AqidahBeritaTanya Jawab Agama

MASALAH KEJADIAN DAN AMALAN MANUSIA: Wali Tingkat Tinggi Bebas Shalat?

Tanya Jawab Agama Jilid II

Tanya: Ada yang mengatakan bahwa wali tingkat tinggi, gugur atasnya hukum syara’. Dicontohkan orang itu Abdul Hasan Al Hallaj dan Syekh Siti Jenar. Hal demikian bukan karena kehendaknya tetapi karena kehendak Allah sendiri. Wali yang masih melakukan shalat, berarti belum sempurna kewaliannya. Benarkah demikian? (Suhrawardi, Lgn. No 8047, Jl. Sei Mesa Kabel Rt 10 No 22 B, Banjarmasin, Kalimantan Selatan).

Jawab: Kita tidak mendapatkan wali tingkat bawah dan tingkat tinggi dalam Al-Quran maupun As Sunnah. Kita kenal adanya istilah Auliyaullah, yakni wali-wali Allah, tersebut pada surat Yunus ayat 62:

أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

   Artinya: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak pula bersedih hati.

Selanjutnya yang dimaksud wali-wali Allah ialah yang beriman dan taqwa. Hal ini disebutkan pada ayat berikutnya yakni surah Yunus ayat 63. Kalau wali itu bertaqwa, menurut rumusan Al-Quran mesti juga mengamalkan syari’at. Surah Al-Baqarah ayat 2 menyebutkan,” Orang yang taqwa adalah orang yang percaya dengan yang gaib dan melakukan shalat.” Surat Ali Imran ayat 17 menyebutkan bahwa “Muttaqin ialah yang sabar, yang benar dan yang tekun beribadah dan seterusnya”, berarti melaksanakan shalat.

Dalam kitab tafsir Jamal dalam menafsirkan wali Allah yang tersebut pada surat Yunus ayat 62 di atas menyebutkan Hadis riwayat Al-Bukhari dari Abu Hurairah, yang antara lain berarti: ” … tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku lantaran sesuatu yang menyebabkan aku lebih mencintainya, kecuali apabila ia melakukan hal-hal yang telah Aku fardlukan kepadanya…” (Hadis Qudsi).

Jelas untuk menjadi kekasih Allah (orang yang dikasihi Allah) haruslah melakukan yang fardlu, termasuk shalat fardlu. Tidak ada manusia yang melebihi Nabi Muhammad, karena Muhammad mendapat bimbingan wahyu. Bahkan Nabi Muhammad tetap melakukan shalat baik fardlu maupun sunat.

Sumber: Buku Tanya Jawab Agama Jilid II Hal 25-26

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker