BeritadefaultKhazanah

Akhlak Pada Zaman Ki Bagus Hadikusumo

Part 7 Buku : Analisis Akhlak Dalam Perkembangan MuhammadiyahOleh : Prof. K. H. Farid Ma’ruf

Akhlak Pada Zaman Ki Bagus Hadikusumo, Selaku Ketua P.P. Muhammadiyah

Part 7 Buku : Analisis Akhlak Dalam Perkembangan Muhammadiyah

Oleh : Prof. K. H. Farid Ma’ruf

 

Riwayat hidup beliau

Ki Bagus Hadikusumo adalah seorang tokoh pergerakan Islam dan pemikir yang ikhlas lagi bijaksana, berani menghadapi segala kesulitan dan parabahaya dan selalu bertanggung jawab atas segala pimpinan dan perbuatannya. Beliau sangat sederhana dalam berpakaian, makan dan berumah tangga. Beliau tidak suka menonjolkandiri, dan tidak pernah menuntut kedudukan untuk dirinya, meskipun masyarakat membutuhkan pimpinan dan kebijaksanaannya. Akan tetapi pada masa akhir hidupnya, ia tertampak seolah-olah berat sekali atau hampir tidak mampu lagi menghadapi masyarakat yang kemaksiatannya merajalela dan kemungkaran kelihatan agak menyolok dn megerikan.

Dalam pergerakan disamping menjadi pemimpin Muhammadiyah beliau pernah menjadi pemimpin Partai Syarekat Islam dan anggota Pengurus Besar Partai Islam Indonesia. Didalam zamannya Muhammadiyah mengalami zaman yang serba sulit, zaman tekanan balatentara jepang, zaman pertempuran dengan senjata, tetapi juga zaman kemerdekaan, pada zaman jepang Ki Bagus Hadikusumo menjadi anggota Tio Sangi In, menjadi anggota Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dan pernah diutus ke Jepang bersama dengan Dr. Ir. Sukarno (Presiden kita) dan Dr. Moh.Hatta. meskipun beliau disukai oleh Jepang dan mempunyai kedudukan yang baik pada zaman itu, akan tetapi beliau tetap menentang Sei Kerei (ruku’ kearah istana Kaisar Jepang) meskipun menghadapi ancaman yang berat dari balatentara Jepang, karena soal itu adalah soal pokok agama, yang wajib diertahankan dan pantang mudur setapakpun.

Pada zaman pertempuran beliau turut mengatur dan menyusun kekuatan, bahkan pernah berangkat ke front Semarang, meskipun sudah tua usianya. Pada zaman kemerdeaan, beliau disamping mejadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, senantiasa memikirkan jalan yang harus ditempuh oleh Muhammadiyah, dan juga merenungkan keadaan masyarakat Indonesia pada umumnya, dalam merenungkan keadaan masyarakat Indonesia pada zaman penjajahan dan sesudah meredeka, beliau suka memberi peringatan tentang gejala-gejala demoralisasi dan krisis akhlak. Krisis akhlak yang selalu mejadi buah pemikiran beliau, pernah kami gambarkan, analisa dan perinci dimuka para angkatan muda Muhammdiyah, ialah:

  1. Merendahkan adat kita yang usang meskipun baik dan berpegang kepada adat baru meskipun buruk.
  2. Suka mewah dalam hidupnya dan orang yang tidak mampu suka menyamai orang yang kaya, sehingga jatuh lebi menderita.
  3. Pemuda suka kawin dengan gadis yang cantik atau kaya, meskipun buruk akhlaknya dan gadis suka suami dengan lelaki yang kaya atau berkedudukan tinggi meskipun jelek moralnya.
  4. Menjalarnya pelacuran di kota-kota besar hingga kota-kota kecil.
  5. Kelemahan bagi penuntut dan penegak keadilan yang mestinya menuntut keadailan malahan dituntut dan yang mestinya menegakkan keadialn malahan diadili.
  6. Tidak sedikit diantara anak-anak dan murit-murit yang tidak hormat kepada orang tua dan guru-gurunya.
  7. Sangat hasrat membaca buku-buku dan majalah-majalah cabul dan tidak suka membaca buku-buku dan majalah yang berguna.
  8. Para megawai dan buruh selalu menuntut haknya, akan tetapi tidak melakukan kewajjibannya menrut semestinya.
  9. Tidak mau mendengarkan barang yang hak, apalagi mengucapkan kebenaran, karena biasanya kata yang benar itu pahit rasanya.
  10. Para pemimpin kurang bertanggung jawab tentang kesejahteraan yang dipimpin terutama diwaktu yang agak sulit lagi berbahaya.
  11. Tibulnya cross-boys dan cross-girls di kota-kota besar yang kadang-kadang mengganggu ketentraman umum dan melanggar hukum akhlak.

Inilah gambaran krisis akhlak yang dibayangkan oleh Ki Bagus Hadikusumo, dan kami hanya sekedar merumuskannya. Karena krisis akhlak ini, Ki Bagus Hadikusumo mengarang kitab bahasa Jawa yang bernama “Pustaka Ihsan”. Dalam kitab itu beliau membahas dan menyelidiki tentang akhlak yang mulia.

Akhlak Mulia Menurut Ki Bagus Hadikusumo

Diantara akhlak-akhlak yang beliau kemukakan ialah:

  1. Istqomah. Dalam akhlak ini beliau menjelaskan demikian: Istiqomah artinya lurus, teguh dan bersungguh-sungguh. Lurus ialah tidak miring dan tidak berbelok; teguh berarti tetap tak berobah pendirian, dan bersungguh-sungguh berarti yakin dan setia. Maka istiqomah berarti: lurus dan benar didalam I’tiqad (kepercayaan), pembicaraan dan tindakan dengan pendirian yang teguh serta bersedia membela kebenaran itu dengan setia.
  2. Tawakkal. Dalam akhlak ini beliau menyatakan demikian: Ummat Islam terutama para pemimpin dan para ulamanya henaklah mendasarkan segala amalnya atas tawakkal. Terlebih lagi ketika sedang diancam bahaya atau menjalani peristiwa yang hebat dan mengerikan, harus rasa tawakkal ini tambah dipertebal dan dianjur-anjurkan agar dapat dengan tabah mengatasi segala macam bahaya dan cobaan serta dapat melintasi segala gelombang kehidupan.
  3. Selfkoreksi. Dalam soal ini beliau menganjurkan agar kita meneliti diri sendiri, meperbaiki kesalahnnya dan menghilangkan segala kelemahan dan celanya.
  4. Adil dan jujur. Oleh beliau akhlak ini dibahas dengan keterangan seperti berikut: Adil berarti: meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya, lawannya ialah zholim atau aniaya. Adapun jujur hatinaya: lurus. Maka jujur ialah keadailan watak dan kelakuan, dan adil ialah kejujuran hukum dan peraturan. Bagi perseorangan sifat jujur dan adil itu menjadi pangkal kebahagiaan, bagi masyarkat menjadi dasar dan sumber keamanan dankesejahteraan, dan bagi pemerintahan menjadi tiang keselamatannya serta dapat menarik dan memupuk kepercayaan rakyat, oleh sebab itu wajiblah bagi para pembesar dan pemimpin rakyat untuk menetapi sifat jujur dan adil ini agar dapat menciptakan kesejahteraan dan keabahagiaan rakyat dan teguhnya negara. (Tanpa jujur dan adil para pebesar dan pemimpin akan menjadi perusak yang paling berbahaya).
  5. Tawadhu dan tidak takabur. Dalam akhlak ini beliau menerngkan demikian: Orang dapat mempunyai rasa ujub, ialah heran dan tertarik oleh keadaan dirinya yang dianggapnya baik atau gagah, kuat dan sebagainya. Dari rasa ujub ini lahirlah sikap dan sifat takabur, yaitu sombong, angkuh dan tinggi hati. Maka timbullah perbuatan sewenang-wenang, merendahkan orang lain, menghina kawan dan lawan, tidak suka menerima kebenaran dari orang lain, karena mulu atau karena perasaan akngkunya, maka timbullah sifat lain yang disebut : kibir.”
  6. Menepati janji. Berjanji ialah menetapkan sesuatu perkara yang mengenai orang lain. Seterusnya beliau menganjurukan agar janji itu tidak disalahi, karena namanya akan luntur dan beliau melarang jangan boros denga jinji dan kesanggupan, dan jangan berjanji kalau tidak yakin dapat menepati.
  7. Sabar dan halim. Dalam akhlak ini beliau mengartikan demikian: Arti sabar tidak hanya menerima kekecewaan dengan tenang dan tidak marah. Tetapi lebih lias lagi yaitu tahan. Kuat batinnya, teliti dan beranai. Bersabar ialah menahan kemarahan hawa nafsu dan menahan keinginan nafsu yang jahat, sehingga nafsu itu dapat dikendalikan dan diatur dengan teliti dan utama”.
  8. Hidup sederhana. Dalam akhlak ini beliau menyampaikan wasiatnya yang terahir sebelum wafatnya kepada seorang anaknya, seperti berikut: “Kalau engkau hendak mencari pemimpin sejati, ikhlas lahir batin, perhatikanlah terlebih dahulu dapur rumahnya dan cara hidupnya sebelum memperhatikan dia dari segi-segi lainnya. Jika engkau lihat dapurnya penuh santapan yang enak-enak dan cara hidupnya mewah, hentikan penyelidikanmu karena sudah terang dia bukan pemimpin sejati. Sebab seorang pemimpin sejati tidak mungkin suka hidup mewah. Banyak pemimpin yang menyatakan bahwa kemegahan dan kemewahan tu perlu untuk menjaga standing bangsa dan negara kita dimata dunia internasional; tetapi perkataan itu nyatanya alasan yang dibuat-buat, sebab dirumah tangganya yang terpisah dari dunia internasional namun mereka suka mewah dan megah juga. Jarang yang berani hidup melarat ketika ada kesempatan baginya menjadi kita kaya baik secara halal atau tidak halal; yang berani hanyalah pemimpin-pemimpin sejati dan mukhlis serta orang-orang yang saleh. Karena mereka sedia dan rela melepaskan keduaniaan itu asal dapat bekerja dan berjuang untuk keselamatan dan kebahagiaan ummat. Tidak kurang pemimpin yang dahulu dapat disebut mukhlis, tetapi setelah terbuka kesempatan untuk mewah maka diambil kesempatan itu dan mereka terus juga mejadi memimpin; tetapi keikhlasannya itu telah hilang, apalagi jika kesempatanitu tidak halal. “ketahuilah bahwa ukuran pemimpin itu tidak ditentukan oleh jamannya dia berjuang tetapi oleh keikhlasan dankebijksanaannya memikul tanggung jawab.

Aliran Ki Bagus Hadikusumo Dalam Akhlak

Kalau kami teliti serba mendalam apa yang ditulis oleh Ki Bagus Hadikusumo tentang akhlak dan wasiatnya yang terakhir, nyatalah menurut hemat kami, bahwa beliau agak cenderung kearah aliran agama dan tasawuf, sealiran dengan Imam Al Ghazali sebagaimana yang tersebut dalam kita “Tarikhul Akhlaq” halaman 164:

Diantara mereka kami dapati bahwa aliran agama dan tasawuf menguasai mereka, seperti Abu Hamid Al Ghozali. Dan tersebut juga dalam Studies ind Muslim Ethics halaman 135:

It was in the course of his high moral and religious aspiration that Al Ghozali carried on his studies beyond the analysis of Muslim law and practic, beyond the realm of systematic theology and philosophy, into the region of the mystic’s heartfelc certainty of the divine presence.

(Sesuai dengan moralnya yang tinggi dan jiwa agamanya, Imam Ghozalai telah meneruskan penyelidikannya sehingga melebihi analisa hukum Islam dan pelaksanaannya, melewati pula bidan gketentuan dalam ilmu ketuhanan dan filsafat, menuju kebidang tasawuf untuk meyakinkan adanya Tuhan dengan jalan perasaan jiwa).

Kesimpulan.

Sampai disini jelaslah bagi kita, bahwa dalam perkembangan Muhammadiyah sejak berdirinya hingga sekarang ini, meskipun mengalami beberapa zaman yang berbeda-beda keadaannya, zaman penjajahan Belanda, zaman tekanan balatentara Jepang dan zama kemerdekaan, timbulnya akhlak dalam lingkungan masyarakat Muhammadiyah, kalau kami analisa hanya terdapat dua aliran :

  1. Aliran agama yang berdasar Al Quran, Al Hadis dan sejarah para sahabat Nabi.
  2. Aliran agama dan tasawuf.

Sedang aliran yang ketiga, yaitu aliran agama dan filsafat, sehingga sekarang ini belum kelihatan adanya dalam lingkungan Muhammadiyah, baik dalam kalangan terpelajar, maupun dalam kalangan pemimpin-pemimpinnya. Aliran yang ketiga ini, tersebut didalam kitab “Tarikhul Akhlaq” halaman 164 demikian bunyinya:

Dan akhirnya diantara mereka kami dapati segolongan yang terkenal dengan ahli filsafat Islam seperti Al Kindi, Al Farabi, Ikhwanussofa, Maskawaih, di Timur; Ibnu Bajah Ibnu Thufail dan Mulyiddin bin ‘Arabi di Barat. Dan mereka itu semuanya menegakkan pendapat mereka dalam akhlak atas dasar filsafat.

Akhlak menurut aliran filsafat belum tertampak dalam lingkungan Muhammadiyah pada saat itu, karena :

  1. Tenaga pengurus pada waktu itu, pada umumnya hanya sampai tingkatan menengah.
  2. Sekolah-sekolah atau madarah yang telah didirikan oleh Muhammadiyah siseluruh Indonesia, hanya sampai tingkat menengah.
  3. Masyarakat Indonesia yang tengah berjuang dalam lapangan politik, belum tertarik pada akhlak menurut aliran filsafat.

Akan tetapi kini memiliki perkembangan dan kemajuan Muhammadiyah yang naik dengan pesat, menuju cita-cita dan tujuannya, akibat dari :

  1. Berdirinya beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah di Jakarta, Sumatera Barat, Medan, Aceh, Solo, Jogja, dan akan berdiri perguruan tinggi Muhammadiyah di Surabaya, Klaten, Magelang, Cerebon dan Pekalongan.
  2. Adanya beberapa sarjana dalam lingkungan Muhammadiyah, yang mempunyai keahlian dalam segala bidang ilmu pengetahuan.
  3. Adanya beberapa ulama angkatan muda yang ahli dalam ilmu umum dan agama, bijaksana dalam gerak usahanya, dan tetib dalam pimpinannya.

Tentu akan membawa perobahan yang besar dan pesat dalam lingkungan Muhammadiyah khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Yang lama dan tidak baik, tentu akan dibongkar sampai akar-akarnya, diganti dengan yang baru lagi baik, yang kuno dan tidak berfaedah, tentu akan ditumbangkan dan dibangun yang baru dan berguna. Yang dahulu belum ada, tentu akan dipelajari sehingga dapat diadakan dan dibangun dengan sebaik-baiknya, demikian juga akhlak menurut aliran agama dan falsafat yang belum tertampak adanya dalam Muhammadiyah, tentu akan menjadi persoalan yang harus dikaji sejarah mendalam dan dipelajari dengan saksama.

Baca juga AKHLAK PADA ZAMAN K. H. MAS MANSUR

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker