defaultIbadahKonsultasi & Tanya Jawab

Bagaimana Hukum Menutup Mata Ketika Salat?

TABLIGH.ID, YOGYAKARTA—Al-Quran menegaskan bahwa salah satu ciri orang yang beriman adalah orang yang khusyuk dalam salatnya. Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman; (yaitu) orang-orang yang khyusu’ dalam salatnya”. (Q.S. al-Mukminun: 1-2). Untuk meraih kekhusyukan dalam beribadah, khususnya dalam salat, maka dapat dikembangkan sikap-sikap sebagai berikut:

Pertama, berusaha semaksimal mungkin untuk memahami makna setiap gerakan dan bacaan salat.

Langkah ini dalam istilah Imam al-Ghazali disebut tafahum. Pemahaman terhadap makna ini akan menghantarkan seseorang untuk merasakan suasana dialogis yang sangat intens bersama Allah, sehingga akan menjadi sebuah pengalaman spiritual yang bersifat transformatif. Untuk meraih suasana kejiwaan seperti itu, maka selain memahami maknanya, pelaksanaannya pun jangan dilakukan secara tergesa-gesa (tuma’ninah).

Kedua, berupaya untuk selalu menjauhi kemaksiatan. Langkah ini sangat penting karena perbuatan dosa sangat berpengaruh pada suasana hati, sementara hati merupakan sumber lahirnya kekhusyukan dalam salat dan ibadah lainnya.

Ketiga, kita jadikan salat yang akan atau sedang atau tengah dikerjakan seolah-olah sebagai ibadah yang terakhir dalam hidup ini.

Ketika seseorang menjalankan ibadah salat atau lainnya sebagai amalan yang terakhir maka akan lahir kerinduan yang sangat kuat untuk berjumpa dengan Allah SWT dan kerinduan inilah yang akan mengantarkannya untuk mengerjakan dengan khusyuk. Allah SWT berfirman:

“Jadikan sabar dan salat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Q.S. AlBaqarah: 45-46).

Keempat, menghadirkan Allah dalam hati ketika beribadah atau dalam setiap kegiatan.

Kegiatan menghadirkan Allah menurut al-Ghazali dinamakan hudhur al-qalb (menghadirkan hati). Ibadah salat misalnya, merupakan ibadah yang menuntut kehadiran Allah dalam hati agar dapat mengantarkan pada kekhusyukan salat.

Menurut sebuah riwayat, ketika Imam Ali Zainal Abidin mengambil wudhu untuk salat, seluruh tubuhnya kelihatan gemetar. Hatinya tampak berguncang keras dan wajahnya pucat pasi. Para sahabat dekatnya bertanya, “Wahai cicit Rasulllah, apa gerangan sesuatu yang menimpamu?” ia menjawab, “kalian tidak tahu, di depan siapa sebentar lagi kita akan berdiri”? Kisah ini memberikan pemahaman bahwa bagi Imam Ali Zainal Abidin salat merupakan perjumpaan dirinya dengan sang Khalik. Kesadaran akan bertemu dengan Allah inilah mengantarkan suasana kejiwaan yang mendukung untuk terwujudnya kekhusyukan dalam beribadah.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker