan dunia Barat dalam merumuskan, siapa yang sebenarnya teroris: Hamas atau Israel? Tetapi, karena hegemoni wacana – politik, ekonomi, militer – Barat yang sangat kuat, maka mau tidak  mau, wacana terorisme adalah sesuai dengan definisi dan kepentingan AS dan sekutunya. Jika fakta hegemoni ini yang dijadikan acuan maka isu terorisme tak kan pernah berakhir karena telah menjadi “komoditas politik” global.

Resistensi terhadap istilah “terorisme Islam” ataupun “Islam teroris” setidaknya berdasarkan beberapa pertimbangan berikut; merupakan istilah yang abstrak dan tak terbatas, bersifat sangat relatif dan bias kepentingan, ketiadaan parameter yang jelas, dll. Karenanya, dalam forum ini, isu terorisme sebagai aktualisasi sikap “tatharruf” atau “ghuluw”dalam beragama perlu kita baca dalam perspektif dan parameter hukum Islam.

Jika yang dimaksud dengan terorisme adalah tindakan teror dan kekerasan atau membunuh orang-orang yang tidak berdosa di manapun mereka berada, maka, setidaknya, kita dapatkan empat istilah syari’ah yang relevan dengannya, yaitu : al-ghuluw/al-tasyaddud, al-baghyu, al-khawarij dan al-hirabah. Keempat perkara ini dinyatakan haram dalam Islam, bahkan pelakunya dapat dibunuh.

Pertama, Al-ghuluw diterangkan oleh Ibnu Taymiyah sebagai berikut:

الغلو :  مجاوزة الحد بأن يزاد في الشيء في حمده أو ذمه على ما يستحق ونحو ذلك

tidak berbeda dengan pendapat Ibnu  Hajar al-‘Asqalani berikut ini :

المبالغة في الشيء والتشدد فيه بتجاوز الحد

            Sikap malampaui batas seperti keterangan dua ulama terkemuka tersebut dinyatakan terlarang sebagaimana firman Allah s.w.t. :

كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلَا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَى

            وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ . أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ . وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ

            Demikian pula keterangan Rasulullah s.a.w. berikut ini :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا »

« وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِى الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِى الدِّينِ ».                                                                              

            Kedua, al-baghyu dan khawarij, diterangkan sebagai tindakan membangkang terhadap pemimpin yang konstitusional dengan mengangkat senjata. Hal ini telah banyak dibahas oleh para ulama khususnya dalam bab “qital ahl al-baghyi” (membunuh pelaku pembangkangan).

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ

إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين

            Ketiga, al-Hirâbah. Ibnu ‘Abdul Barr menjelaskannya sebagai berikut :

كل من قطع السبل وأخافها وسعى في الأرض فسادا بأخذ المال، واستباحة الدماء، وهتك ما حرم الله هتكه من المحارم فهو محارب

Tindakan ini (al-hirabah) diterangkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :

وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

            Dengan perspektif seperti ini, dalam hemat penulis, berbagai isu di seputar terorisme yang sangat banyak menyita energi psikologis umat dapat segera ditemukan solusinya dalam ajaran Islam serta tidak menjadi komoditas politik global yang tak berujung-pangkal.

Ada pertanyaan cukup penting dan tidak boleh dilewatkan : mengapa sikap dan perilaku “tatharruf”ataupun “ghuluw” terjadi ?. Syaikh Yusuf al-Qaradlawi, sikap dan perilaku ekstrem yang ditampakkan oleh sebagian kecil umat Islam berpangkal pada beberapa hal berikut ini : lemahnya bashirah mengenai hakekat din; berorientasi dhahiri dalam memahami nash; melalaikan perkara-perkara besar dan prioritas; sikap berlebih-lebihan dalam mengharamkan sesuatu; dan, kebingungan atau kegamangan secara konseptual.

Prof. Nashir Abd Karim al-‘Aql, guru besar bidang Akidah di Universitas Imam Muhammad Ibnu Sa’ud Riyadl, menambahkan beberapa hal berikut ini : jahil tentang ilmu syar’i dan minimnya pemahaman mendalam mengenai din; adanya kesenjangan antara para pemuda dan para ulama atau dengan pemegang otoritas resmi; ketimpangan dalam metodologi dakwah kontemporer; lemah intelektualitas, miskin analisa, lemah kesabaran dan lemahnya sikap hikmah; hasrat untuk cepat tampil; tasyaddud fid din; sikap ta’alum  dan ghurur; semangat/girah yang berlebihan; dan, rusaknya media massa.

Bersambung

Penulis: Ust Fathurrahman Kamal Lc., M.S.I. (Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker